Khamis, 25 Januari 2018

ayat 7 ali imran

tafsir quran dan hadis tabaruk,
Quran, Surah Al-i'Imran, Ayat 7
  • Huwal lazi anzala 'alaikal kita_ba minhu a_ya_tum muhkama_tun hunna ummul kita_bi wa ukharu mutasya_biha_t(un), fa ammal lazina fi qulu_bihim zaigun fa yattabi'u_na ma_ tasya_baha minhubtiga_'a ta'wilih(i), wa ma_ ya'lamu ta'wilahu_ illalla_h(u), war ra_sikhu_na fil 'ilmi yaqu_lu_na a_manna_ bih(i), kullum min'indi rabbina_, wa ma_ yazzakaru illa_ ulul alba_b(i).


هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
   
         Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dariAyat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang jelas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah. Yang dirujuk ketika terjadi kesamaran dan mengembalikan kepadanya paham yang menyelisihinya, atau maksudnya bisa juga "Yang dijadikan pegangan dalam hukum". Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat:

     ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali setelah diteliti secara mendalam atau dipadukan dengan ayat yang muhkamat; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib misalnya ayat-ayat mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain. Ada pula yang menggolongan beberapa huruf di awal surat sebagai mutasyabihat, seperti alif laam miim, dsb. wallahu a'lam. Orang-orang yang berpenyakit hati karena niatnya yang buruk berusaha mencari ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan syubhat di tengah manusia agar dapat menyesatkan mereka, di samping itu, mereka menta'wil ayat-ayat mutasyabihat untuk menguatkan pemahaman mereka yang batil.
      Jumhur (mayoritas) mufassir mewaqfkan (memberhentikan) sampai ayat ini, namun yang lain menyambung dengan kata-kata "wa raasikhuun…dst." Kedua-duanya masih mengandung kemungkinan benar, jika maksud "ta'wil" di sini adalah mengetahui hakikatnya, maka yang benar adalah waqf sampai "illallah", karena yang mengetahui hakikatnya adalah Allah saja. Misalnya hakikat sifat Allah, hakikat sifat-sifat yang terjadi pada hari akhir dsb. Hal ini, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah, tidak boleh bagi seseorang memberanikan diri mengkaifiyatkannya. Oleh karena itu, Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang firman Alllah "Ar Rahmaanu 'alal 'arsyis tawaa" (Allah bersemayam di atas 'Arsy) bagaimana bersemayam-Nya?" Maka ia menjawab, "Bersemayam adalah kata yang sudah diketahui, bagaimananya adalah majhul (tidak diketahui), mengimaninya wajib dan menanyakannya bid'ah." Demikianlah yang harus dikatakan dalam ayat-ayat sifat, yakni bahwa sifat tersebut diketahui, namun kaifiyatnya majhul.

    Orang-orang yang ilmunya mendalam, mengimaninya dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah. Oleh karena semua ayat tersebut berasal dari sisi Allah, maka tidak akan terjadi pertentangan, bahkan isinya sama, yang satu dengan yang lain saling membenarkan dan menguatkan. Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat memahami dan mengerti maknanya secara benar. sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang Allah memberitahukan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat muhkamaat (jamak dari muhkam) yang semuanya merupakan pokok-pokok al-Qur’an.
      Yaitu ayat-ayat yang jelas dan terang pengertiannya, yang tidak ada kesamaran bagi siapa pun. Selain itu ada ayat-ayat lainnya (mutasyaabihaat – jamak dari mutasyaabih), yaitu ayat-ayat yang di dalamnya terdapat kesamaran pengertian bagi kebanyakan atau sebagian orang. Maka barangsiapa mengembalikan yang samar itu kepada yang jelas dari al-Qur’an, serta menjadikan ayat yang muhkam sebagai penentu bagi yang mutasyaabih, berarti dia telah mendapatkan petunjuk. Dan barangsiapa melakukan hal yang sebaliknya, maka dia pun akan memetik akibat yang sebaliknya. Oleh karena itu Allah berfirman, “Itulah pokok pokok isi al-Qur’an. “Yaitu pokok yang menjadi rujukan ketika menemukan kesamaran. “Dan yang lain adalah (ayat-ayat) mutasyaabihaat. ” Di mana kandungan yang dimaksud oleh ayat yang mutasyaabihaat ini sesuai dengan makna yang ada pada ayat yang muhkam, sebab terkadang kesamarannya itu dari segi lafazh dan susunannya saja, bukan dari segi maknanya.
   
     Para ulama telah berbeda pendapat mengenai pengertian ayat-ayat muhkamaat dan ayat-ayat mutasyaabihaat ini. Banyak ungkapan mengenai hal ini yang diriwayatkan dari para ulama Salaf. ‘Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat-ayat muhkamaat itu adalah ayat-ayat yang menasakh, ayat-ayat mengenai halal dan haram, huduud (hukuman), hukum-hukum, apa yang diperintahkan dan apa yang harus dikerjakan. Dan dikatakan pula mengenai ayat-ayat mutasyaabihaat; yaitu yang dinasakh, didahulukan, diakhirkan, perumpamaan-perumpamaan, sumpah, dan apa yang harus dipercayai tetapi bukan hal yang diamalkan. Ada juga yang berpendapat bahwa ayat mutasyaabihaat adalah huruf-huruf yang terpotong di awal-awal surat.
      Demikian pendapat yang dikemukakan oleh Muqatil bin Hayyan. Dengan demikian, ayat-ayat mutasyaabihaat adalah lawan dari ayat-ayat muhkamaat. Dan pendapat yang paling baik adalah yang akan segera kami kemukakan, yaitu yang diungkapkan oleh Muhammad bin Ishaq bin Yasar ketika dia mengatakan, “Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat,” maka ayat-ayat muhkamaat itu adalah hujjah Allah, pegangan bagi hamba, dan penolak bantahan yang bathil. Ayat-ayat yang tidak mengenal tashrif (penyimpangan) dan tahrif (perubahan) dari apa yang telah ditetapkan atasnya. Lebih lanjut, Muhammad bin Ishaq bin Yasar berkata, “Ayat-ayat mutasyaabihaat dalam hal kebenaran itu tidak boleh ada tashrif, tahrif dan takwil di dalamnya.
     Dengan ini Allah menguji hamba-hamba-Nya sebagaimana Dia telah menguji mereka dalam masalah halal dan haram. Agar dengan demikian, benar-benar ayat-ayat tersebut tidak disimpangkan kepada (sesuatu) yang bathil dan tidak pula dirubah dari kebenaran.dari ayat ini jelas bahawa ayat ayat muhkamaat menjadi hujah hujah ulamat tafsir dan para daie daie di seluruh dunia agar mereka dapat menyampaikan dengan pengertian yang sebenar benar yang di maksut kan dalam ayat tersebut .,,. ayat ayat kesamaran ini jua sebagai mana menyebut cahaya di atas cahaya allah bersemayam di atas aras nya ,sebagai mana dalam surah israq dan surah an-nur yang mana allah berfirman .Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),sebagai mana ayat allah berupa cahaya ayat allah bersemayam di atas aras jua menjadi hujah dan perbincangan para fucorak dan ulamak tafsir agar bersesuaian dengan kehendak dan ada yang mentafsir dengan keingginan allah ,. Ayat ini wajib ditafsirkan dengan selain bersemayam, duduk dan semacamnya. Bahkan orang yang meyakini demikian hukumnya kafir. Berarti ayat ini tidak boleh diambil secara zhahirnya tetapi harus dipahami dengan makna yang tepat dan dapat diterima oleh akal. Bisa dikatakan bahwa makna lafazh istiwa’ di sini adalah al Qahr, menundukkan dan menguasai. Dalam bahasa Arab dikatakan : استوى فلان على الممالك Jika dia berhasil menguasai kerajaan, memegang kendali segala urusan dan menundukkan orang, seperti dalam sebuah bait syair : قَدْ اسْتَوَى ِبشْرٌ عَلَى الْعِرَاقِ مِنْ غَيْرِ سَيْفٍ وَدَمٍّ مهْرَاقِ “Bisyr telah menguasai Irak, tanpa senjata dan pertumpahan darah“. Sedangkan faedah disebutkannya ‘arsy secara khusus adalah bahwa ‘arsy merupakan makhluk Allah yang paling besar bentuk dan ukurannya. Ini berarti tentunya makhlukmakhluk yang lebih kecil dari ‘arsy termasuk di dalamnya.

    Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah mengatakan : إنّ الله خلق العرش إظهارا لقدرته ولم يتّخذه مكانا لذاته “Sesungguhnya Allah menciptakan ‘arsy (makhluk Allah SWT yang paling besar) untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya“. Diriwayatkan oleh AbuManshur at-Tamimi, seorang imam serta pakar hadits, fiqhdan bahasa dalam kitabnya at-Tabshirah.Ayat ini juga boleh ditafsirkan bahwa “Allah SWT memilikisifat istiwa’ yang diketahui oleh-Nya, disertai keyakinanbahwa Allah SWT maha suci dari istiwa’-nya makhluk yangbermakna duduk, bersemayam dan semacamnya”.tujuh ayat Al-Quran, yaitu Surat Al-A’raf: 54, Yunus: 3, Ar-Ra’d: 2, Al-Furqan: 59, As-Sajdah: 4 dan Al-Hadid: 4, semuanya dengan lafazh: ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ Artinya: “Kemudian Dia berada di atas ‘Arsy (singgasana).” Dan dalam Surat Thaha 5 dengan lafazh: الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى Artinya: “Yang Maha Penyayang di atas ‘Arsy (singgasana) berada.” Ketahuilah bahwa harus diwaspadai orang-orang yang menyandangkan sifat duduk dan bersemayam di atas ‘arsy. dalam ayat ini allah menjelas kan tentang cahaya allah dan nur muhamat dalam bentuk contek cahaya allah, sebagai mana jelas bahawa banyak para daie dan tabien dan ulamak tafsir mentafsir mengikut apa yang bersesuaiyan dengan apa yang mereka ingginkan dan tak kurang jua yang mentafsir mengikut apa yang sebenar benar nya allah inggin sampai kan .,., sebagai mana jelas rasulullah dalam hadis Imam Ahmad meriwayatkan, Abu Kamil telah menceritakan kepada kami, Hammad menceritakan kepada kami, dari Abu Ghalib, di mana ia berkata, aku pernah mendengar Abu Umamah menyampaikan sebuah hadits dari Nabi, mengenai firman Allah Ta’ala, “Adapun orang-orang yang di dalam hatinya cenderung kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian dari ayat-ayat yang mutasyaabihaat,” beliau mengatakan: “Mereka itulah golongan Khawarij.” Dan juga mengenai firman-Nya, “Pada hari yang pada waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali-‘Imran: 106) Beliau mengatakan: “Mereka (muka yang hitam muram) itulah golongan Khawarij.”

    Dan di antarapara qurra’ ada yang berpendapat bahwa waqaf itu pada kata “war raasikhuuna fil ‘ilmi”. Pendapat mereka ini diikuti oleh banyak ahli tafsir dan ahli ilmu ushuulul fiqh. Mereka mengatakan: “Suatu percakapan yang tidak dapat difahami adalah hal yang tidak mungkin.” Ibnu Abi Najih telah meriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas, bahwa is berkata: “Aku termasuk salah seorang yang mendalami ilmu (raa-sikhun) yang mengetahui takwilnya.” Dan orang-orang yang mendalami ilmu (raasikhuun) mengatakan: “Kami beriman kepadanya.” Kemudian mereka mengembalikan takwil ayat-ayat mutasyaabihaat kepada apa yang mereka ketahui dari takwil ayat-ayat muhkamaat yang mana tidak ada seorang pun yang mentakwil kecuali takwil yang sama. Maka dengan pendapat mereka, serasilah seluruh isi al-Qur’an yang mana sebagian ayat membenarkan sebagian lainnya. Dengan demikian, hujjah menjadi tegak berdiri dan alasan pun tidak bisa diterima, sedang kebathilan tersingkir, dan kekufuran pun tertolak. Dalam sebuah hadits, Rasulullah pernah mendo’akan Ibnu ‘Abbas: “Ya Allah, berikanlah pemahaman kepadanya mengenai masalah agama dan ajarkanlah takwil (tafsir) kepadanya.” (Diriwayatkan Imam oleh al-Bukhari dalam kitab Fadhaailush Shahaabah, dan diriwayatkn pula oleh Imam Ahmad). Di antara para ulama ada yang memberikan uraian rinci mengenai hal ini. Mereka mengatakan: “Takwil itu mengandung pengertian umum, sedangkan di dalam al-Qur’an mengandung dua makna. Salah satunya ialah takwil yang berarti hakikat sesuatu dan apa yang permasalahannya dikembalikan kepadanya,

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN