Ahad, 17 Jun 2018

AYAT 107-110


TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
JILIK-4-Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi
 (Gua) Surah Makkiyyah;
 surah ke 18: 110 ayat (Ayat:107-108)

orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta membenarkan apa yang dibawa oleh para Rasul-Nya disediakan Surga Firdaus untuk mereka sebagai tempat kesudahan(Ayat:109) jika lautan itu dijadikan tinta untuk berbagai Ketetapan Tuhanku, tentulah samudra itu telah habis,namun kalimat allah tetap tak akan habis (Ayat:110) Pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah orang tersebut memperbuat kebajikan, serta janganlah orang tersebut mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya. Sebagai mana firman allah azawajalla;:

 (بسم الله, "Dengan nama Allah") إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلًا*خَالِدِينَ فِيهَا لَا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلًا*قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا*قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ';

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal,mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". 107. Inna allatheena amanoo waAAamiloo alssalihati kanat lahum jannatualfirdawsi nuzulan'108. Khalideena feeha la yabghoona AAanha hiwalan'109. Qul law kana albahru midadan likalimatirabbee lanafida albahru qabla an tanfada kalimatu rabbee walawji/na bimithlihi madadan'110. Qul innama ana basharun mithlukum yooha ilayya annamailahukum ilahun wahidun faman kana yarjoo liqaarabbihi falyaAAmal AAamalan salihan wala yushrik biAAibadatirabbihi ahadan Allah menceritakan tentang hamba-hamba-Nya yang berbahagia, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta membenarkan apa yang dibawa oleh para Rasul-Nya, bahwa mereka akan mendapatkan surga Firdaus.

 Mujahid berkata: “Al-Firdaus berarti kebun menurut bahasa Romawi.” Sedangkan Ka’ab, as-Suddi dan adh-Dhahhak mengatakan: “Yaitu kebun yang di dalamnya terdapat pohon anggur.” Dan dalam kitab ash-Shahihain disebutkan, Rasulullah bersabda: “Jika kalian memohon surga kepada Allah, maka mintalah kepada-Nya surge Firdaus, karena ia merupakan surga yang paling tinggi sekaligus surga paling pertengahan, dan darinya terpancar sungai-sungai surga.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Firman-Nya: nuzulan; artinya tempat tinggal. Firman-Nya: khaalidiina fiiHaa (“Mereka kekal di dalamnya,”) yakni, akan tinggal di sana untuk selamanya dan tidak akan disingkirkan darinya, untuk selamanya. Laa yabghuuna ‘anHaa hiwalan (“Mereka tidak ingin berpindah darinya.”) Maksudnya, mereka tidak akan memilih yang lain selain darinya dan tidak akan mencintai yang lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan seorang penyair: Hati telah terpikat, aku tidak tertarik pada yang lainnya, dan tidak pula cintaku kepadanya berubah. Dalam firman-Nya: Laa yabghuuna ‘anHaa hiwalan (“Mereka tidak ingin berpindah darinya.”) terdapat petunjuk yang mengisyaratkan keinginan dan kecintaan mereka terhadapnya, padahal ia merasa ragu, bukankah orang yang tetap tinggal disatu tempat itu akan menemukan kejenuhan atau merasa bosan?

Kemudian Dia memberitahukan bahwa dengan keabadian dan kekekalan tersebut mereka tidak akan mempunyai keinginan untuk berpindah dari tempat mereka itu dan tidak pula hendak mencari ganti serta ingin pergi meninggalkannya. Allah berfirman, katakanlah hai Muhammad, seandainya air laut itu dijadikan tinta pena untuk digunakan menulis kalimat-kalimat Allah swt., hukum-hukum-Nya, ayat-ayat yang menunjukkan kekuasaan-Nya, niscaya akan habis air laut itu sebelum penulisan semuanya itu selesai. Meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu Pula.” Yakni, seperti laut yang lain, lalu yang lain lagi, dan seterusnya dan kemudian dipergunakan untuk menulis semuanya itu, niscaya kalimat-kalimat Allah Ta’ala itu tidak akan selesai (habis) ditulis. Sebagaimana yang Dia firmankan berikut ini: “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. Luqman: 27) Qul (“Katakanlah,”) kepada orang-orang musyrik yang mendustakan ke-Rasulanmu; innamaa ana basyarum mitslukum (“Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia sepertimu.”) Barangsiapa yang menganggap diriku ini seorang pendusta, maka hendaklah ia mendatangkan seperti apa yang telah aku bawa. Sesungguhnya aku tidak mengetahui yang ghaib mengenai hal-hal terdahulu yang aku sampaikan kepada kalian, yakni tentang Ash-haabul Kahfi yang kalian tanyakan kepadaku, juga berita tentang Dzulqarnain yang memang sesuai dengan kenyataan. Hal itu tidak akan demikian, jika Allah Ta’ala tidak memperlihatkannya kepadaku. Sesungguhnya aku beritahukan kepada kalian: annamaa ilaaHukum (“Bahwa sesungguhnya Ilahmu itu,”) yang aku seru kalian untuk menyembah-Nya; ilaaHuw waahidun (“Adalah Ilah Yang Esa,”) yang tiada sekutu bagi-Nya. Fa man kaana yarjuu liqaa-a rabbiHii (“Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya,”) yakni, pahala dan balasan-Nya yang baik; falya’mal ‘amalan shaalihan (“Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih.”) Yakni yang sesuai dengan syari’at Allah. Wa laa yusyriku bi-‘ibaadati rabbiHii ahadan (“Dan janganlah ia menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.”) Itulah perbuatan yang dimaksudkan untuk mencari keridhaan Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Kedua hal tersebut merupakan rukun amal yang maqbul (diterima). Yaitu harus benar-benar tulus karena Allah dan harus sesuai dengan syari’at Rasulullah saw. Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Thawus, ia menceritakan, ada seseorang yang bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku bersikap dengan beberapa sikap, yang kukehendaki hanyalah keridhaan Allah, aku ingin agar tempatku diperlihatkan.” Maka Rasulullah tidak memberikan jawaban sama sekali sehingga turun ayat ini: Fa man kaana yarjuu liqaa-a rabbiHii falya’mal ‘amalan shaalihaw Wa laa yusyriku bi-‘ibaadati rabbiHii ahadan (“Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.”) Demikianlah yang dikemukakan oleh Mujahid dan beberapa ulama lainnya. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Sa’id bin Abi Fadhalah al-Anshari, yang ia termasuk salah seorang sahabat, ia bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Jika Allah telah mengumpulkan orang-orang yang hidup pertama dan orang-orang yang hidup terakhir pada hari yang tidak ada keraguan terjadinya. Lalu ada seorang (Malaikat) yang berseru: ‘Barangsiapa yang dalam suatu perbuatan yang dilakukannya menyekutukan Allah dengan seseorang, maka hendaklah ia meminta pahalanya kepada selain Allah, karena Allah merupakan Rabb yang tidak memerlukan sekutu.’” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Imam Ahmad juga meriwayatkan dari Abu Bakrah, ia bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang berbuat sum’ah [ingin didengar] maka Allah akan memperdengarkan dengannya. Dan barangsiapa yang riya’ maka Allah akan menjadikan riya’ dengan dirinya.” Dan penutup ayat dari surah kahfi ayat 110 ini jua mengisahkan setiap yang hidup akanmati yakni bertemu ajal dan setiap jiwa akan bertemu allah kecuali jiwa yang engkar dan enggan menurut perintah,.,. Sebagai mana rasulullah bersabda;Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ "Siapa suka berjumpa dengan Allah, maka Allah suka berjumpa dengan-Nya. dan siapa yang benci dengan Allah maka Allah benci berjumpa dengannya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Syaikh Ibnu Al-'Utsaimin rahimahullah berkata, "Seorang mukmin meyakini apa yang Allah janjikan di surga bagi hamba-hamba-Nya yang beriman berupa ganjaran yang besar serta karunia yang luas, maka iapun mencintai hal ini, dan jadilah dunia terasa ringan baginya dan ia tidak perduli kepada dunia karena ia akan berpindah kepada surga yang lebih baik dari dunia. Tatkala itu iapun rindu bertemu dengan Allah, terutama tatkala datang ajal, iapun diberi kabar gembira dengan keridhaan dan rahmat Allah, iapun rindu berjumpa dengan Allah." (Syarah Riyaad Al-Shalihin)

AYAT 100-106


TAAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
 JILIK-4-SURAH KAHFI,.; "
(Ayat:100-106) tempat kediaman untuk golongan kafir; sebagai mana firman allah azawajalla;

 بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا* الَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِي غِطَاءٍ عَنْ ذِكْرِي وَكَانُوا لَا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا* أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ ۚإِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلًا*قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا*الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا*أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا* ذَٰلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا* 100.

WaAAaradna jahannama yawma-ithin lilkafireenaAAardan .101. Allatheena kanat aAAyunuhum fee ghita-in AAan thikreewakanoo la yastateeAAoona samAAan.102. Afahasiba allatheena kafaroo an yattakhithoo AAibadeemin doonee awliyaa inna aAAtadna jahannama lilkafireenanuzulan.103. Qul hal nunabbi-okum bial-akhsareenaaAAmalan.104. Allatheena dalla saAAyuhum fee alhayati alddunya wahum yahsaboona annahum yuhsinoonasunAAan.105. Ola-ika allatheena kafaroo bi-ayatirabbihim waliqa-ihi fahabitat aAAmaluhum falanuqeemu lahum yawma alqiyamati waznan.106. Thalika jazaohum jahannamu bima kafaroo waittakhathoo ayatee warusuleehuzuwan

 Dengan nama allah'“Dan Kami nampakkan Jahannam pada bari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas. (QS. 18:100) Yaitu orang-orang yang matanya dalam keadaan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku, dan adalah mereka tidak sanggup mendengar. (QS. 18:101) Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain-Ku? Sesungguhnya Kami akan menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal orang-orang kafir. (QS. 18:102)“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ (QS. 18:103) Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (QS. 18:104) Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan-Nya, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat. (QS. 18:105) Demikianlah, balasan mereka itu neraka jahannam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan para Rasul-Ku sebagai olok-olok. (QS. 18:106)” (al-Kahfi: 103-106) Allah berfirman seraya menceritakan apa yang akan Dia lakukan terhadap orang-orang kafir pada hari Kiamat kelak. Dia akan memperlihatkan Jahannam kepada mereka agar mereka menyaksikan adzab dan siksaan yang terdapat di dalamnya sebelum mereka masuk ke dalamnya. Yang demikian itu agar mereka lebih cepat merasakan kegoncangan dan kesedihan.

 Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan dari Ibnu Mas’ud bersabda: “Jahannam akan didatangkan, ia digiring pada hari Kiamat kelak menuju kepada tujuh puluh ribu golongan, yang setiap golongan terdapat tujuh puluh ribu Malaikat.” (HR. Muslim) Kemudian Allah menceritakan tentang mereka, Dia berfirman: alladziina kaanat a’yunuHum fii ghithaa-in ‘an dzikrii (“Yaitu orang-orang yang matanya dalam keadan tertutup dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku.”) Maksudnya, mereka lengah, buta, dan bisu untuk menerima petunjuk dan mengikuti kebenaran, sebagaimana yang Dia firmankan berikut ini: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb yang Mahapemurah (al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az-Zukhruf: 36) Sedangkan di sini, Dia berfirman: wa kaanuu laa yastathii-uuna sam’an (“Dan adalah mereka tidak sanggup mendengar.”) Maksudnya, mereka tidak pernah memikirkan perintah dan larangan Allah. Kemudian Dia berfirman: a fa hasibal ladziina kafaruu ay yattakhidzuu ‘ibaadii min duunii auliyaa-a (“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka dapat mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain-Ku?”) Maksudnya, mereka berkeyakinan bahwa boleh saja mereka meminta pertolongan kepada selain Allah dan mereka pun meyakini bahwa hal itu dapat berguna bagi mereka. Oleh karena itu, Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Dia telah menyediakan neraka Jahannam di hari Kiamat kelak sebagai tempat tinggal bagi mereka yang mempunyai keyakinan seperti itu. Suatu ketika Sa'ad bin Abi Waqqah radhiallahu'anhu (ra), pernah ditanya oleh ;Mush'ab; anaknya tentang ayat ini. Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang yang paling merugi amalannya? Apakah mereka itu kaum haruriy (orang-orang fasiq)? Sa'ad menjawap tidak, mereka tak lain adalah orang-orang yahudi dan nasrani. imam ibnu Katsir menambahkan, meski ayat ini turun kepada orang-orang yahudi dan nasrani, tapi ia mencakupi siapa sahaja yang beribadah kepada Allah namun tidak sesuai dengan tuntunan nabi Shallahu Alaihi Wassalam (SAW) Ibnu Katsir menambahkan, meski ayat ini turun kepada orang-orang yahudi dan nasrani, tapi ia menakup siapa saa yang beribadah kepada Allah namun tidak sesuai dengan tuntunan Shallahu Alaihi Wassalam (SAW) Ayat ini sendiri tergolong makkiyah sehingga secara akar sejarah kaum muslimin ketika itu belum berinteraksi secara langsung dengan kaum yahudi dan nasrani atau pun Khawarij. lehnya, pengkhususan suatu kaum bukanlah penghalang bagi kaum yang lain untuk termasuk di dalamnya Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Mush’ab, ia menceritakan, aku pernah bertanya kepada ayahku, yaitu Sa’ad bin Abi Waqqash mengenai firman Allah: qul Hal nunabi-ukum bil akhsariina a’maalan (“Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’”) Apakah mereka itu al-Hururiyyah? la menjawab: “Tidak, mereka itu adalah Yahudi dan Nasrani. Adapun orang-orang Yahudi itu telah mendustakan Muhammad saw. Sedangkan orang-orang Nasrani, ingkar akan adanya surga dan mereka mengatakan: “Tidak ada makanan dan minuman di dalamnya.” Al-Hururiyyah adalah orang-orang yang membatalkan janji Allah setelah mereka berjanji kepada-Nya. Yang jelas, hal itu bersifat umum yang mencakup semua orang yang menyembah Allah Ta’ala dengan jalan yang tidak diridhai, yang mereka mengira bahwa mereka benar dan amal perbuatan mereka diterima, padahal mereka itu salah dan amal perbuatannya tidak diterima. qul Hal nunabi-ukum bil akhsariina a’maalan (“Katakanlah, ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’”)Kemudian Dia menafsirkan mereka seraya berfirman: alladziina dlalla sa’yuHum fil hayaatid dun-yaa (“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,”) yakni orang-orang yang mengerjakan perbuatan yang sesat dan tidak berdasarkan syari’at yang ditetapkan, diridhai dan diterima oleh Allah. Wa Hum yahsabuuna annaHum yuhsinuuna shun’an (“Sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”) Mereka berkeyakinan bahwa mereka telah berbuat sesuatu dan yakin bahwa mereka diterima dan dicintai. Dan firman-Nya: ulaa-ikal ladziina kafaruu bi aayaati rabbiHim wa liqaa-iHi (“Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan [kufur terhadap] perjumpaan dengan-Nya.”) Maksudnya, mereka mengingkari ayat-ayat dan bukti-bukti kekuasaan Allah di dunia yang telah disampaikan-Nya, juga mendustakan keesaan-Nya, tidak beriman kepada para Rasul-Nya, serta mendustakan alam akhirat. Fa laa nuqiimu laHum yaumal qiyaamati wizran (“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi amalan mereka pada hari Kiamat.”) Artinya, Kami tidak akan memberatkan timbangan mereka, karena dalam timbangan mereka tidak terdapat kebaikan. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Rasulullah di mana beliau bersabda: “Pada hari Kiamat, akan datang seseorang yang (berbadan) besar lagi gemuk, yang ia tidak lebih berat timbangannya di sisi Allah dari beratnya sayap nyamuk.” Lebih lanjut beliau bersabda: “Jika kalian berkehendak, bacalah: Fa laa nuqiimu laHum yaumal qiyaamati wizran (“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi amalan mereka pada hari Kiamat.”) Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Muslim. Firman-Nya: dzaalika jazaa-uHum jaHannamu bimaa kafaruu (“Demikianlah, balasan mereka itu neraka jahannam disebabkan kekafiran mereka.”) Maksudnya, Kami berikan balasan kepada mereka dengan balasan seperti itu disebabkan oleh kekufuran mereka dan tindakan mereka memperolok-olok ayat-ayat dan para Rasul Allah. Mereka memperolok para Rasul dan benar-benar mendustakan mereka.

AYAT 83-99


TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
 JILIK -4-Tafsir Al-Qur’an
Surah Al-Kahfi ayat ;83-99',
 Dalam ayat ini allah menceritakan tentang kisah seorang raja yang mana bernama iakandar zulkarnain ,.sebagai mana allah berseru ; katakan wahai muhamat;Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya"Dzulkarnain' Dialah Raja Muslim yang sangat berkuasa namun saleh. Daerah taklukannya membentang dari bumi bagian barat sampai timur. Ia mendapat julukan Iskandar “Zulkarnain”. “Zul”, artinya “memiliki”, Qarnain, artinya “Dua Tanduk”. Maksudnya, Iskandar yang memiliki kekuasaan antara timur dan barat. Dia juga telah membangun dinding besar berteknologi tinggi untuk ukuran saat itu, diantara dua Gunung. Para ahli sejarah meyakini, dinding tersebut terbuat dari besi yang dicampur dengan tembaga itu terletak tepat di pengunungan Kaukasus. Daerah itu kini disebut Georgia, negara pecahan Uni Soviet. Secara topografis, deretan pegunungan Kaukasus itu memang terlihat memanjang dari laut Hitam sampai ke laut Kaspia sepanjang 1.200 kilometer tanpa celah. Kecuali pada bagian kecil sempit yang disebut celah Darial sepanjang 100 Meter kurang lebih. Pada bagian celah itulah Zulkarnain membangun tembok penghalang dari Ya’juj dan Ma’juj.

 FIRMAN ALLAH': BISMILLAH. 83. Wayas-aloonaka AAan thee alqarnayni qul saatloo AAalaykum minhu thikran'84. Inna makkanna lahu fee al-ardi waataynahumin kulli shay-in sababan'85. FaatbaAAa sababan'86. Hatta itha balagha maghriba alshshamsi wajadaha taghrubu fee AAaynin hami-atinwawajada AAindaha qawman qulna ya tha alqarnayniimma an tuAAaththiba wa-imma an tattakhitha feehim husnan'87. Qala amma man thalama fasawfa nuAAaththibuhu thumma yuraddu ila rabbihifayuAAaththibuhu AAathaban nukran;88. Waamma man amana waAAamila salihan falahujazaan alhusna wasanaqoolu lahu min amrina yusran;89. Thumma atbaAAa sababan;90. Hatta itha balagha matliAAa alshshamsi wajadaha tatluAAu AAalaqawmin lam najAAal lahum min dooniha sitran;91. Kathalika waqad ahatna bima ladayhikhubran'92. Thumma atbaAAa sababan;93. Hatta itha balagha bayna alssaddayni wajada min doonihima qawman layakadoona yafqahoona qawlan;94. Qaloo ya tha alqarnayni inna ya/jooja wama/joojamufsidoona fee al-ardi fahal najAAalu laka kharjan AAala antajAAala baynana wabaynahum saddan95. Qala ma makkannee feehi rabbee khayrun faaAAeenooneebiquwwatin ajAAal baynakum wabaynahum radman.96. Atoonee zubara alhadeedi hatta itha sawabayna alsadafayni qalaonfukhoo hatta itha jaAAalahu naran qala atooneeofrigh AAalayhi qitran.97. Fama istaAAoo an yathharoohu wama istataAAoo lahu naqban98. Qala hatha rahmatun min rabbee fa-itha jaawaAAdu rabbee jaAAalahu dakkaa wakana waAAdu rabbee haqqan;99.Watarakna baAAdahum yawma-ithin yamooju fee baAAdinwanufikha fee alssoori fajamaAAnahumjamAAan Sebagai mana allah menceritakan dalam surah ini firman allah azawajalla.'83. mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain.

Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya".84. Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, 85. Maka diapun menempuh suatu jalan.86. hingga apabila Dia telah sampai ketempat terbenam matahari, Dia melihat matahari terbenam[887] di dalam laut yang berlumpur hitam, dan Dia mendapati di situ segolongan umat[888]. Kami berkata: "Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan[889] terhadap mereka.87. berkata Dzulkarnain: "Adapun orang yang aniaya, Maka Kami kelak akan mengazabnya, kemudian Dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tidak ada taranya. 88. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami".89. kemudian Dia menempuh jalan (yang lain). 90. hingga apabila Dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) Dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari[890] itu, 91. demikianlah. dan Sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.92. kemudian Dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi).93. hingga apabila Dia telah sampai di antara dua buah gunung, Dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan[891].94. mereka berkata: "Hai Dzulkarnain, Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj[892] itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, Maka dapatkah Kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara Kami dan mereka?" 95. Dzulkarnain berkata: "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, Maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, 96. berilah aku potongan-potongan besi". hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: "Tiuplah (api itu)". hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: "Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu".97. Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.98. Dzulkarnain berkata: "Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, Maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar".99. Kami biarkan mereka di hari itu[893] bercampur aduk antara satu dengan yang lain, kemudian ditiup lagi[894] sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya, [887] Maksudnya: sampai ke pantai sebelah barat di mana Dzulqarnain melihat matahari sedang terbenam.[888] Ialah umat yang tidak beragama.[889] Yaitu dengan menyeru mereka kepada beriman.[890] Menurut sebagian ahli tafsir bahwa golongan yang ditemui Dzulqarnain itu adalah umat yang miskin.[891] Maksudnya: mereka mereka tidak bisa memahami bahasa orang lain, karena bahasa mereka Amat jauh bedanya dari bahasa yang lain, dan merekapun tidak dapat menerangkan maksud mereka dengan jelas karena kekurangan kecerdasan mereka.[892] Ya'juj dan Ma'juj ialah dua bangsa yang membuat kerusakan di muka bumi, sebagai yang telah dilakukan oleh bangsa Tartar dan Mongol.[893] Maksudnya: di hari kehancuran dunia yang dijanjikan oleh Allah.[894] Maksudnya: tiupan yang kedua Yaitu tiupan sebagai tanda kebangkitan dari kubur dan pengumpulan ke padang Mahsyar, sedang tiupan yang pertama ialah tiupan kehancuran alam ini. Allah berfirman kepada Nabi-Nya: wa yas-aluunaka (“Mereka akan bertanya kepadamu,”) hai Muhammad; ‘an dzil qarnaini (“Tentang Dzulqarnain,”) yakni, tentang beritanya. Sebagaimana telah kami kemukakan sebelumnya bahwa orang-orang kafir Makkah pernah mengirim utusan kepada Ahlul Kitab untuk menanyakan kepada mereka tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk menguji Nabi. Kemudian para Ahlul Kitab itu berkata, “Tanyalah kepadanya tentang orang yang berkeliling di muka bumi, tentang apa yang diketahuinya dan tentang apa yang dilakukan oleh beberapa orang pemuda, dan juga tentang ruh. Maka turunlah surat al-Kahfi.Diberi nama Dzulqarnain karena ia adalah seorang raja Romawi dan Persia. Sebagian orang menyebutkan bahwa di kepalanya terdapat sesuatu yang menyerupai dua tanduk. Ada pula yang menyatakan, diberi nama Dzulqarnain karena ia sudah berhasil mencapai belahan timur dan barat, yaitu tempat matahari terbit dan terbenam.Firman-Nya: innaa makkannaa laHuu fil ardli (“Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi.”) Maksudnya, telah Kami berikan kepadanya kekuasaan yang besar yang mencakup segala sesuatu yang diberikan kepada para raja, yakni berupa bala tentara, peralatan perang dan beberapa benteng. Oleh karena itu ia dapat menguasai bumi belahan timur dan barat dan banyak negeri yang tunduk kepadanya, dan bahkan berbagai raja di dunia pun turut tunduk kepadanya, dan semua orang, baik Arab maupun non-Arab berbondong-bondong mengabdi kepadanya. Firman-Nya: wa aatainaaHu min kulli syai-in sababan (“Dan Kami telah memberikan kepadanya jalan [untuk mencapai] segala sesuatu.”) Ibnu `Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, `Ikrimah, as-Suddi, Qatadah, adh-Dhahhak, dan lain-lain mengatakan: “Yakni ilmu pengetahuan.” Mengenai firman-Nya ini: wa aatainaaHu min kulli syai-in sababan (“Dan Kami telah memberikan kepadanya jalan [untuk mencapai] segala sesuatu.”) Qatadah mengemukakan, “Yaitu, tempat tinggal di bumi dan berbagai panjinya.” Masih mengenai firman-Nya ini, `Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Yakni, pengajaran bahasa-bahasa.” Lebih lanjut ia mengatakan: “la tidak memerangi suatu kaum melainkan telah diajak bicara dengan bahasa mereka.” Berkenaan dengan ratu Balqis, Allah Ta’ala telah berfirman: “Dan ia telah dianugerahi segala sesuatu.” (QS. An-Naml: 23). Yakni, segala sesuatu yang juga diberikan kepada raja-raja lainnya. Demikian halnya dengan Dzulqarnain, di mana Allah telah membentangkan baginya berbagai jalan dan sarana untuk membebaskan berbagai wilayah dan negeri, menumpas musuh-musuh yang dihadapinya, menyungkurkan raja-raja di bumi serta menghinakan orang-orang musyrik. Dan ia telah diberi segala sesuatu yang ia butuhkan sebagai jalan. Wallahu a’lam.Ibnu `Abbas mengatakan: “fa atba’a sababan (“Maka ia pun menempuh suatu jalan,”) yakni as-sabab, yaitu tempat.” Mujahid mengatakan: “Maka ia pun menempuh suatu jalan,” yakni, tempat turun dan jalan antara timur dan barat.” Sa’id bin Jubair mengatakan: “Yakni ilmu pengetahuan.” Hal yang sama juga dikemukakan oleh `Ikrimah, `Ubaid bin Ya’la, dan as-Suddi. Dan ia pun mengatakan: “Tanda-tanda dan bekas-bekas.” Firman-Nya: hattaa idzaa balagha maghribasy syamsi (“Hingga apabila ia telah sampai ke tempat terbenam matahari.”) Artinya; lalu ia berjalan melampaui jalan hingga akhirnya sampai di tempat terjauh yang ditempuhnya itu, yakni belahan bumi bagian barat. Adapun mencapai tempat terbenamnya matahari di langit, maka itu merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Firman-Nya: wajadaHaa taghrubu fii ‘ainin hami-atin (“Ia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam.”) Maksudnya, ia menyaksikan matahari dengan matanya sendiri terbenam di dalam samudera. Demikianlah keadaan setiap orang yang pandangannya berakhir sampai pada tepian pantai, di mana ia melihat matahari itu seakan-akan terbenam ke dalam laut tersebut. Sedangkan matahari itu tidak bersinar dari falaknya (orbitnya), dia tetap ada pada orbitnya, tidak meninggalkannya.Kata al-hami-ah diambil dari salah satu dari dua macam bacaan, yakni dari al-hama-ah yang berarti tanah, sebagaimana yang difirmankan Allah: Innii khaaliqum basyaram min shalshaalim min hama-im masnuun (“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk.”) (QS. Al-Hijr: 28). Yakni tanah yang lembut, yang telah diuraikan sebelumnya. Ibnu `Abbas pernah berkata mengenai tanah yang berlumpur hitam, di mana ia menafsirkannya dengan sesuatu yang berlumpur hitam. `Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu `Abbas: “Dzulqarnain mendapati matahari terbenam di laut yang panas.” Demikian halnya yang dikemukakan oleh al-Hasan al-Bashri. Ibnu Jarir menyebutkan, yang benar bahwa keduanya merupakan bacaan yang masyhur. Mana saja di antara kedua bacaan itu dibaca oleh seseorang, maka ia adalah benar. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis katakan, bahwasanya tidak ada pertentangan antara makna keduanya, karena mungkin saja air itu panas karena mendapatkan pancaran sinar langit secara langsung pada saat matahari itu terbenam tanpa adanya halangan yang menutupinya dan hami-ah dalam arti air dan tanah hitam (lumpur). Wa wajada ‘indaHaa qauman (“Dan di sana ia mendapati segolongan kaum.”) Yakni, salah satu dari beberapa umat. Mereka menyebutkan bahwa ia adalah umat yang besar dari Bani Adam.Firman-Nya: qulnaa yaa dzalqarnaini immaa an tu’adz-dziba wa immaa an tat-takhidza fiiHim husnan (“Kami berkata, ‘Hai Dzulgarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.’”) Hal itu berarti bahwa Allah swt. memberikan kekuasaan untuk mengatur mereka dan menjalankan hukum ke tengah-tengah mereka serta memberikan pilihan kepadanya, jika berkehendak ia boleh membunuh dan menawan dan jika berkehendak ia juga boleh memberikan karunia atau menarik fidyah, sehingga Dia akan mengetahui keadilan dan keimanannya sesuai dengan keadilan dan penjelasan yang telah Dia sampaikan dalam firman-Nya: ammaa man dhalama (“Adapun orang yang aniaya.”) Yakni, terus menerus dalam kekafiran dan kemusyrikannya kepada Allah Ta’ala. Fa saufa nu’adz-dzibuHu (“Maka kami kelak akan mengadzabnya.”) Qatadah mengatakan: “Yakni, dengan pembunuhan.” Wallahu a’lam. Firman-Nya: tsumma yuraddu ilaa rabbiHii fayu’adz-dzibuHuu ‘adzaaban nukran (“Kemudian ia dikembalikan kepada Rabbnya, lalu Rabb mengadzabnya dengan adzab yang tidak ada taranya.”) Maksudnya, sangat pedih lagi menyakitkan. Dan dalam hal itu terdapat penetapan hari pengembalian dan pembalasan.Firman-Nya: wa ammaa man aamana (“Adapun orang-orang yang beriman.”) Yakni, yang mengikuti apa yang kami serukan berupa peribadahan kepada Allah Ta’ala semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Fa laHuu jazaa-anil husnaa (“Maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan.”) Yakni, di alam akhirat di sisi Allah.Wa sanaquulu laHuu min amrinaa yusran (“Dan akan kami titahkan kepadanya [perintah] yang mudah dari perintah perintah kami.”) Mujahid mengemukakan: “Yakni, yang baik.” Allah berfirman: “Kemudian ia menempuh jalan, di mana ia berjalan dari tempat terbenamnya matahari menuju ke tampat terbitnya. Setiap kali melewati segolongan umat, maka ia dapat mengalahkan dan menguasai mereka serta menyeru mereka kepada Allah. Jika mereka menolak seruannya, maka mereka akan dikuasai dan dihalalkan pula harta kekayaan dan perbekalan mereka serta menggunakan segala sesuatu yang ada pada umat tersebut untuk bala tentaranya dalam menyerang wilayah mereka, dan ketika sampai di bumi tempat terbitnya matahari.Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala: wajadaHaa tathlu’u ‘alaa qaumin (“Ia mendapati matahari itu menyinari segolongan kaum.”) Yakni, umat. Lam naj’al laHum min duuniHaa sitran (“Yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari [cahaya] matahari itu.”) Maksudnya, mereka tidak mempunyai bangunan yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal mereka, tidak juga pepohonan yang dapat menaungi mereka dan menghalangi mereka dari terik matahari. Sa’id bin Jubair mengatakan, mereka itu berwarna merah, bertubuh pendek, sedang tempat tinggal mereka adalah gua-gua, dan makanan mereka adalah ikan. Mengenai firman Allah Ta’ala: wajadaHaa tathlu’u ‘alaa qaumil Lam naj’al laHum min duuniHaa sitran (“Ia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari [cahaya] matahari itu.”) Ibnu Jarir mengatakan: “Mereka tidak membangun satu bangunan di sana sama sekali. Jika matahari terbit, mereka masuk ke tempat tinggal mereka sehingga matahari lenyap, atau mereka masuk ke laut. Yang demikian itu karena di tanah mereka tidak terdapat gunung.Firman-Nya: kadzaalika wa qad ahath-naa bimaa ladaiHi khubran (“Demikianlah. Dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya.”) Mujahid dan as-Suddi mengatakan: “Artinya, Kami (Allah) mengetahui semua keadaannya dan keadaan bala tentaranya. Tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya, meskipun umat mereka terpecah belah dan bumi pun telah luluh lantah. Sesungguhnya bagi Allah Ta’ala: “Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan tidak pula di langit.” (QS. Ali `Imran: 5) Allah Ta’ala berfirman seraya menceritakan tentang Dzulqarnain. Kemudian ia menempuh jalan yang lain lagi. Dengan kata lain, ia menempuh jalan di belahan timur bumi sehingga sampai di hadapan kedua bukit itu, yakni dua buah gunung, yang di antara keduanya terdapat satu lubang, yang darinya keluar Ya’juj dan Ma’juj menuju ke negeri Turki. Lalu di sana mereka berbuat dengan melakukan kerusakan, merusak tanaman dan keturunan. Ya’juj dan Ma’juj termasuk dari keturunan Adam as, sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab ash-Shahihain, Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya Allah berfirman: ‘Hai Adam.’ Maka Adam menjawab: ‘Aku mendengar panggilan-Mu.’ Allah berfirman: ‘Keluarkan utusan neraka.’ ‘Apa yang dimaksud dengan utusan neraka itu?’ tanya Adam. Dia menjawab: ‘Setiap seribu orang, Sembilan ratus Sembilan puluh Sembilan di antaranya menuju ke neraka sedang satu orang lainnya masuk surga. Maka pada saat itu, anak kecil akan beruban, dan setiap wanita hamil melahirkan kandungannya.’ Kemudian Dia berkata: ‘Sesungguhnya kalian adalah dua umat, tidak ada keduanya kecuali umat Ya’juj dan Ma’juj itu yang mengungguli banyaknya.’” Dalam kitab al-Musnad, Imam Ahmad meriwayatkan dari Samurah, bahwa Rasulullah bersabda: “Anak Nuh itu ada tiga: Saam Abul `Arab (bapaknya orang Arab), Haam, Abus Sudan (bapaknya orang Sudan) dan Yafits Abut Turk (bapaknya orang Turki).”Sebagian ulama mengatakan: “Mereka itu (Ya’juj dan Ma’juj) adalah dari keturunan Yafits Abut Turk. Wallahu a’lam. Firman-Nya: wa dakhala min duuniHimaa qaumal laa yakaaduuna yafqaHuuna qaulan (“Ia dapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan.”) Yakni, karena keterasingan bahasa yang mereka pergunakan dan tempat tinggal mereka yani terlalu jauh dari umat manusia. Mereka berkata:Qaaluu yaa dzalqarnaini inna ya’juuja wa ma’juuja mufsiduuna fil ardli faHal naj’alu laka kharjan (“Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu.”) Ibnu Juraij menceritakan dari Ibnu `Abbas, yakni balasan yang besar. Yaitu, mereka bermaksud mengumpulkan harta dari kalangan mereka untuk mereka berikan kepadanya, supaya dengan demikian, ia membuat dinding antara dirinya dengan mereka. Kemudian dengan penuh kesucian, ketulusan, perbaikan dan tujuan baik, Dzulqarnain berkata: maa makkannii fiiHi rabbii khairun (“Apa yang telah dikuasakan oleh Rabbku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik.”) Maksudnya, “Sesungguhnya kekuasaan dan kekuatan yang diberikan Allah kepadaku adalah lebih baik bagiku dari apa yang kalian kumpulkan itu.” Sebagaimana yang dikatakan Sulaiman as: “Apakah patut kamu menolongku dengan harta? Maka apa yang diberikan Allah kepadaku adalah lebih baik daripada apa yang Dia berikan kepadamu,” dan ayat seterusnya. (QS. An-Naml: 36) Demikian halnya yang dikemukakan oleh Dzulqarnain, di mana ia berkata, “Apa yang ada padaku adalah lebih baik daripada apa yang kalian berikan itu, tetapi hendaklah kalian menolongku dengan kekuatan, yakni dengan perbuatan kalian dan alat-alat bangunan.” Aj’al bainakum wa bainaHum radman aatuunii zubaral hadiid (“Maka tolonglah aku dengan kekuatan [manusia dan alat-alat] agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka. Berilah aku potongan-potongan besi.”) Kata az-Zubar merupakan jamak dari kata Zabrah yang berarti potongan. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu `Abbas, Mujahid, dan Qatadah, yang ia berbentuk seperti bata.hattaa idzaa saawaa bainash-shadafaini qaalanfukhuu (“Hingga apabila besi itu telah sama rata.dengan kedua [puncak] gunung itu.”) Yakni, sebagian diletakkan pada sebagian pondasi lainnya, sehingga tumpukan itu menyamai puncak dua gunung, baik panjang maupun lebar. Namun, para ulama masih berbeda pendapat mengenai luas, panjang dan lebarnya, yang menimbulkan beberapa pendapat. Dzulgarnain berkata: “Tiuplah.” Maksudnya, nyalakanlah api di atasnya sehingga semuanya menjadi api. Qaala aatuunii afrigh ‘alaiHi qith-ran (“Ia pun berkata, ‘Berilah aku tembaga [yang mendidih] agar kutuangkan ke atas besi panas itu.’”) Ibnu `Abbas, Mujahid, `Ikrimah, adh-Dhahhak, Qatadah dan as-Suddi mengatakan: “Yaitu tembaga.” Sebagian mereka menambahkan: “Yakni, cairan tembaga.” Dan hal itu diperkuat dengan firman Allah Ta’ala: “Dan kami alirkan cairan tembaga baginya.” (QS. Saba’: 12) Dan ini menyerupai butiran embun.Allah berfirman seraya menceritakan tentang Ya’juj dan Ma’juj, bahwa mereka tidak sanggup menaiki bagian atas dinding ini dan tidak pula mereka mampu melubanginya pada bagian bawahnya. Ketika naik di atasnya lebih mudah daripada melubanginya, menyiapkan yang layak untuknya, maka Dia berfirman: fa mastathaa’uu ay yadh-HaruuHu wa mastathaa’uu laHuu naqban (“Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa pula melubanginya.”) Yang demikian itu merupakan dalil yang menunjukkan bahwa mereka tidak sanggup untuk melubanginya atau berbuat sesuatu terhadapnya. Imam Ahmad meriwayatkan, Sufyan memberitahu kami, dari az-Zuhri, dari `Urwah, dari Zainab binti Abi Salamah, dari Habibah binti Ummu Habibah binti Abu Sufyan, dari ibunya, Ummu Habibah, dari Zainab binti Jahsy, isteri Nabi saw, Sufyan mengatakan, empat wanita- bercerita, Nabi pernah bangun tidur dengan muka merah, sedang beliau berucap: “Tidak ada Ilah (yang haq) selain Allah. Celaka bagi bangsa Arab karena sungguh telah dekat suatu keburukan. Pada hari ini telah terbuka sedikit dinding penyumbat Ya’juj dan Ma’juj, seperti ini,” dan beliau membuat lingkaran. Kemudian kutanya: “Ya Rasulullah, apakah kita akan dibinasakan sedang di tengah-tengah kami terdapat orang-orang shalih?” Beliau menjawab: “Ya, jika semakin banyak kejahatan dan keburukan.” Hadits di atas derajatnya shahih, yang disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim dalam meriwayatkannya dari az-Zuhri.Dalam riwayat al-Bukhari, penyebutan Habibah digugurkan, tetapi ditetapkan oleh Imam Muslim. Di dalamnya terdapat sesuatu yang jarang terjadi dalam pembuatan sanad. Di antaranya riwayat az-Zuhri dari `Urwah, yang keduanya dari kalangan tabi’in.Yang lainnya adalah berkumpulnya empat wanita dalam sanadnya, yang sebagian mereka meriwayatkan dari sebagian lainnya. Kemudian masing-masing dari keempat wanita itu termasuk dari kalangan Sahabat. Lalu dua di antaranya adalah ibu mertua dan dua lainnya adalah isteri Rasulullah saw. Firman-Nya: qaala Haadzaa rahmatum mir rabbii (“Dzulqarnain berkata, ‘Ini [dinding] adalah rabmat dari Rabbku.”) Yakni, apa yang telah dibangun oleh Dzulqarnain. Dzulgarnain berkata, Ini (dinding) adalah rabmat dari Rabbku. Yakni, untuk umat manusia, di mana Dia telah menjadikan antara mereka dengan Ya’juj dan Ma’juj dinding pemisah yang menghalangi mereka berbuat kerusakan di muka bumi. Fa idzaa jaa-a wa’du rabbii (“Maka apabila sudah datang janji Rabbku,”) yakni, apabila janji yang haq itu sudah dekat: ja’alaHuu dakkaa-a (“Dia akan menjadikannya hancur luluh.”) Maksudnya, Allah akan menyamaratakan dinding itu dengan bumi. Dari kata itu, muncul ungkapan masyarakat Arab, “Naaqah dakka’, jika punggung unta itu rata tidak berpunuk. Allah sendiri juga telah berfirman: “Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu, ijadikannya gunung itu hancur luluh.” (QS. Al-A’raaf: 143). Yakni, hancur dan lama rata dengan bumi. Mengenai firman-Nya: Fa idzaa jaa-a wa’du rabbii ja’alaHuu dakkaa-a (“Maka apabila sudah datang janji Rabbku, Dia akan menjadikannya hancur luluh,”) `Ikrimah mengatakan: “Yaitu, menjadikannya jalan seperti semula.” Wa kaana wa’du rabbii haqqan (“Dan janji Rabbku adalah benar.”) Yakni, sudah pasti terjadi, tidak mungkin tidak. Firman-Nya: wa taraknaa ba’dlaHum (“Kami biarkan mereka.”) Maksudnya, sebagian manusia pada hari itu, atau hari hancurnya dinding tersebut. Kemudian mereka itu keluar dan bergabung bersama umat manusia serta melakukan perusakan terhadap harta kekayaan manusia dan segala sesuatu yang mereka miliki. Demikian pula yang dikemukakan oleh as-Suddi mengenai firman-Nya: wa taraknaa ba’dlaHum yauma-idziy yamuuju fii ba’dlin (“Kami biarkan mereka pada hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain.”) As-Suddi mengatakan: “Yang demikian itu adalah pada saat mereka keluar ke tengah-tengah umat manusia. Semuanya itu terjadi sebelum hari Kiamat tiba dan sesudah munculnya Dajjal. Sebagaimana yang akan kami jelaskan lebih lanjut dalam pembahasan firman Allah:“Hingga apabila dibukakan (tembokj Ya’juj dan Ma’juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (bari berbangkit).” Dan ayat seterusnya. (QS. Al-Anbiyaa’: 96).Demikianlah Allah Ta’ala berfirman di sini: wa taraknaa ba’dlaHum yauma-idziy yamuuju fii ba’dlin (“Kami biarkan mereka pada hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain.”) As-Suddi mengemukakan: “Yang demikian itu adalah permulaan hari Kiamat. Wa nufikha fish-shuuri ( “Kemudian ditiup lagi sangkakala.”) Yakni, setelah itu. Fajama’naaHum jam’an (“Lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya.”)

AYAT 60-82


TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
 JILIK -4-Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi
ayat 60-82; Dalam ayat ini, Allah menceritakan tentang keteguhan dan kekerasan hati Musa untuk mencari hamba Allah yang sholih. Keinginan Nabi Musa itu disebabkan oleh teguran Allah padanya, karena merasa dirinya paling pandai dan mulia banyak amalan; Akhirnya Allah menegurnya dengan memberitahukan bahwa ada yang lebih pandai dan mulia dari Musa. Yaitu seorang hamba yang biasa ditemui di pertemuan dua laut. Hal itu akhirnya yang memunculkan keinginan keras Nabi Musa untuk mencari hamba yang sholih tersebut, sekaligus juga akan menimba ilmu darinya.

Maka setelah mendapat petunjuk dari Allah tentang keberadaan hamba Allah yang sholih itu, berangkatlah Musa bersama muridnya, Yusa’ bin Nun. Sebagai mana jelas allah menceritakan dalam firmanya ;'dengan nama allah yang maha pemurah lagi maha penyayang;;'' Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".

Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"

Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "

Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". 60. Wa-ith qala moosa lifatahu la abrahuhatta ablugha majmaAAa albahrayni aw amdiya huquban.61. Falamma balagha majmaAAa baynihima nasiya hootahumafaittakhatha sabeelahu fee albahrisaraban.62. Falamma jawaza qala lifatahu atinaghadaana laqad laqeena min safarina hatha nasaban.63. Qala araayta ith awayna ila alssakhrati fa-innee naseetu alhoota wamaansaneehu illa alshshaytanuan athkurahu waittakhathasabeelahu fee albahri AAajaban 64. Qala thalika ma kunna nabghi fairtadda AAala atharihimaqasasan 65. Fawajada AAabdan min AAibadina ataynahurahmatan min AAindina waAAallamnahu min ladunnaAAilman.66. Qala lahu moosa hal attabiAAuka AAala antuAAallimani mimma AAullimta rushdan.67. Qala innaka lan tastateeAAa maAAiya sabran.68. Wakayfa tasbiru AAala ma lam tuhitbihi khubran.69. Qala satajidunee in shaa Allahu sabiran walaaAAsee laka amran70. Qala fa-ini ittabaAAtanee fala tas-alnee AAan shay-in hattaohditha laka minhu thikran71. Faintalaqa hattaitha rakiba fee alssafeenatikharaqaha qala akharaqtaha litughriqa ahlaha laqadji/ta shay-an imran72. Qala alam aqul innaka lan tastateeAAa maAAiya sabran73. Qala la tu-akhithnee bima naseetu walaturhiqnee min amree AAusran74. Faintalaqa hattaitha laqiya ghulaman faqatalahu qala aqataltanafsan zakiyyatan bighayri nafsin laqad ji/ta shay-an nukran75. Qala alam aqul laka innaka lan tastateeAAa maAAiya sabran76. Qala in saaltuka AAan shay-in baAAdaha fala tusahibneeqad balaghta min ladunnee AAuthran77. Faintalaqa hattaitha ataya ahla qaryatin istatAAama ahlahafaabaw an yudayyifoohuma fawajada feeha jidaranyureedu an yanqadda faaqamahu qala law shi/ta laittakhathta AAalayhi ajran78. Qala hatha firaqu baynee wabaynika saonabbi-okabita/weeli ma lam tastatiAA AAalayhi sabran79. Amma alssafeenatu fakanatlimasakeena yaAAmaloona fee albahri faaradtu an aAAeebahawakana waraahum malikun ya/khuthu kulla safeenatin ghasban 80. Waamma alghulamu fakana abawahu mu/minaynifakhasheena an yurhiqahuma tughyanan wakufran81. Faaradna an yubdilahuma rabbuhuma khayran minhu zakatanwaaqraba ruhman82. Waamma aljidaru fakana lighulamayniyateemayni fee almadeenati wakana tahtahu kanzun lahumawakana aboohuma salihan faarada rabbuka anyablugha ashuddahuma wayastakhrija kanzahuma rahmatanmin rabbika wama faAAaltuhu AAan amree thalika ta/weelu malam tastiAA AAalayhi sabran وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا * فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا * فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا * قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا * قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا * فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا * قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا * قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا * قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا * قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا * فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا * قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا * فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا * ۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا * فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا * قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا * أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا * وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا * فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا * وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا * Qatadah dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Kedua laut itu adalah laut Persia yang dekat dengan Masyriq dan Laut Romawi yang berdekatan dengan Maghrib.” Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mengatakan: “Pertemuan dua laut itu terletak di Thanjah, yakni di ujung negeri Maroko. Wallahu a’lam. Firman-Nya: au amdliya hukuban ( “Atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”) Maksudnya, meskipun aku harus berjalan bertahun-tahun. Ibnu Jarir menceritakan, sebagian ahli bahasa Arab menyebutkan, menurut bahasa Qais, kata huqub berarti satu tahun. Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ia pernah berkata: “Huqub itu berarti delapan puluh tahun.” Al-‘Aufi menceritakan dari Ibnu ‘Abbas: “Ikan itu tidak menyentuh sesuatu yang ada di laut melainkan akan menjadi kering dan kemudian menjadi batu.” Muhammad bin Ishaq menceritakan dari Ibnu ‘Abbas, dari Ubay bin Ka’ab, ia bercerita, Rasulullah saw. pernah bersabda ketika disebutkan peristiwa tersebut: “Air tidak pernah terlobangi sejak manusia ada selain tempat berjalannya ikan yang berada di dalamnya. Air itu terbelah seperti lobang sehingga Musa kembali kepadanya, ia melihat jalan ikan tersebut. Lalu Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari.” Qatadah berkata: “Bayangan air itu dari laut sehingga menyebar ke laut.” Kemudian Musa berjalan di sana sehingga ia tidak berjalan di jalan itu melainkan air berubah menjadi keras membeku. Imam al-Bukhari meriwayatkan, al-Humaidi memberitahu kami, dari Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari Sa’id bin Jubair, ia bercerita, aku pernah mengatakan kepada Ibnu `Abbas, bahwa Nauf al-Bikali mengatakan bahwa Musa sahabat Khidhir tersebut bukanlah Musa dari sahabat Bani Israil. Maka Ibnu `Abbas pun berkata: “Musuh Allah itu telah berdusta.” Ubay bin Ka’ab pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Musa pernah berdiri memberikan ceramah kepada Bani Israil, lalu ia ditanya: ‘Siapakah orang yang paling banyak ilmunya?’ Ia menjawab: `Aku.’ Maka Allah mencelanya, karena ia belum diberi ilmu oleh-Nya. Lalu Allah mewahyukan kepadanya: ‘Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang berada di tempat pertemuan dua laut, yang i lebih berilmu daripada dirimu.’ Musa berkata: ‘Ya Rabbku, bagaimana aku bisa menemuinya?’ Dia berfirman: ‘Pergilah dengan membawa seekor ikan, dan letakkanlah ia di tempat penimbunan. Di mana ikan itu hilang, maka di situlah Khidhir itu berada.’ Maka Musa mengambil seekor ikan dan meletakkannya di tempat penimbunan. Lalu pergi bersama seorang pemuda bernama Yusya’ bin Nun. Ketika keduanya mendatangi batu karang, keduanya meletakkan kepala mereka dan tidur. Ikan itu bergelepar di tempat penimbunan itu, hingga keluar darinya dan jatuh ke laut. Kemudian ikan itu mengambil jalannya ke laut. Allah menahan jalannya air dari ikan itu, maka jadilah air itu seperti lingkaran. Kemudian sahabatnya itu (Yusya’) terbangun dan lupa untuk memberitahukan kepada Musa tentang ikan itu. Kemudian mereka terus berjalan menempuh perjalanan siang dan malam. Pada keesokan harinya, Musa berkata kepada pemuda itu, ‘Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’” Rasulullah menyebutkan bahwa Musa tidak merasa kelelahan sehingga ia berhasil mencapai tempat yang ditunjukkan oleh Allah Ta’ala. Maka, sahabatnya itu berkata kepadanya: “Tahukah engkau, ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku telah lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang menjadikanku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Beliau berkata: “Ikan itu memperoleh lobang keluar, tetapi bagi Musa dan sahabatnya, yang demikian itu merupakan kejadian yang luar biasa.” Maka Musa berkata kepadanya: ‘Itulah tempat yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.” Lebih lanjut, Rasulullah menceritakan: “Kemudian mereka berdua kembali lagi mengikuti jejak mereka semula hingga akhirnya sampai ke batu karang. Tiba-tiba ia mendapati seseorang yang mengenakan pakaian rapi, lalu Musa mengucapkan salam kepadanya. Kemudian Khidhir berkata: ‘Sesungguhnya aku di negerimu ini mendapatkan kedamaian.’ ‘Aku ini Musa,’ paparnya. Khidhir bertanya: ‘Musa pemimpin Bani Israil?’ Musa menjawab: ‘Ya. Aku datang kepadamu supaya engkau mengajarkan kepadaku apa yang engkau ketahui.’ Khidhir menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.’ (QS. Al-Kahfi: 67). Hai Musa, aku mempunyai ilmu yang diberikan dari ilmu Allah. Dia mengajariku hal-hal yang tidak engkau ketahui. Dan engkau pun mempunyai ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak memilikinya. Maka Musa berkata: ‘Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.’ (QS. Al-Kahfi: 69); Kemudian Rasulullah bersabda: “Kami ingin bahwa Musa bisa bersabar sehingga Allah menceritakan kepada kita tentang berita keduanya.” Sa’id bin jubair menceritakan, Ibnu ‘Abbas membaca: wa kaana waraa-aHum malikuy ya’khudzu kulla safiinatin ghashban (“Dan di hadapan mereka terdapat seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera yang baik dengan cara yang tidak benar.”) (QS. Al-Kahfi: 79). la juga membaca seperti ini: wa ammal ghulaamu fa kaana abawaaHu mu’minaini (“Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah mukmin.”) (QS. Al-Kahfi: 80) Kemudian al-Bukhari juga meriwayatkan hal yang sama, dari Qutaibah, dari Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya. Di dalamnya disebutkan: “Kemudian Musa berangkat dan bersamanya seorang pemuda yang bernama Yusya’ bin Nun, ikut juga dibawa seekor ikan hingga akhirya keduanya sampai di sebuah batu karang, lalu mereka turun di sana. Dan selanjutnya Musa merebahkan diri dan kemudian tidur.” Dalam hadits yang lain, Sufyan menceritakan dari ‘Amr, ia berkata: “Dan pada dasar batu itu terdapat mata air yang diberi nama mata air kehidupan, yang airnya tidak menimpa sesuatu melainkan sesuatu itu akan hidup. Lalu mata air itu memerciki ikan tersebut, lalu ikan itu bergerak dan melompat dari keranjang ke laut. Setelah bangun, Musa berkata kepada muridnya: aatinaa ghadaa-anaa (“Bawalah kemari makanan kita.”) Sufyan bin ‘Uyainah menceritakan, lalu ada seekor burung yang hinggap di bibir perahu dan kemudian menenggelamkan paruhnya ke laut. Maka Khidhir berkata kepada Musa: “Apalah artinya ilmuku dan ilmumu dan ilmu seluruh makhluk ini dibandingkan dengan ilmu Allah melainkan hanya seperti air yang diambil oleh paruh burung tersebut.” Dan kemudian ia menyebutkan hadits secara lengkap. Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Abbas, dari Ubay bin Ka’ab, dari Nabi, di mana beliau bersabda: “Anak yang dibunuh oleh Khidhir itu telah ditetapkan pada hari penetapan sebagai seorang kafir.” Demikian yang diriwayatkan Ibnu Jarir, dari hadits Ibnu Ishaq, dari Sa’id, dari Ibnu ‘Abbas. Oleh karena itu, Khidhir berkata: fa kaana abawaaHu mu’minaini fa khasyiinaa ay yurHiqa Humaa tughyaanaw wa kufran (“Maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa ia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.”) Maksudnya, kecintaan kedua orang tuanya akan menjadikan mereka mengikuti kekafiran anak tersebut. Maka hendaklah seseorang ridha terhadap ketetapan Allah, karena sesungguhnya ketetapan Allah bagi seorang mukmin tentang sesuatu yang tidak disukainya itu merupakan suatu hal yang lebih baik baginya dari pada ketetapan-Nya mengenai apa yang ia sukai. Benar apa yang disebutkan dalam hadits, di mana Rasulullah bersabda: “Allah tidak menetapkan suatu ketetapan bagi seorang mukmin melainkan merupakan kebaikan baginya.” Allah Ta’ala berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia sangat baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216) Kemudian firman-Nya lebih lanjut: fa aradnaa ay yubdila Humaa khairam minHu zakaataw wa aqraba ruhman (“Dan kami menghendaki supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada ibu bapaknya.”) Yakni, anak yang lebih suci dari anak tersebut, yang kedua orang tuanya itu lebih sayang terhadapnya daripada anak itu. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir. Qatadah berkata: “Yang mana anak itu akan lebih berbakti kepada kedua orang tuanya.” Ada yang mengatakan, ketika anak itu dibunuh Khidhir, ibunya sedang mengandung seorang anak laki-laki muslim. Demikian dikatakan oleh Ibnu Juraij.

AYAT 57-59


TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
 JILIK -4- Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi
ayat 57-59(Gua) Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat

 وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآَيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آَذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا (57)وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلًا (58) وَتِلْكَ الْقُرَى أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا (59) 57.

Waman athlamu mimman thukkirabi-ayati rabbihi faaAArada AAanha wanasiya maqaddamat yadahu inna jaAAalna AAala quloobihimakinnatan an yafqahoohu wafee athanihim waqran wa-in tadAAuhum ilaalhuda falan yahtadoo ithan abadan58. Warabbuka alghafooru thoo alrrahmatilaw yu-akhithuhum bima kasaboo laAAajjala lahumu alAAathababal lahum mawAAidun lan yajidoo min doonihi maw-ilan.59. Watilka alqura ahlaknahum lamma thalamoo wajaAAalna limahlikihim mawAAidan; Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Rabbnya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang dikerjakan oleh kedua tangannya?

Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (QS. 18:57) Dan Rabbmulah Yang Mahapengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengadzab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan meyegerakan adzab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu (untuk mendapat adzab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung daripadanya. (QS. 18:58)

Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zhalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka. (QS. 18:59)” (al-Kahfi: 57-59) Dari ayat 57-59 terdapat lapan pelajaran yang dapat dipetik:‎ 1. Lalai dan abai terhadap dosa-dosa dan perbuatan buruk di masa lalu bisa menyebabkan kekelaman jiwa dan pengingkaran terhadap hakikat agama. 2. Kehilangan kemampuan untuk menerima dan memahami kebenaran merupakan salah satu balasan Allah kepada orang-orang yang lalau dan mengabaikan ayat-ayat Ilahi. 3.

Allah Swt selalu mengedepankan rahmat dan maghfirah-Nya dalam menyikapi hamba-hamba-Nya kecuali terhadap sekelompok golongan yang memang sengaja menolak untuk memperoleh hidayah. 4. Jangan pernah kita menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Allah untuk bertaubat. Sebab jika kesempatan itu telah berakhir maka kita pun harus siap menghadapi azab dan murka Ilahi. 5. Hancurnya peradaban dan suatu masyarakat muncul lantaran perbuatan buruk yang mereka lakukan dan kezaliman yang merajalela di antara mereka. 6. Orang-orang yang dizalimi tidak semestinya berputus asa kepada rahmat Allah. Karena Rahmat Allah juga mencakup orang zalim yang bertobat. 7. Mencari ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada kalangan tertentu saja. Bahkan para nabi pun perlu untuk senantiasa menuntut ilmu dan mencari seorang alim meski harus menempuh perjalanan yang panjang. 8. Para pencari ilmu harus pergi menemui orang-orang yang berilmu dan bukan menunggu pasif. Seorang penuntut ilmu harus selalu berjuang untuk mencari ilmu pengetahuan. Allah berfirman, siapakah hamba-hamba Allah yang paling zhalim dari orang-orang yang telah diberi peringatan melalui ayat-ayat Allah Ta’ala, lalu ia berpaling darinya, yakni melupakannya serta tidak mendengarkannya dan tidak memberikan perhatian terhadapnya. Wa nasiya maa qaddamat yadaaHu (“Serta melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya.”) Yakni, berupa perbuatan keji dan buruk. Innaa ja’alnaa ‘alaa quluubiHim (“Sesungguhnya Kami telah meletakkan di dalam hati mereka,”) yakni ke dalam hati orang-orang itu, Akinnatan (“Tutupan.”) Yakni penutup dan penyumbat.” Ay yafqaHuuHu (“[Sehingga mereka tidak] memahaminya.”) Yakni, supaya mereka tidak memahami al-Qur’an dan penjelasan ini. Wa fii aadzaaniHim waqran (“Dan [Kami letakkan pula] sumbatan di telinga mereka.”) Maksudnya, mereka menjadi tuli [secara maknawi] dari petunjuk. Wa in tad’uHum ilal Hudaa falay yaHtaduu idzan abadan (“Dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.”) Dan firman-Nya: wa rabbukal ghafuuru dzur rahmati (“Dan hanya Rabbmu yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat.”) Yakni, Rabbmu, hai Muhammad, Mahapengampun lagi mempunyai rahmat yang sangat luas. Lau yu-aakhidzuHum bimaa kasabuu la-‘ajjala laHumul ‘adzaaba (“Jika Dia mengadzab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan adzab bagi mereka.”) Yang demikian itu adalah seperti firman-Nya: “Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi ini suatu makhluk yang melata pun.” (QS. Faathir: 45). Ayat-ayat yang membahas masalah ini cukup banyak. Kemudian Allah memberitahukan bahwa Dia mengasihi, menutupi, dan memberikan ampunan, dan mungkin Dia akan berikan petunjuk kepada sebagian mereka dari ketergelinciran menuju ke jalan yang lurus. Barangsiapa yang masih terus-menerus dalam kesesatan, maka baginya akan memperoleh (adzab) pada hari di mana anak-anak tumbuh uban dan wanita-wanita hamil akan melahirkan. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: bal laHum mau-‘idul lay yajiduu min duuniHii mau-ilan (“Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu [untuk mnendapat adzab] yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung darinya.”) Maksudnya, mereka tidak akan mendapatkan tempat berlindung dan menghindarkan diri mereka. Dan firman-Nya: wa tilkal quraa aHlaknaaHum lammaa dhalamuu (“Dan penduduk negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zhalim.”) Yakni, umat-umat terdahulu dan generasi-generasi yang telah berlalu telah Kami binasakan, disebabkan oleh kekufuran dan keingkaran mereka. Wa ja-‘alnaa limaHlikiHim mau-‘idan (“Dan Kami telah tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.”) Maksudnya, Kami jadikan ia sampai pada waktu yang ditentukan, tidak ditambah atau dikurangi. Artinya, demikian halnya dengan kalian, hai orang-orang musyrik, berhatilah-hatilah agar kalian tidak ditimpa oleh apa yang menimpa mereka itu. Kalian telah mendustakan Rasul yang paling mulia dan Nabi yang paling agung, dan kalian bukanlah orang yang lebih mulia dari mereka untuk Kami. Karena itu, takutlah kalian akan adzab-Ku. Kelanjutan dari kisah ini diceritakan dalam ayat-ayat berikutnya. Nabi Khidir ditugaskan membimbing Nabi Musa yang hidup dizamannya, sebagaimana kita sekarang wajib menyampaikan dakwah kepada orang lain disekeliling kita. Baginda tidak dikurniakan Mukjizat seperti Nabi Musa sebaliknya diajarkan ilmu secara Laduni. Hal ini turut dimiliki Para Wali Allah dan Alim Ulama yang dianugerahkan Allah Ilmu Makrifat serta Kasyaf. Golongan ini selalunya berhati-hati daripada mendabik dada dengan Ilmu yang mereka miliki. Sifat Warak dan merendah diri pada Baginda inilah yang diamalkan oleh Wali Allah sehingga orang ramai menyebut-nyebut namanya sampai kehari ini. Biarpun ada golongan Sufi mendakwa ada bertemu malah bersahabat dengan Nabi Khidir, Tetapi sebenarnya yang ujut adalah semangat kewarakan Baginda, Seperti Syiekh Kadir Jailani, namanya sentiasa disebut-sebut walaupun telah wafat ribuan tahun yang lampau.

AYAT 54-56


TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
 JILIK-4-SURAH KAHFI AYAT
54-56' Dari ayat 54-55-56 '
terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎ 1. Al-Quran memberikan berbagai perumpamaan dan contoh dari orang-orang terdahulu sebagai petunjuk dan pelajaran bagi manusia masa kini.Tugas para nabi adalah memberikan petunjuk ke arah kebenaran, bukan memaksa orang lain supaya beriman. Sebagai mana firman allah azawajalla; Bismillah-hirrahman-nir-rahim'' -54. Walaqad sarrafna fee hatha alqur-ani lilnnasi min kulli mathalin wakana al-insanuakthara shay-in jadalan/55. Wama manaAAa alnnasaan yu/minoo ith jaahumu alhuda wayastaghfiroo rabbahum illaan ta/tiyahum sunnatu al-awwaleena aw ya/tiyahumu alAAathabu qubulan,56. Wama nursilu almursaleena illa mubashshireena wamunthireenawayujadilu allatheena kafaroo bialbatili liyudhidoo bihi alhaqqa waittakhathoo ayatee wamaonthiroo huzuwan

 ;وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآَنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا (54) وَمَا مَنَعَ النَّاسَ أَنْ يُؤْمِنُوا إِذْ جَاءَهُمُ الْهُدَى وَيَسْتَغْفِرُوا رَبَّهُمْ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ أَوْ يَأْتِيَهُمُ الْعَذَابُ قُبُلًا (55)وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَيُجَادِلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِالْبَاطِلِ لِيُدْحِضُوا بِهِ الْحَقَّ وَاتَّخَذُوا آَيَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا (56)

 Dengan nama allah yang maha pemurah lagi maha pengasih;'Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan bermacam-macam perumpamaan (untuk menjelaskan kebenaran) bagi manusia. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. (18: 54)Dan tidak ada sesuatupun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan memohon ampun kepada Rabbnya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat yang dahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata. (18: 55)Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan. (18: 56) Imam Ahmad meriwayatkan bahwa `Ali bin Abi Thalib memberitahukan bahwa Rasulullah pernah mengetuk pintu rumahnya pada malam hari yang ketika itu ia bersama Fathimah binti Rasulullah seraya berkata: “Tidakkah kalian berdua mengerjakan shalat?” Lalu aku menjawab: “Ya Rasulullah, sesungguhnya jiwa kami berada di tangan Allah, jika Dia berkehendak untuk membangunkan kami, maka kami bangun.” Maka beliau pun kembali pada saat kukatakan hal itu kepadanya, sedang beliau sama sekali tidak melontarkan sepatah kata pun kepadaku. Kemudian ketika beliau membalikkan pungungnya sambil menepuk pahanya, beliau membacakan: wa kaanal insaanu aktsara syai-in jadalan (“Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak menibantah.”)

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab ash-Shahihain. Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib ra. pernah meriwayatkan sebuah hadis berikut ini, ‚Ketika kami mengantar jenazah seorang sahabat di pekuburan Baqi’ al-Gharqad, tiba-tiba Rasulullah Saw. datang kepada kami, kemudian beliau duduk dan kami pun duduk bersama beliau. Pada saat itu, beliau memegang sebuah kayu (tongkat), kemudian beliau menggali tanah dengan kayu tersebut, seraya berkata, ‘Tidak seorang pun di antara kalian yang bernafas, kecuali telah ditetapkan kedudukannya di dalam surga atau neraka, dan telah ditetapkan baginya sebagai orang yang celaka atau sebagai orang yang selamat.’ Mendengar ucapan Nabi tersebut, seorang sahabat mengajukan pertanyaan, ‘Ya Rasulullah, apakah sebaiknya kami menyerah kepada ketetapan takdir yang telah digariskan bagi kami, tanpa beramal sedikit pun?’ Beliau Saw. menjawab, ‘Siapa pun yang telah ditetapkan sebagai seorang yang akan mendapatkan kebahagiaan, maka ia akan beramal menurut amalan orang-orang yang ditetapkan akan mendapatkan kebahagiaan. Dan siapa saja yang ditetapkan sebagai seorang yang akan mendapat kesengsaraan, maka ia akan beramal menurut amalan orang-orang yang akan mendapat kesengsaraan. Oleh karena itu, beramalah kalian masing-masing, karena setiap orang akan diberi kemudahan menurut takdirnya masing-masing. Jika ia telah ditetapkan sebagai orang yang bahagia, maka ia akan memperbanyak amal kebajikan yang akan mengantarnya menuju kebahagiaan.[6] Sebaliknya, jika ia telah ditetapkan sebagai orang yang celaka, maka ia akan memperbanyak amal-amal keburukan yang mengantarnya menuju kesengsaraan.’ Kemudian beliau membacakan firman Allah Swt; Dari Aisyah berkata : Rasulullah saw bersabda :”Enam golongan yang yang aku dan Allah serta para Nabi mengutuknya adalah orang yang melebih-lebihkan kitab Allah, orang yang mendustakan takdir Allah, penguasa yang mengunakan kekuasaanya untuk memuliakan orang yang menghina Allah dan menghinakan orang yang memuliakan Allah, orang yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah, orang yang menghalalkan perbuatan jahat yang diharamkan Allah, dan orang yang meninggalkan sunnahku”. Dari ayat tadi terdapat lapan pelajaran yang dapat dipetik:‎ 1. Al-Quran memberikan berbagai perumpamaan dan contoh dari orang-orang terdahulu sebagai petunjuk dan pelajaran bagi manusia masa kini. 2. Jika kesediaan menerima kebenaran dalam diri manusia tidak ada, maka manusia akan selalu membantah kebenaran, meskipun disampaikan dengan perumpamaan dan contoh. 3. Allah Swt memberikan petunjuk kepada manusia dengan mengutus Nabi dan Rasul-Nya serta menurunkan kitab suci ilahi, sehingga hujah telah tuntas bagi manusia, dan tidak ada lagi alasan untuk menentang maupun membantahnya. 4. Bertaubat dari segala dosa menghalangi turunnya azab ilahi. 5. Argumentasi tidak seluruhnya bermanfaat, karena terkadang hukuman lebih efektif. 6. Tugas para nabi adalah memberikan petunjuk ke arah kebenaran, bukan memaksa orang lain supaya beriman. 7. Alat yang dipergunakan orang kafir adalah penghinaan dan bantahan, bukan logika dan argumentasi. 8. Manusia harus mewaspadai seluruh perkataan dan perilakunya supaya jangan sampai melecehkan aturan agama karena hal itu berarti melecehkan ayat ilahi yang merupakan tanda-tanda orang kafir. Melanjutkan pembahasan sebelumnya mengenai akibat pengingkaran orang-orang kafir terhadap aturan Ilahi, di ayat ini Allah Swt menjelaskan berbagai contoh nyata dari sejarah kehidupan orang-orang terdahulu, baik peristiwa getir maupun manis yang mereka rasakan. Al-Quran menjelaskan semua itu supaya kita bisa mengambil pelajaran dan hati kita siap menerima kebenaran.Namun amat disayangkan sebagian manusia tidak bersedia menerima kebenaran, bahkan menentangnya. Alih-alih menyampaikan perkataan yang logis dan argumentatif, mereka justru membantahnya.Orang-orang kafir itu mengira bisa menentramkan hatinya dengan membantah dan mengingkari kebenaran.Ayat ini menyinggung sifat orang-orang Kafir yang menolak untuk beriman. Mereka tidak bersedia menerima kebenaran, meskipun menyaksikan dan memahaminya. Tampaknya yang bisa membuat mereka tunduk terhadap kebenaran adalah datangnya hukum Allah sebagaimana yang menimpa orang-orang terdahulu atau mereka menyaksikan langsung turunnya azab dari langit menimpanya. Tapi keimanan seperti ini tidak berguna sama sekali, karena keimanan seperti itu timbul dari keterpaksaan dan bukan pilihan.Ayat ini sejatinya memberikan kabar gembira sekaligus peringatan. Disebut kabar gembira, karena Allah Swt akan mengampuni dosa manusia, jika bertaubat atas dosa-doanya. Namun sebaliknya, ayat ini menjadi peringatan bagi orang-orang yang membangkang di hadapan kebenaran. Nasib mereka akan binasa seperti orang-orang terdahulu yang menolak beriman kepada Allah Swt. Meski demikian, orang-orang kafir tidak memperhatikan peringatan tersebut.Melanjutkan ayat sebelumnya, ayat ini menghibur Rasulullah dengan mengatakan, Wahai Rasulullah! Jangan sampai orang-orang Kafir membuatmu berduka, karena kewajiban seorang Nabi hanya memberikan kabar gembira dan peringatan.Sebagian orang memanfaatkan kekuasaannya dari pada beriman kepada Allah Swt. Selain itu, mereka berupaya menolak kebenaran dan menggantinya dengan kebatilan. Menyinggung salah satu cara yang dilakukan para pembangkang dalam menolak kebenaran dengan menghina orang mukmin, al-Quran menjelaskan mengenai hari kiamat dan kebangkitan, serta peringatan mengenai azab api neraka. Orang-orang kafir mempersoalkan semua itu dengan mengatakan bahwa siapa yang datang dari alam akhirat dan mengabarkan berita itu untuk menakut-nakuti kalian dengan azab di dunia ini. Allah memberitahu tentang keingkaran orang-orang kafir pada zaman dahulu dan zaman yang baru terjadi, juga kedustaan orang-orang dahulu terhadap kebenaran yang sudah nyata. Tidak ada sesuatu pun yang menghalangi mereka untuk mengikuti yang demikian itu melainkan permintaan mereka untuk dapat menyaksikan secara langsung adzab yang telah dijanjikan bagimereka, sebagaimana yang mereka katakan kepada Nabi mereka: “Maka jatuhkanlah kepada kami gumpalan dari langit, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Asy-Syu’araa’:187)Kemudian Dia berfirman: illaa an ta’tiyaHum sunnatul awwaliina (“Kecuali [keinginan menanti] datangnya hukum [Allah yang telah berlaku pada] umat-umat yang dahulu.”) Berupa pencengkeraman adzab kepada mereka dan penimpaan siksaan kepada mereka. Au ya’tiyaHumul ‘adzaabu qubulan (“Atau datangnya adzab atas mereka dengan nyata.”) Maksudnya, mereka melihat adzab secara langsung dan kasatmata serta berhadap-hadapan.Lebih lanjut Allah berfirman: wa maa nursilu mursaliina illaa mubasy-syiriina wa mundziriina (“Dan tidaklah Kami mengutus para Rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.”) Yakni, sebelum penimpaan adzab. Mereka menyampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang membenarkan dan beriman kepada mereka, dan memberikan peringatan kepada orang-orang yang mendustakan dan menentang mereka.Setelah itu, Allah Ta’ala menceritakan tentang orang-orang kafir, yang mereka; yujaadiluuna bil baathili liyudhidluu biHii (“Membantah dengan yang bathil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang haq.”) Maksudnya, agar mereka dapat melemahkan kebenaran yang dibawa oleh para Rasul, namun hal itu tidak pernah tercapai.Wat takhidzuu aayaatii wa maa undziruu Huzuwan (“Dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olokan.”) Maksudnya, mereka menjadikan berbagai macam hujjah, bukti dan mukjizat yang diberikan kepada para Rasul itu serta berbagai peringatan akan adanya adzab “Huzuwan” (“Sebagai olok-olokan.”) Maksudnya, sebagian mereka mengolok-olok hal tersebut, dan yang demikian itu merupakan kedustaan yang amat sangat.

AYAT 50-53


TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
 JILIK-4-SURAH KHAFI-
50-53' (Ayat:50-53) "
Peristiwa sujudnya malaikat kepada Nabi Adam as, dan penentangan iblis terhadap perintah ilahi. golongan pengikut iblis yg mana Allah adakan untuk orang-orang itu; tempat kehancuran, sedangkan golongan yang berdosa melihat Neraka sehingga mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya, serta mereka tidak mendapati tempat perlindungan menghadapi hal demikian. Sebagai mana jelas firman allah azawajalla,.' Bismillahir-rahman-nir-rahim'';50. Wa-ith qulna lilmala-ikati osjudoo li-adamafasajadoo illa ibleesa kana mina aljinni fafasaqa AAan amrirabbihi afatattakhithoonahu wathurriyyatahu awliyaa mindoonee wahum lakum AAaduwwun bi/sa lilththalimeenabadalan51. Ma ashhadtuhum khalqa alssamawatiwaal-ardi walakhalqa anfusihim wama kuntu muttakhitha almudilleena AAadudan52. Wayawma yaqoolu nadoo shuraka-iya allatheenazaAAamtum fadaAAawhum falam yastajeeboo lahum wajaAAalna baynahum mawbiqan 53. Waraa almujrimoona alnnarafathannoo annahum muwaqiAAooha walam yajidooAAanha masrifan

 وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآَدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا (50)مَا أَشْهَدْتُهُمْ خَلْقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَا خَلْقَ أَنْفُسِهِمْ وَمَا كُنْتُ مُتَّخِذَ الْمُضِلِّينَ عَضُدًا (51)وَيَوْمَ يَقُولُ نَادُوا شُرَكَائِيَ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ فَدَعَوْهُمْ فَلَمْ يَسْتَجِيبُوا لَهُمْ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمْ مَوْبِقًا (52) وَرَأَى الْمُجْرِمُونَ النَّارَ فَظَنُّوا أَنَّهُمْ مُوَاقِعُوهَا وَلَمْ يَجِدُوا عَنْهَا مَصْرِفًا (53)

 Dengan nama allah yang maha pemurah lagi maha pengasih' Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Rabbnya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu. Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (18: 50)Aku tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri; dan tidaklah Aku mengambil orang-orang yang menyesatkan itu sebagai penolong. (18: 51)Dan ingatlah hari ketika itu Dia berfirman: "Panggilah olehmu sekalian sekutu-sekutu-Ku yang kamu katakan itu". Mereka lalu memanggilnya tetapi sekutu-sekutu itu tidak membalas seruan mereka dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan (neraka). (18: 52)Dan orang-orang berdosa melihat mereka, maka mereka meyakini, bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya dan mereka tidak menemukan tempat berpaling daripadanya. (18: 53) Dari ayat tadi terdapat 6 pelajaran yang dapat dipetik:‎

 1. Manusia lebih mulia dari malaikat. Atas perintah Allah, malaikat sujud kepada manusia. Lalu, mengapa manusia harus mengikuti bujukan rayu iblis yang tidak bersedia sujud kepada nabi Adam as, padahal itu adalah perintah Allah Swt. 2. Iblis diusir dari surga karena tidak bersujud kepada Nabi Adam as. Maka bagaimana Allah Swt bersikap kepada orang yang tidak mendirikan shalat dan tidak bersujud kepada-Nya? 3. pengelolaan alam semesta dilakukan oleh umat manusia 4. Orang-orang berada di jalan Allah Swt tidak akan pernah meminta bantuan dari orang-orang zalim, dan mereka senantiasa menjaga independensinya. 5. Jika kita memohon kepada Allah, maka akan terpenuhi baik di dunia maupun di akhirat. Namun jika kita memohon kepada orang lain, kemungkinan permohonan itu terpenuhi di dunia, namun tidak akan terpenuhi pada Hari Kiamat. 6. Akar kemusyrikan adalah anggapan yang tidak mendasar dan lemah. Manusia yang berakal dan berpengetahuan tidak akan terjatuh pada kemusyrikan. Dari tiga ayat di atas je;las allah azawajalla inggin menceritakan tentang'Peristiwa sujudnya malaikat kepada Nabi Adam as, dan penentangan iblis terhadap perintah ilahi itu dijelaskan dalam beberapa ayat al-Quran, dan masing-masing ayat menekankan masalah tersebut. Ayat ini mengingatkan bahwa manusia jangan menyangka peristiwa yang terjadi sejak permulaan penciptaan itu telah berakhir, karena Iblis senantiasa menggangu manusia.Sebenarnya Iblis bukan golongan malaikat, tapi termasuk kalangan jin. Sebagaimana golongan jin lainnya, iblis secara turun-temurun senantiasa memusuhi umat manusia. Iblis terus-menerus menipu dan membisikan muslihat kepada manusia. Ayat ini memperingatkan manusia untuk waspada atas ajakan iblis. Sejatinya, tidak menaati perintah Allah dan mengikuti ajakan iblis termasuk perbuatan keji dan menzalimi diri sendiri. Ayat 51 ini melanjutkan ayat sebelumnya yang menegaskan penolakan terhadap dugaan tentang wewenang iblis, dengan menyatakan bahwa iblis dan sekutunya tidak berperan sedikitpun dalam penciptaan manusia. Selain itu, iblis juga tidak mengetahui rahasia penciptaan sedikitpun, hingga Allah memberikan kekuatan kepadanya untuk mencampuri urusan di alam semesta ini. Iblis dan pengikutnya adalah makhluk yang lemah dan tidak memiliki pengetahuan. Dengan demikian, mereka tidak bisa membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia. Bahkan sumber seluruh kerusakan dan kekacauan di muka bumi ini akibat tangan-tangan iblis dan pengikutnya yang tidak memiliki tempat di alam semesta ini. Hal ini berbeda dengan malaikat yang diserahi urusan oleh Allah Swt untuk mengatur alam semesta. Melanjutkan ayat sebelumnya, kedua ayat ini menjelaskan bahwa mengikuti ajakan iblis menyebabkan manusia terjerumus perbuatan syirik, dan menjauhkannya dari jalan Allah Swt. Sebagian orang kaya dan penguasa memposisikan diri sebagai tuhan yang disembah oleh orang lain, padahal pada hari kiamat kekuatan dan kekuasaan itu tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri, apalagi orang lain. Pada dasarnya, tidak ada yang bisa menjadi penyelamat pada hari kiamat selain Allah Swt. Dengan demikian di dunia kita tidak boleh mengikuti selain jalan Allah Swt. Karena semua harapan tidak akan terpenuhi, dan tidak ada kedudukan selain neraka jahanan dan kebinasaan bagi mereka. huraian ayat '50'53; ujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam serta sebagai pelaksanaan terhadap perintah Allah, bukan berarti sujud menghambakan diri, karena sujud menghambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.Ada yang mengatakan, bahwa pengecualian di ayat ini adalah pengecualian muttashil (bersambung), dan ada pula yang berpendapat, bahwa pengecualian tersebut adalah pengecualian munqathi’ (terputus). Jika muttashil, maka berarti jin tergolong malaikat, namun jika munqathi’, maka berarti bahwa Iblis adalah nenek moyang jin, dan ia mempunyai keturunan, sedangkan malaikat tidak.Iblis merasa dirinya lebih baik daripada Adam karena dia diciptakan dari api, sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Di mana engkau menaatinya. Ya, buruk sekali orang yang mengambil setan sebagai walinya menggantikan Allah Ar Rahman. Setan mengajaknya kepada perbuatan keji dan jahat, sedangkan Allah memerintahkan berbuat adil dan ihsan. Setang menjanjikannya kemiskinan, sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya, setan mengajaknya keluar dari cahaya kepada kegelapan, sedangkan Allah mengajak keluar dari kegelapan kepada cahaya. Dalam ayat ini terdapat dorongan untuk menjadikan setan sebagai musuh dan menyebutkan alasan mengapa perlu dijadikan musuh, dan bahwa tidak ada yang menjadikan setan sebagai wali(pemimpin)nya selain orang yang zalim. Kezaliman apa yang lebih besar daripada kezaliman orang yang mengambil musuhnya sebagai wali, padahal musuhnya selalu mencari cara untuk menggelincirkannya dan menjatuhkannya.Dan tidak mengajak mereka bermusyawarah. Bahkan Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang sendiri mencipta dan mengatur, serta bertindak terhadapnya dengan hikmah-Nya. Namun mengapa mereka menjadikan setan sebagai sekutu-sekutu bagi Allah, yang mereka taati sebagaimana Allah ditaati, padahal setan-setan itu tidak menciptakan dan tidak hadir ketika Allah menciptakan langit dan bumi serta tidak membantu Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Yakni tidak patut dan tidak layak bagi Allah menyertakan mereka yang suka menyesatkan untuk mengatur alam semesta, karena mereka berusaha menyesatkan manusia dan memusuhi Tuhannya, bahkan yang layak adalah menjauhkan mereka dan tidak mendekatkan.Setelah Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan keadaan orang yang menyekutukan-Nya di dunia dan membatalkan perbuatan syirk, maka Dia memberitahukan keadaan mereka nanti di akhirat bersama para sekutunya, dan Dia berfirman, “Panggillah sekutu-sekutu-Ku yang kamu anggap itu.” Padahal sesungguhnya Allah tidak mempunyai sekutu baik dari langit maupun dari bumi.Yakni yang kamu anggap dapat memberi syafaat, memberi manfaat bagimu dan membebaskan dirimu dari penderitaan dan azab. Di mana mereka semua binasa di dalamnya. Ketika itu terjadilah permusuhan antara para sekutu terhadap para penyembahnya, para sekutu mengingkari mereka (para penyembahnya) dan berlepas diri dari mereka. Pada hari kiamat ketika hisab diselesaikan, setiap kelompok dibedakan sesuai amal mereka, dan azab sudah ditetapkan akan menimpa orang-orang yang berdosa, maka sebelum mereka masuk ke neraka, mereka melihat lebih dulu neraka, hati mereka pun gelisah, dan mereka yakin akan memasukinya dan tidak menemukan tempat berpaling darinya. huraian menurut hadis' Abdurrazaq dan Ibnu jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata,”Sesungguhnya musuh Allah swt Iblis menawarkan dirinya kepada ular,”Aku akan melindungi dirimu dari gangguan Adam dan engkau ada dalam jaminanku jika engkau memasukanku kedalam surga.’ Maka ular itu membawa iblis diantara dua taringnya lalu masuk kedalam surga. Tadinya ular ini berjalan dengan empat kakinya lalu Allah menjadikannya berjalan diatas perutnya.” Ibnu Abbas berkata,”Maka bunuhlah ular dimanapun kalian mendapatkannya. Pendamlah makhluk yang pernah mendapat jaminan dari musuh Allah itu.” (Luqthul Marjan fi Ahkamil Jaan, Imam Suyuthi, edisi terjemahan hal 178)

AYAT 47-49


TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
 JILIK-4-Surat Al-Kahfi:
47-49 Bismillahirahman-nir-rahim

;47. Wayawma nusayyiru aljibala watara al-arda barizatanwahasharnahum falam nughadir minhum ahadan48. WaAAuridoo AAala rabbika saffan laqad ji/tumoonakama khalaqnakum awwala marratin bal zaAAamtum allan najAAalalakum mawAAidan49. WawudiAAa alkitabu fatara almujrimeena mushfiqeenamimma feehi wayaqooloona ya waylatana ma lihathaalkitabi la yughadiru sagheeratan walakabeeratan illa ahsaha wawajadoo ma AAamiloo hadiranwala yathlimu rabbuka ahadan

 وَيَوْمَ نُسَيِّرُ الْجِبَالَ وَتَرَى الْأَرْضَ بَارِزَةً وَحَشَرْنَاهُمْ فَلَمْ نُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا47وَعُرِضُوا عَلَى رَبِّكَ صَفًّا لَقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَاكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّنْ نَجْعَلَ لَكُمْ مَوْعِدًا48وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا49 “

Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka. (QS. 18:47) Dan mereka akan dibawa ke hadapan Rabbmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakanmu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagimu waktu (memenuhi) perjanjian. (QS. 18:48) Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang pun.” (QS. 18:49) (al-Kahfi: 47-49) Allah menceritakan tentang keadaan hari Kiamat yang menyeramkan dan berbagai peristiwa besar yang terjadi pada saat itu. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Pada hari ketika langitbenar-benar bergoncang dari gunung-gunung benar-benar berjalan. ” (QS. At-Thuur: 9-10). Yakni beranjak dari tempatnya masing-masing dan kemudian menghilang.Artinya bahwa Allah memutuskan perkara di antara hamba-hambaNya dan tidak mendzalimi seorangpun dalam putusanNya. Dia memaafkan, mengampuni, merahmati, dan Dia juga memberikan siksa kepada siapa yang Dia kehendaki dengan keadilanNya. Dia mengisi neraka dengan orang-orang kafir dan pelaku maksiat, kemudian Dia menyelamatkan (mengeluarkan) pelaku maksiat (dari neraka) dan mengekalkan orang-orang kafir di dalamnya.

Dialah Yang Maha Adil, tidak melampaui batas, dan tidak menganiaya. Dalam firmanNya yang lain “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (an-Nisa’: 40) dan juga “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah kami sebagai pembuat perhitungan.” (al-Anbiya’: 47). Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah akan mengumpulkan manusia pada hari kiamat (sedang mereka dalam keadaan) telanjang lagi tidak berkhitan, serta hanya membawa dua hal… yaitu perbuatan baik dan perbuatan buruk.” Dan dengan keadilanNya, bahkan diriwayatkan dari ‘Utsman bin Affan: “Hewan tidak bertandukpun akan mengqishash hewan bertanduk. (yang dahulu di dunia pernah menyakiti hewan lain dengan tanduknya)” Dalam al-An’am: 38 disebutkan “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” Imam Tabrani te­lah meriwayatkan dengan sanad seperti yang telah disebutkan di atas sehubungan dengan ayat ini melalui Sa’d ibnu Junadah yang mencerita­kan: “Setelah Rasulullah Saw. selesai dari Perang Hunain, kami turun istirahat di sebuah tempat yang kosong, tiada sesuatu pun yang berarti padanya. Maka Nabi Saw. bersabda, ‘Kumpulkanlah oleh kalian; barang siapa yang menjumpai batang kayu, hendaklah ia mengumpulkannya di tempat ini; dan barang siapa yang menjumpai kayu bakar, hendaklah ia mengumpulkannya di tempat ini; atau (bila menemukan) sesuatu lainnya, hendaklah ia mendatangkannya ke tempat ini.’ Tidak lama kemudian dan dalam waktu yang singkat semua kayu itu telah terkumpulkan menjadi setumpuk kayu yang cukup banyak. Kemu­dian Rasulullah Saw. bersabda: Tidakkah kalian lihat tumpukan kayu ini? Demikian pula dosa-dosa terkumpulkan dalam diri seseorang di antara kalian, seba­gaimana kalian mengumpulkan kayu-kayuan ini. Karena itu, hendaklah seseorang bertakwa kepada Allah; janganlah ia membuat suatu dosa, yang kecil maupun yang besar, karena sesungguhnya dosa-dosa itu dikumpulkan dalam catatan amal­nya ‘.” Oleh karena itu, Allah berfirman: wa taral ardla baarizatan (“Dan kamu akan melihat bumi itu datar.”) Maksudnya, rata dan tampak jelas, tidak ada di dalamnya tanda bagi seseorang dan juga tempat yang dapat menutupi seseorang, tetapi makhluk secara keseluruhan tampak jelas bagi Rabb mereka dan tidak sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Mengenai firman-Nya ini, wa taral ardla baarizatan (“Dan kamu akan melihat bumi itu datar.”) Mujahid dan Qatadah mengatakan: “Tidak ada batu dan semak-semak (hutan) di atas bumi.” Qatadah juga mengemukakan: “Tidak ada bangunan dan juga pepohonan.” Firman-Nya: wa hasyarnaaHum falam nughaadir minHum ahadan (“Dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.”) Maksudnya, Kami kumpulkan orang-orang yang hidup pertama-tama dan (hingga) yang hidup terakhir, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang Kami tinggalkan, baik anak-anak maupun yang sudah tua. Sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Hari Kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk menghadapnya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).” (QS. Huud: 103) Firman-Nya: wa ‘uridluu ‘alaa robbika shaffan (“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Rabbmu dengan berbaris.”) Dimungkinkan maksud penggalan ayat ini adalah bahwa seluruh makhluk berdiri di hadapan Allah Ta’ala dalam satu barisan. Sebagaimana yang difirmankan Allah: “Pada hari ketikaruh dan para Malaikat berdiri dalam barisan, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Rabb Yang Mahapemurah, dan ia mengucapkan kata yang benar.” (QS. An-Naba’: 38). Mungkin juga berarti bahwa mereka berdiri dalam beberapa barisan, sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Dan datanglah Rabbmu, sedang para Malaikat berbaris-baris.” (QS. Al-Fajr: 22) Firman-Nya: laqad ji’tumuunaa kamaa khalaqnaakum awwala marratin (“Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakanmu pada kali yang pertama.” Yang demikian itu merupakan kecaman keras bagi orang-orang yang mengingkari akan adanya hari Kiamat, sekaligus sebagai celaan bagi mereka di hadapan para saksi. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman yang ditujukan kepada mereka: bal za’amtum allan naj’ala lakum mau-‘idan (“Bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagimu waktu [memenuhi] perjanjian.”) Maksudnya, kalian mengira bahwa hal ini tidak akan terjadi kepada kalian dan tidak juga datang. FirmanNya: wa wudli’al kitaabu (“Dan diletakkan kitab.”) Yakni, kitab amal perbuatan yang di dalamnya terdapat perbuatan yang mulia dan perbuatan yang hina, yang kecil dan yang besar. Fa taral mujrimiina musy-fiqiina mimmaa fiiHi (“Lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang [tertulis] di dalamnya.”) Yakni, berupa amal perbuatan mereka yang jahat lagi buruk. Wa yaquuluuna yaa wailatanaa (“Dan mereka berkata: ‘Aduhai celaka kami.’”) Maksudnya, sungguh kami sangat merugi dan kecelakaan bagi kami atas kelengahan kami dalam menjalani masa hidup kami. Maa li Haadzal kitaabi laa yughaadiru shaghiirataw wa laa kabiiratan illaa ah-shaaHaa (“Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar, melainkan ia mencatat semuanya.”) Maksudnya, tidak ada satu dosa pun baik kecil maupun besar yang ditinggalkan dan tidak juga amal perbuatan sekecil apa pun melainkan akan tertulis dan tercatat di dalamnya secara teliti dan terpelihara. Firman-Nya: wa wajaduu maa ‘amiluu haadliran (“Dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada [tertulis].”) Yakni, perbuatan baik maupun buruk. Dengan kata lain, semua yang tersembunyi akan terlihat jelas. Imam Ahmad meriwayatkan, dari Anas bin Malik, dari Nabi, di mana beliau pernah bersabda: “Setiap pengkhianat mempunyai bendera pada hari Kiamat yang dapat dikenali dengannya.” Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab shahih mereka. Firman-Nya: wa laa yadh-limu rabbuka ahadan (“Dan Rabbmu tidak menganiaya seorang pun.”) Maksudnya, Dia akan memberikan keputusan di tengah-tengah hamba-hamba-Nya mengenai amal perbuatan mereka secara keseluruhan dan Dia tidak mendhalimi seorangpun dari makhluk-Nya, bahkan sebaliknya, Dia senantiasa memberi maaf, menghapuskan dosa, memberikan ampunan, menganugerahkan kasih sayang. Dia juga akan mengadzab siapa saja yang Dia kehendaki melalui kekuasaan, hukum dan keadilan-Nya. Dia akan memenuhi neraka itu dengan orang-orang kafir dan orang-orang yang berbuat maksiat, lalu orang-orang yang berbuat maksiat tersebut akan diselamatkan, sedangkan orang-orang kafir akan tetap kekal di dalamnya. Dia adalah Rabb yang Mahabijaksana yang tidak melampaui batas dan tidak pula melakukan kezhaliman. Dia berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang meski sebesar dzarrah pun, dan jika ada kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya.” (QS. An-Nisaa’: 40)

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN