TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK ''
SURAH BAQARAH AYAT 108-113''
BISMILLAH-HIRRAHMAN-NIRRAHIM''
108.‘Am turiiduuna ‘an – tas – ‘aluu Ra – suulakum kamaa su – ‘ila Muusaa min – qabl? Wa many – yata – baddalil- kufra bil – ‘Iimaani faqqad dalla sawaaa – ‘assabiil. 109.Wadda kasiirum – min ‘Ahlil – Kitaabi law yarudduunakum mimba'– di ‘iimaan- ikum kuf- faaran, hasadam min ‘indi ‘anfusihim min – ba' – di maa tabayyana lahumul Haqq. Fa'– fuu was fahuu hataa – ya' – tiyallaahu bi – ‘amrih: ‘in – nallaaha ‘alaa kulli shay – ‘in – Qadiir. 110.Wa ‘aqiimus – Salaata wa ‘aatuz – Zakaah: Wa maa tuqad – dimuu li – ‘anfu – sikum – min khayrin – taji – duuhu ‘indal – laah: ‘in – nallaaha bimaa ta' – maluuna Basiir. 111.Wa qaaluu lany – yad – khu – lal – Jan – nata ‘illaa man – kaana Huudan ‘aw Na – saaraa. Tilka ‘amaaniy – yahum. Qul haatuu burhaanakum ‘in – kuntum saadiqiin. 112.Balaa, man ‘aslama wajha – huu lillaahi wa huwa muhsinun falahuuu ‘ajruhuu ‘inda Rabbih; wa laa khaw fun ‘alayhim wa laa hum yahzanuun 113.Wa qaalatil –Yahuudu laysatin – Nasaaraa ‘alaa shay'in wa qaalatin' Nasaaraa laysatil Yahuudu ‘alaa shay – ‘inw wa hum yatluunal ‘Kitaab. Kazaa – lika Qaalal – laziina laa ya' la – muna mislah qawlihim. Fal – laahu Yahkumu baynahum Yawmal Qiyaamati fi – maa fii kaanuu fiihi yakkhtalifuun.
“Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 108)“Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah: 109) Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah: 110)“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani.” Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkan kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (QS. 2:111) (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2:112) Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan,” dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,” padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengucapkan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.” (QS. 2:113)
Artinya, jika kalian menanyakan perinciannya setelah ayat itu diturunkan, niscaya akan dijelaskan kepada kalian. Dan janganlah kalian menanyakan suatu perkara yang belum terjadi karena boleh jadi perkara itu akan diharamkan akibat adanya pertanyaan tersebut. Oleh karena itu dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang muslim yang paling besar kejahatannya adalah yang menanyakan sesuatu yang tidak diharamkan, kemudian menjadi diharamkan lantaran pertanyaan tadi.” Ketika Rasulullah ditanya mengenai seseorang yang mendapati isterinya bersama laki-laki lain. Jika hal itu ia bicarakan, maka itu adalah suatu aib untuknya. Dan jika ia biarkan, maka pantaskah ia diamkan hal tersebut? Maka Rasulullah tidak menyukai pertanyaan-pertanyaan seperti itu dan mencelanya. Kemudian Allah swt. menurunkan hukum mula’anah (li’an). Oleh karena itu, di dalam kitab Shahihain ditegaskan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah: “Rasulullah melarang banyak bicara dan membicarakan setiap kabar yang didengarnya, menghambur-hamburkan harta, serta banyak bertanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dalam kitab Shahih Muslim diriwayatkan, Rasulullah bersabda: “Biarkanlah masalah-masalah yang tidak aku persoalkan atas kalian. Karena binasanya orang-orang sebelum kalian disebabkan mereka banyak bertanya dan menentang para nabi mareka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu, maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim) Yang demikian itu dikemukakan Rasulullah setelah mereka diberitahukan bahwa Allah Ta’ala mewajibkan ibadah haji kepada mereka, lalu seseorang bertanya: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Maka Rasulullah pun terdiam meskipun telah ditanya sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau pun menjawab: “Tidak, seandainya kujawab, ‘Ya,’ maka akan menjadi suatu kewajiban. Dan jika diwajibkan, niscaya kalian tidak sanggup menunaikannya.” Kemudian beliau bersabda: “Janganlah banyak bertanya kepadaku, laksanakan saja apa yang aku telah ajarkan kepada kalian. Karena binasanya orang-orang sebelum kalian disebabkan mereka banyak bertanya dan menentang pada nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu, maka hindarilah.” Oleh karena itu, Anas bin Malik pernah berkata, “Kami dilarang bertanya kepada Rasulullah mengenai sesuatu. Hal yang menggembirakan kami adalah jika ada seorang dari penduduk pedalaman yang datang dan bertanya kepada beliau dan kami mendengarnya.” Allah Ta’ala mengingatkan hamba-Nya yang beriman, agar tidak menempuh jalan orang kafir dari ahlil kitab. Dia juga memberitahukan mereka tentang permusuhan orang-orang kafir terhadap mereka, baik secara batiniyah maupun lahiriyah. Dan berbagai kedengkian yang menyelimuti mereka terhadap orang mukmin karena mereka mengetahui kelebihan yang dimiliki orang-orang mukmin dan Nabi mereka. selain itu Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berlapang dada dan memberi maaf sampai tiba saatnya Allah memberikan pertolongan dan kemenangan. Juga menyuruh mereka mengerjakan shalat dan menunaikan zakat. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishak dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, Huyay bin Akhtab dan Abu Yasir bin Akhtab merupakan orang Yahudi yang paling dengki terhadap masyarakat Arab, karena Allah telah mengistimewakan mereka dengan mengutus Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw. Selain itu keduanya gigih menghalangi manusi untuk memeluk agama Islam. Berkaitan dengan kedua orang tersebut turunlah ayat: wad da katsiirum min aHlil kitaabi lau yarudduunakum (“Sebagian besar ahlil kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian pada kekafiran setelah kalian beriman.”) Dengan demikian pemberian maaf tersebut dinasakh (dihapuskan) bagi orang-orang musyrik. Hal yang sama dikemukakan oleh Abul Aliyah, ar-Rabi bin Anas, Qatadah, dan as-Suddi, bahwa ayat tersebut mansukh dengan ayat saif (perintah berperang). Hal itu ditunjukkan pula oleh firman-Nya: “Sehingga Allah mendatangkan perintah-Nya.” Rasulullah melaksanakan untuk memberikan maaf seperti yang diperintahkan Allah, sehingga Allah mengizinkan kaum muslimin memerangi mereka. Lalu dengannya Allah membunuh para pemuka kaum Quraisy. Hadits tersebut sanadnya shahih, meskipun aku sendiri tidak mendapatkannya di dalam Kutubus Sittah (enam kitab hadits: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan an-Nasa i), tetapi asalnya terdapat dalam kitab Shahihain, dari Usamah bin Zaid. Sebagaimana firman-Nya: wa maa tuqaddimuu li anfusikum khairin tajiduuHu ‘indallaaHi (“Kebaikan apapun yang kamu lakukan untuk dirimu, maka kamu akan menemukan pahalanya pada sisi Allah.”) mereka juga diperingatkan untuk tidak bermaksiat kepada Allah. Sedangkan mengenai firman-Nya: bashiirun (“Mahamelihat”) lebih lanjut Ibnu Jarir mengatakan, Allah Ta’ala “mubshirun” (melihat), lalu kata itu berubah menjadi “bashiirun” sebagaimana “mubdi’un” (menciptakan) menjadi “bidii’un”dan “mu’limun” (pedih) menjadi “aliimun”. wallaaHu a’lam.
SURAH BAQARAH AYAT 108-113''
BISMILLAH-HIRRAHMAN-NIRRAHIM''
108.‘Am turiiduuna ‘an – tas – ‘aluu Ra – suulakum kamaa su – ‘ila Muusaa min – qabl? Wa many – yata – baddalil- kufra bil – ‘Iimaani faqqad dalla sawaaa – ‘assabiil. 109.Wadda kasiirum – min ‘Ahlil – Kitaabi law yarudduunakum mimba'– di ‘iimaan- ikum kuf- faaran, hasadam min ‘indi ‘anfusihim min – ba' – di maa tabayyana lahumul Haqq. Fa'– fuu was fahuu hataa – ya' – tiyallaahu bi – ‘amrih: ‘in – nallaaha ‘alaa kulli shay – ‘in – Qadiir. 110.Wa ‘aqiimus – Salaata wa ‘aatuz – Zakaah: Wa maa tuqad – dimuu li – ‘anfu – sikum – min khayrin – taji – duuhu ‘indal – laah: ‘in – nallaaha bimaa ta' – maluuna Basiir. 111.Wa qaaluu lany – yad – khu – lal – Jan – nata ‘illaa man – kaana Huudan ‘aw Na – saaraa. Tilka ‘amaaniy – yahum. Qul haatuu burhaanakum ‘in – kuntum saadiqiin. 112.Balaa, man ‘aslama wajha – huu lillaahi wa huwa muhsinun falahuuu ‘ajruhuu ‘inda Rabbih; wa laa khaw fun ‘alayhim wa laa hum yahzanuun 113.Wa qaalatil –Yahuudu laysatin – Nasaaraa ‘alaa shay'in wa qaalatin' Nasaaraa laysatil Yahuudu ‘alaa shay – ‘inw wa hum yatluunal ‘Kitaab. Kazaa – lika Qaalal – laziina laa ya' la – muna mislah qawlihim. Fal – laahu Yahkumu baynahum Yawmal Qiyaamati fi – maa fii kaanuu fiihi yakkhtalifuun.
“Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 108)“Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah: 109) Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah: 110)“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani.” Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkan kebenaranmu jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (QS. 2:111) (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. 2:112) Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan,” dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,” padahal mereka (sama-sama) membaca al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengucapkan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.” (QS. 2:113)
Artinya, jika kalian menanyakan perinciannya setelah ayat itu diturunkan, niscaya akan dijelaskan kepada kalian. Dan janganlah kalian menanyakan suatu perkara yang belum terjadi karena boleh jadi perkara itu akan diharamkan akibat adanya pertanyaan tersebut. Oleh karena itu dalam sebuah hadits shahih Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya orang muslim yang paling besar kejahatannya adalah yang menanyakan sesuatu yang tidak diharamkan, kemudian menjadi diharamkan lantaran pertanyaan tadi.” Ketika Rasulullah ditanya mengenai seseorang yang mendapati isterinya bersama laki-laki lain. Jika hal itu ia bicarakan, maka itu adalah suatu aib untuknya. Dan jika ia biarkan, maka pantaskah ia diamkan hal tersebut? Maka Rasulullah tidak menyukai pertanyaan-pertanyaan seperti itu dan mencelanya. Kemudian Allah swt. menurunkan hukum mula’anah (li’an). Oleh karena itu, di dalam kitab Shahihain ditegaskan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan dari al-Mughirah bin Syu’bah: “Rasulullah melarang banyak bicara dan membicarakan setiap kabar yang didengarnya, menghambur-hamburkan harta, serta banyak bertanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dalam kitab Shahih Muslim diriwayatkan, Rasulullah bersabda: “Biarkanlah masalah-masalah yang tidak aku persoalkan atas kalian. Karena binasanya orang-orang sebelum kalian disebabkan mereka banyak bertanya dan menentang para nabi mareka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu, maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim) Yang demikian itu dikemukakan Rasulullah setelah mereka diberitahukan bahwa Allah Ta’ala mewajibkan ibadah haji kepada mereka, lalu seseorang bertanya: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?” Maka Rasulullah pun terdiam meskipun telah ditanya sebanyak tiga kali. Setelah itu beliau pun menjawab: “Tidak, seandainya kujawab, ‘Ya,’ maka akan menjadi suatu kewajiban. Dan jika diwajibkan, niscaya kalian tidak sanggup menunaikannya.” Kemudian beliau bersabda: “Janganlah banyak bertanya kepadaku, laksanakan saja apa yang aku telah ajarkan kepada kalian. Karena binasanya orang-orang sebelum kalian disebabkan mereka banyak bertanya dan menentang pada nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu, maka hindarilah.” Oleh karena itu, Anas bin Malik pernah berkata, “Kami dilarang bertanya kepada Rasulullah mengenai sesuatu. Hal yang menggembirakan kami adalah jika ada seorang dari penduduk pedalaman yang datang dan bertanya kepada beliau dan kami mendengarnya.” Allah Ta’ala mengingatkan hamba-Nya yang beriman, agar tidak menempuh jalan orang kafir dari ahlil kitab. Dia juga memberitahukan mereka tentang permusuhan orang-orang kafir terhadap mereka, baik secara batiniyah maupun lahiriyah. Dan berbagai kedengkian yang menyelimuti mereka terhadap orang mukmin karena mereka mengetahui kelebihan yang dimiliki orang-orang mukmin dan Nabi mereka. selain itu Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berlapang dada dan memberi maaf sampai tiba saatnya Allah memberikan pertolongan dan kemenangan. Juga menyuruh mereka mengerjakan shalat dan menunaikan zakat. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishak dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, Huyay bin Akhtab dan Abu Yasir bin Akhtab merupakan orang Yahudi yang paling dengki terhadap masyarakat Arab, karena Allah telah mengistimewakan mereka dengan mengutus Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw. Selain itu keduanya gigih menghalangi manusi untuk memeluk agama Islam. Berkaitan dengan kedua orang tersebut turunlah ayat: wad da katsiirum min aHlil kitaabi lau yarudduunakum (“Sebagian besar ahlil kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian pada kekafiran setelah kalian beriman.”) Dengan demikian pemberian maaf tersebut dinasakh (dihapuskan) bagi orang-orang musyrik. Hal yang sama dikemukakan oleh Abul Aliyah, ar-Rabi bin Anas, Qatadah, dan as-Suddi, bahwa ayat tersebut mansukh dengan ayat saif (perintah berperang). Hal itu ditunjukkan pula oleh firman-Nya: “Sehingga Allah mendatangkan perintah-Nya.” Rasulullah melaksanakan untuk memberikan maaf seperti yang diperintahkan Allah, sehingga Allah mengizinkan kaum muslimin memerangi mereka. Lalu dengannya Allah membunuh para pemuka kaum Quraisy. Hadits tersebut sanadnya shahih, meskipun aku sendiri tidak mendapatkannya di dalam Kutubus Sittah (enam kitab hadits: Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah, dan Sunan an-Nasa i), tetapi asalnya terdapat dalam kitab Shahihain, dari Usamah bin Zaid. Sebagaimana firman-Nya: wa maa tuqaddimuu li anfusikum khairin tajiduuHu ‘indallaaHi (“Kebaikan apapun yang kamu lakukan untuk dirimu, maka kamu akan menemukan pahalanya pada sisi Allah.”) mereka juga diperingatkan untuk tidak bermaksiat kepada Allah. Sedangkan mengenai firman-Nya: bashiirun (“Mahamelihat”) lebih lanjut Ibnu Jarir mengatakan, Allah Ta’ala “mubshirun” (melihat), lalu kata itu berubah menjadi “bashiirun” sebagaimana “mubdi’un” (menciptakan) menjadi “bidii’un”dan “mu’limun” (pedih) menjadi “aliimun”. wallaaHu a’lam.