Jumaat, 31 Ogos 2018

AYAT 48



TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK.,
SURAH HUD 48
BIS'MIL'LAHI'RAHMA'NIRAHIM'
Qeela yaa Noohuh bit bisalaamim minnaa wa barakaatin 'alaika wa 'alaaa umamim mimmam ma'ak; wa umamun sanumatti'uhum summa yamassuhum minaa 'azaabun aleem

{قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ (48) }

Difirmankan, "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami.”

Allah Swt. menceritakan firman-Nya kepada Nuh a.s. ketika bahteranya telah berlabuh di atas Bukit Al-Judi, yaitu ucapan kesejahteraan yang ditujukan kepadanya, kepada orang-orang mukmin yang bersamanya, dan kepada seluruh orang mukmin dari kalangan keturunannya sampai hari kiamat. Seperti yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka'b, bahwa termasuk ke dalam ucapan sejahtera (salam) ini setiap orang mukmin —baik laki-laki maupun perempuan— sampai hari kiamat nanti. Demikian pula mengenai azab dan kesenangan sementara, ditujukan kepada setiap orang kafir laki-laki dan perempuan sampai hari kiamat nanti.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Allah bermaksud menghentikan banjir besar, Dia mengirimkan angin ke atas permukaan bumi. Maka air pun berhenti, dan semua sumber air di bumi yang berlimpah lagi besar tertutup, begitu pula semua pintu langit (yakni hujannya). Allah Swt. berfirman: وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ Dan difirmankan, "Hai bumi, telanlah airmu.” (Hud: 44), hingga akhir ayat. Maka air pun mulai berkurang dan menyurut serta mengering. Menurut dugaan Ahli Kitab Taurat, berlabuhnya bahtera Nabi Nuh di atas Bukit Al-Judi adalah pada bulan tujuh tanggal tujuh belasnya. Dan pada permulaan bulan kesepuluh Nuh a.s. melihat puncak-puncak bukit. Setelah berlalu empat puluh hari, Nuh membuka pintu bahteranya, lalu ia mengirimkan burung gagak untuk melihat keadaan air, tetapi burung gagak tidak kembali lagi. Lalu Nuh mengirimkan burung merpati, dan burung merpati itu kembali lagi kepadanya karena tidak menemukan daratan untuk tempat hinggapnya. Maka Nabi Nuh mengulurkan tangannya kepada merpati itu dan menangkapnya, lalu memasukkannya kembali kedalam bahtera. Kemudian berlalulah tujuh hari, dan Nuh kembali mengirimkan burung merpati untuk melihat keadaan daratan. Merpati itu kembali kepadanya pada sore harinya, sedangkan di paruhnya terdapat daun pohon zaitun. Maka Nuh mengetahui bahwa air telah menyurut dari permukaan bumi Nuh tinggal selama tujuh hari lagi, kemudian ia kembali mengirimkan burung merpati itu, dan ternyata burung merpati itu tidak kembali, maka Nuh mengetahui bahwa daratan telah muncul. Setelah genap satu tahun sejak Allah mengirimkan banjir besar hingga Nuh mengirimkan burung merpati dan pada tanggal satu bulan pertama dari tahun berikutnya daratan telah tampak, maka Nuh membuka penutup bahteranya. Dan pada bulan yang kedua dari tahun berikutnya, yaitu pada tanggal dua puluh enamnya: قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلامٍ مِنَّا Difirmankan, "Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera.” (Hud: 48), hingga akhir ayat.

AYAT 45-47

TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK''
Hud, ayat 45-47
BISMILLAHIRAHMANIRAHIM''
Wa naadaa noohur Rabbahoo faqaala Rabbi innabnee min ahlee wa inna wa'dakal haqqu wa Anta ahkamul haakimeen Qaala yaa Noohu innahoo laisa min ahlika innahoo 'amalun ghairu saalihin falaa tas'alni maa laisa laka bihee 'ilmun inneee a'izuka an takoona minal jaahileen Qaala rabbi inneee a'oozu bika an as'alaka maa laisa lee bihee 'ilmunw wa illaa taghfir lee wa tarhamneee akum minal khaasireen

 {وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ (45) قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (46) قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ (47) }

    Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya.” Allah berfirman, "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”

 Nuh berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya) Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” Sebuah permintaan yang penuh dengan rasa berserah diri dan kejujuran dari Nuh a.s. tentang keadaan anaknya yang ditenggelamkan: {فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي} Nuh berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku."

(Hud: 45) Maksudnya, sedangkan Engkau telah menjanjikan kepadaku keselamatan seluruh keluargaku, dan janji-Mu adalah benar, tidak akan diingkari; maka mengapa Engkau menenggelamkannya. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya. {قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ} Allah berfirman, "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu." (Hud: 46) yang telah Aku janjikan keselamatan mereka, karena sesungguhnya Aku hanya menjanjikan kepadamu keselamatan orang-orang yang beriman saja dari kalangan keluargamu.

Karena itulah dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya: {وَأَهْلَكَ إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ} dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. (Hud: 40 ; Al-Mu’minun: 27) Putra Nabi Nuh itu termasuk di antara mereka yang telah ditakdirkan harus ditenggelamkan karena kekafirannya dan menentang perintah ayahnya sebagai Nabi Allah. Banyak dari kalangan para imam yang me-nas-kan kekeliruan orang yang berpendapat bahwa anak yang ditenggelamkan tersebut bukanlah putranya, dalam tafsir ayat ini.

Dan ia mengatakan bahwa anak tersebut adalah anak zina. Dan menurut pendapat yang lainnya lagi, anak yang ditenggelamkan tersebut adalah anak istri Nabi Nuh, yaitu anak tirinya. Demikianlah menurut riwayat yang bersumberkan dari Mujahid, Al-Hasan, Ubaid ibnu Umair, Abu Ja'far Al-Baqir, dan Ibnu Juraij. Sebagian dari mereka berdalilkan kepada firman Allah Swt. yang mengatakan: {إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ} sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. (Hud: 46) {فَخَانَتَاهمُا} lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10) Di antara orang yang mengatakan pendapat tersebut adalah Al-Hasan Al-Basri yang berdalilkan kepada kedua ayat di atas. Sebagian dari mereka mengatakan anak istrinya, yakni anak tiri Nuh a.s. Pendapat ini dapat diartikan sependapat dengan apa yang dimaksudkan oleh Al-Hasan; atau dia bermaksud bahwa anak tersebut dinisbatkan kepada Nuh a.s. secara majaz, karena anak tersebut dipelihara di rumah Nuh a.s. Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf mengatakan bahwa tidak ada seorang istri nabi yang berbuat zina.

Mengenai firman-Nya yang mengatakan: {إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ} sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu. (Hud: 46) yang telah Aku janjikan kepadamu keselamatan mereka. Pendapat Ibnu Abbas dalam tafsir ayat ini adalah benar, dan tidak ada jalan untuk menghindar darinya. Karena sesungguhnya Allah Swt. sangat pencemburu dan tidak akan mungkin Dia biarkan ada seorang istri nabi yang berbuat zina. Karena itulah Allah Swt. sangat murka terhadap orang-orang yang menuduh hal yang tidak senonoh terhadap Ummul Mu’minin Siti Aisyah putri Abu Bakar As-Siddiq, istri Nabi Saw.

Dan Dia mengingkari orang-orang mukmin yang mempergunjingkan hal ini serta menyiarkannya. Untuk itulah disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya: {إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ} Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, tetapi hal itu mengandung kebaikan bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka men­dapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar. (An-Nur: 11) sampai dengan firman-Nya: {إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ} (Ingatlah) di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikit juga, dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja.

Padahal dia pada sisi Allah adalah besar. (An-Nur: 15) Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah dan lain-lainnya, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa anak itu memang anaknya, hanya dia bertentangan dengan ayahnya dalam hal amal dan niat (akidah). Dalam sebagian qiraatnya Ikrimah mengatakan bahwa sesungguhnya anak itu telah melakukan suatu perbuatan yang tidak baik, dan perbuatan khianat (seperti yang disebutkan di atas) bukanlah pada tempatnya. Telah disebutkan pula di dalam hadis bahwa Rasulullah Saw. membacanya dengan bacaan tersebut. قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشَب، عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ، سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ: "إِنَّهُ عَمِلَ غَيْرَ صَالِح"، وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ : {يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا} وَلَا يُبَالِي {إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ} Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. membacakan ayat ini dengan bacaan berikut: Sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik.

(Hud: 46) Ia pernah pula mendengar Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. (Az-Zumar: 53) Yakni tanpa mempedulikannya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Az-Zumar: 53) قَالَ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا وَكِيع، حَدَّثَنَا هَارُونُ النَّحْوِيُّ، عَنْ ثَابِتٍ البُنَاني، عَنْ شَهْر بْنِ حَوْشَب، عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ قَرَأَهَا: "إِنَّهُ عَمِل غَيْرَ صَالِح" Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Harun An-Nahwi, dari Sabit Al-Bannani, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah Saw. membacanya dengan bacaan berikut: Sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik. (Hud: 46) Imam Ahmad mengulangi pula riwayat ini dalam kitab Musnad-nya. Ummu Salamah adalah Ummul Mu’minin, tetapi menurut makna lahiriahnya —hanya Allah yang lebih mengetahui— dia adalah Asma binti Yazid, karena Asma binti Yazid pun dijuluki dengan nama panggilan itu (yakni Ummu Salamah). Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Ibnu Uyaynah, dari Musa ibnu Abu Aisyah, dari Sulaiman ibnu Qubbah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas ketika berada di sisi Ka'bah ditanya mengenai firman Allah Swt.: lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya. (At-Tahrim: 10) Maka Ibnu Abbas menjawab, "Ingatlah, sesungguhnya bukan karena zina, melainkan si istri tersebut menceritakan kepada orang-orang bahwa suaminya gila." Dan hal ini tentu saja menunjukkan kepada pengertian perbuatan khianat. Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: sesungguhnya perbuatannya perbuatan yang tidak baik. (Hud: 46) Ibnu Uyaynah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ammar Az-Zahabi, bahwa ia pernah bertanya kepada Sa'id ibnu Jubair mengenai hal tersebut. Maka Sa'id ibnu Jubair menjawab bahwa dia memang anak Nabi Nuh, Allah tidak pernah berdusta. Allah Swt. telah berfirman: {وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ} Dan Nuh berseru memanggil anaknya. (Hud: 42) Sebagian ulama mengatakan bahwa tiada seorang istri nabi yang berbuat fasik. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Ad-Dahhak, Maimun ibnu Mahran, dan Sabit ibnul Hajjaj. Pendapat inilah yang dipilih oleh Abu Ja'far ibnu Jarir, dan pendapat inilah yang benar, tidak diragukan lagi.

AYAT 44

TAFSIR QUIRAN DAN HADIS TABARUK'
SURAH HUD 44
BISMILLAHIRAHMANIRAHIM''

Wa qeela yaaa ardubla'ee maaa'aki wa yaa samaaa'u aqi'ee wa gheedal maaa'u wa qudiyal amru wastawat 'alal joodiyyi wa qeela bu'dal lilqawmiz zaalimee “Dan difirmankan: ‘Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,’ dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judiy, dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang dhalim.’” (QS. 11:44)

 Allah memberi kabar, bahwa sesungguhnya ketika Allah menenggelamkan penduduk bumi seluruhnya kecuali orang-orang yang berada dalam perahu, Allah memerintahkan bumi untuk menelan airnya yang bersumber darinya dan berkumpul di atasnya, serta Allah memerintahkan langit untuk menahan hujan, wa ghiidlal maa-u (“Dan air pun disurutkan,”) maksudnya mulai berkurang. Wa qudliyal amru (“Perintah pun diselesaikan,”) maksudnya bersihlah penduduk bumi dari orang-orang yang kafir kepada Allah, rumah-rumah mereka pun tidak tersisa sama sekali.

Wastawat (“Dan bahtera itu pun berlabuh,”) perahu dengan orang-orang yang ada di dalamnya, ‘alal juudiy (“Di atas bukit Judiy.”) Mujahid berkata: “Yaitu suatu gunung yang berada di al Jazirah (Arabia) yang gunung-gunungnya sangat tinggi sehingga pada waktu itu tidak tenggelam dan gunung itu tunduk kepada Allah, maka ia tidak tenggelam dan perahu Nuh as. berlabuh di atasnya. Dan Qatadah berkata: “Perahu itu berada di gunung tersebut selama satu bulan, kemudian mereka turun darinya.” Qatadah berkata: “Allah telah mengabadikan perahu Nuh as. di atas gunung Judiy di bumi al Jazirah sebagai pelajaran dan suatu pertanda sehingga umat-umat pertama dari umat ini melihat, bahwa berapa banyak perahu-perahu sesudahnya telah rusak dan telah menjadi tanah. Al Jazirah ialah, sebuah kota di Irak, gunung Judiy terletak di dekat daerah Mosul, di dekat sungai Dajlah.

 Dan firman-Nya: wa qiila bu’dal lil qaumidh dhaalimiin (“Dan dikatakan: ‘Binasalah orang-orang yang dhalim.’”) Maksudnya kebinasaan, kerugian dan jauhnya diri dari rahmat Allah menimpa mereka, karena sesungguhnya mereka akhirnya telah binasa dan tidak tersisa sama sekali. Ayat ini menunjukkan perbuatan ALLAH mengarahkan bumi dan langit untuk surutkan banjir yang berlaku pada zaman Nabi Nuh. Ini menunjukkan kehebatan dan keagungan ALLAH sebagai Pentadbir Hakiki bagi bumi dan langit sedangkan kekufuran manusia itu tidak sedikit pun menggugah kebesaran ALLAH. Justeru, jika kita melihat kepada teks ayat tersebut menyebut perbuatan ALLAH yang mengarahkan bumi dan langit; dan bukan dalam bentuk doa. Timbul persoalan; Apakah dibenarkan dalam hukum syarak bertabarruk dan bertawassul dalam doa kepada ALLAH dengan ayat ini yang meminta agar dipulihkan banjir di beberapa tempat dalam negara? Kami tidak pasti perihal kemujaraban ayat ini dalam isu banjir.

 Tetapi sifat al-Quran itu sebagai syifa atau penyembuh tidak dapat dinafikan, sama ada yang disembuhkan itu penyakit nurani atau jasmani. Termaktub dalam kitab ulama, antaranya yang dicatat oleh Imam Ibn Muflih Al-Hanbali RHM dalam Al-Adab Al-Syar'iyyah (2/457), bahawa Syeikh Taqiuddin Ibn Taimiyyah RHM menulis ayat tersebut pada dahi orang yang terkena penyakit hidup berdarah sebagai rukyah dan tabarruk dengan ayat al-Quran dalam rawatan jasmani. Selain itu, Imam Al-Nawawi RHM ada menulis dalam kitabnya, Al-Adzkar (ms 182), satu bab yang bertajuk Apa yang perlu seseorang itu baca ketika hujan turun dengan terlalu banyak sehingga ditakuti berlakunya mudarat. Beliau menyebut satu riwayat daripada Anas bin Malik RA bahawa seorang lelaki mengadu kepada Rasulullah SAW perihal kemarau yang mereka alami sehingga rosaklah harta dan jalan. Lalu Baginda SAW yang ketika itu sedang berkhutbah lantas berdoa dan hujan pun turun dengan lebat. Apabila hujan turun dengan begitu lebat sehingga seminggu tidak nampak matahari, maka datang kembali lelaki tadi dan meminta doa daripada Rasulullah SAW agar ALLAH menghentikan hujan kerana harta dan jalan. Maka Rasulullah SAW berdoa: "Ya ALLAH! (Kami bermohon agar hujan hanya) mengelilingi kami dan bukannya menimpa ke atas kami. Ya ALLAH! (alihkan ia) ke tempat-tempat tinggi, gunung ganang dan bukit bukau, perut-perut lembah, dan tempat tumbuhnya pokok-pokok." (Riwayat Bukhari no 1014) Berhentilah hujan dan keluarlah matahari. Sebahagian ulama menulis faedah doa ini bahawa secara adabnya kita berdoa agar ALLAH mengalihkan hujan ini ke tempat lain kerana hujan itu membawa rahmat dan keberkatan. Sememangnya memperbanyakkan doa ketika musibah itu adalah amalan yang dituntut syarak. Tidak salah untuk berdoa kepada ALLAH dengan bertawassul dan bertabarruk dengan ayat al-Quran termasuklah ayat yang dinyatakan di atas. Namun daripada sudut keutamaan, kami menggalakkan agar masyarakat melazimi jua doa-doa yang warid daripada al-Quran dan hadis Rasulullah SAW yang berkat dan mujarab.

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN