TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
Quran, Surah Al-i'Imran, Ayat 22
Ula_'ikal lazina habitat a'ma_luhum fid dunya_ wal a_khirah(ti),
wa ma_ lahum min na_sirin(a). 3:23
(22) Bagaimana hal mereka (kelak) apabila kami kumpulkan mereka pada hari yang tidak diragu-ragukan lagi padanya, dan disempurnakan bagi tiap tiap seorang apa yang apa apa yg di kerjakanya dan apa yang mereka usahakan, padahal mereka tidak akan dianiaya ?
dari ayat 22 ali-imran ini allah menjelaskan bbahawa apa apa amalan yang di lakukan seorang insan tampa ilmu tampa guru tampa tampa keiklasan hanya akan mengundang kesia siaanya sebbagai mana perbuatan perbuatan yang pada azalinya nampak ibbadah namun hakikat nya adalah perbuatan yang sia sia ,.,. jelas rasulullah saw jelaskan ;
“Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (QS. Al Furqan : 23)
Diriwayatkan dari Ummul-Mu’minin, Ummu ‘Abdillah, ‘Aisyah x ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barangsiapa yang menciptakan hal baru dalam perkara (ibadah) yang tidak ada dasar hukumnya, maka ia ditolak”. (HR al Bukhari dan Muslim). Dalam hadits riwayat Muslim: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa melakukan amalan, yang tidak didasari perintah kami, maka ia ditolak”.
BIOGRAFI PERAWI HADITS
Beliau adalah Ummul-Mu’minin, ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhuma, isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi di Mekkah pada saat berusia enam tahun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup bersamanya di Madinah ketika ia berusia sembilan tahun, yaitu pada tahun kedua Hijriyyah dan beliau tidak menikah dengan gadis selainnya.
Dia adalah isteri yang paling dicintai di antara isteri-isteri beliau yang lainnya. Dia adalah wanita yang dibebaskan oleh Allah dari berita bohong yang menimpanya dengan wahyu yang diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Dia banyak menghafal hadits, dan termasuk wanita yang paling pandai. Pada suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepadanya, bahwa Malaikat Jibril Alaihissallam menitip salam kepadanya.
Pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, ia berusia delapan belas tahun. Dikabarkan bahwa ia adalah wanita termulia dan akan menjadi isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga. ‘Aisyah wafat pada tahun 58 Hijriyyah dalam usia 67 tahun, dan dikuburkan di pemakaman Baqi’.[1]
TAKHRIJUL-HADITS
1. Shahih al Bukhari, kitab ash-Shulhi, bab Idzas Tholahu ‘ala Shulhi Jaurin, no. 2550.
2. Shahih Muslim, kitab al Aqhdiyah, bab Naqdhil-Ahkamil Bathilah wa Raddi Muhdatsatil-Umur (no. 1718 (17, 18).
3. Sunan Abi Dawud, kitab as-Sunnah, bab Fi Luzumis-Sunnah, no. 4606.
4. Sunan Ibni Majah dalam al Muqaddimah, no. 14.
5. Musnad Imam Ahmad (VI/73, 146, 180, 240, 256, 270).
6. Shahih Ibni Hibban, no. 26 dan 27.
AHAMMIYATUL HADITS (URGENSI HADITS)
Imam an-Nawawi (wafat tahun 676 H) t berkata,”Hadits ini perlu dihafal dan dijadikan dalil untuk menolak segala kemunkaran.
”
Ibnu Daqiqil-‘Id (wafat tahun 702 H) rahimahullah berkata,”Hadits ini adalah salah satu pedoman penting dalam agama Islam, yang merupakan jawami’ul kalim (kalimat yang pendek namun penuh arti) yang dikaruniakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Hadits ini dengan tegas menolak setiap perkara bid’ah, dan setiap perkara (dalam urusan agama) yang direkayasa. Sebagian ahli ushul fiqih menjadikan hadits ini sebagai dasar kaidah, bahwa setiap yang terlarang dinyatakan sebagai hal yang merusak.”[2]
Ibnu Rajab al Hanbali (wafat tahun 795 H) rahimahullah berkata,”Hadits ini adalah salah satu prinsip dasar yang agung dari prinsip-prinsip dasar Islam, dan menjadi barometer dari setiap amal perbuatan yang zhahir (terlihat). Sebagaimana hadits,’Innamal-a’malu binniyat…(sesungguhnya seluruh amal perbuatan tergantung dengan niatnya…)’. merupakan barometer dari setiap perbuatan dari segi batin (niat)”.
Sesungguhnya setiap amal perbuatan yang tidak ditujukan untuk mencari ridha Allah, maka amal tersebut tidak berpahala. Demikian pula halnya dengan segala amal perbuatan yang tidak atas dasar perintah Allah dan Rasul-Nya juga tertolak dari pelakunya. Siapa saja yang menciptakan hal-hal baru dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka bukanlah termasuk perkara agama sedikit pun. [3]
Al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqalani rahimahullah berkata,”Hadits ini termasuk bagian dari prinsip-prinsip dasar Islam dan merupakan satu kaidah dari kaidah-kaidah Islam.”[4]
FIQHUL HADITS (KANDUNGAN HADITS)
1. Pelaksanaan Syari’at Islam Harus Dilakukan Dengan Cara Ittiba’ (Mengikuti), Bukan Ibtida’ (Mengada-ngada).
Melalui hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaga kemurnian Islam dari tangan orang-orang yang melampaui batas. Hadits ini merupakan jawami’ul kalim (kalimat singkat namun penuh makna), yang mengacu pada berbagai nash al Qur`an yang menyatakan, bahwa keselamatan seseorang hanya akan diraih dengan mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , tanpa menambah ataupun mengurangi, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika kalian semua mencintai Allah, maka ikutilah aku; tentu Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [Ali ‘Imran/3:31].
Sumber: https://almanhaj.or.id/3378-menolak-kemunkaran-dan-bidah.html
أُولئِكَ الَّذينَ حَبِطَتْ أَعْمالُهُمْ
“
Itulah orang-orang yang telah percurna amal-amal mereka.”
(pangkal ayat 22),
Sehingga arang habis besi binasa, sebab amal yang berhasil adalah yang timbul dari hati yang tulus, bukan dari hati yang penuh kebencian.
فِي الدُّنْيا وَ الْآخِرَةِ
“Di dunia dan diakhirat.”
Dalam dunia segala arnal mereka percuma, gagal dan gugur, bekasnya tidak akan ada. Kalau di dunia sudah tidak ada, niscaya di akhirat pun kosong, malahan azab siksalah yang akan mereka derita.g mereka usahakan, padahal mereka tidak akan dianiaya ?
“Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak.”
(HR. Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.”
Setiap perbuatan ibadah yang tidak bersandar pada dalil yang syar’i yaitu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunnah maka tertolaklah amalannya. Oleh karena itu amalan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam merupakan amalan yang sangat buruk dan merupakan salah satu dosa besar.Tersebut dalam sebuah hadits Nabi Saw di Arbain Nawawi hadits ke 4, riwayat Abdullah bin Mas’ud r.a.:”Dan sungguh seseorang dari kalian akan ada yang beramal hingga dirinya berada dekat dengan surga kecuali sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan taqdir) hingga dia beramal dengan amalan penghuni neraka dan ada juga seseorang yang beramal hingga dirinya berada dekat dengan neraka kecuali sejengkal saja lalu dia didahului oleh catatan (ketetapan taqdir) hingga dia beramal dengan amalan penghuni surga”.
Syeikh Usamah Al-Azhari dalam sebuah muhadoroh berkata:
Poin penting yang tersirat dalam hadits ini yang sering terlupakan oleh banyak orang adalah, perbedaan antara amal perbuatan, dan apakah amal tersebut diterima atau tidak.
Dalam hadits disebutkan orang tersebut mengerjakan perbuatan ahli surga hingga saat usianya senja mendekati kematian, lalu ia mengerjakan amalan ahli neraka, dan masuk ke neraka. Apakah ia terzolimi?
Sebenarnya amal perbuatannya selama itu tidak diterima. Karena ia tidak memperhatikan perbedaan antara amal yang sahih dan amal yang diterima.
Betapa sedikit orang yang memperhatikan “apakah amalnya diterima atau tidak”. Sebaliknya, kebanyakan hanya memperhatikan sahih tidaknya amal perbuatan. Lalu ia hanya mengerjakan amal shalih, layaknya shalat fardhu. Setelah itu ia lupa, apakah amalnya diterima Allah atau tidak. Maka tidak mustahil seorang hamba beribadah seperti itu selama 40 sampai 50 tahun tanpa tau amalnya diterima atau tidak. Tidak mustahil pula, di akhir hayatnya, ia justru mengakhirinya dengan perbuatan ahli neraka yang terhina. Nauzubillah!
Dari sini, ternyata, perhatian kita terhadap syarat sebuah ibadah diterima atau tidak, jauh lebih penting ketimbang mengerjakan ibadah itu sendiri. Yaitu, sebelum beramal shalih, wajib hukumnya memperhatikan syarat diterimanya sebuah amal shalihوَ ما لَهُمْ مِنْ ناصِرينَ
“Dan tidak ada bagi mereka orang-orang yang akan menolong” (ujung ayat 22).
Siapa orang yang akan dapat menolong ? Kalau siksaan Tuhan telah datang ? Siapa yang akan dapat menolong kalau satu bangunan telah diruntuh sendiri oleh Tuhan ? Siapa yang akan dapat membela , orang yang jatuh lantaran salahnya sendiri ?
Seorang sopir mobil mengantuk. Di suatu tikungan jalan ada tertulis: “Awas kalau hujan licin,” Tetapi tidak diperdulikannya tulisan peringatan itu, mobil dijalankannya juga dengan acuh tak acuh, tiba-tiba di tempat yang menurun dia slip, sehingga jatuh londong-pondong masuk lurah yang dalam. Siapa yang akan dapat menolong pada waktu itu sehingga dia tidak jadi jatuh ?
Khamis, 8 Februari 2018
Langgan:
Catatan (Atom)
JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN
JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN
-
JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN
-
TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK, Quran, Surah Maryam, Ayat 85 Yauma nahsyurul mut taqina ilar rahma_ni wafda_ Surah Maryam, Ayat 86...
-
TAFSIR SURAT AL-BAQARAH:259* TAFSIR QURAN DAN HADIS TABBARAK 17.08.25;jumaah . 8pagi,., ----------------------------------------------...