TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
JILIK -4- Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi
ayat 57-59(Gua) Surah Makkiyyah; surah ke 18: 110 ayat
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآَيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آَذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا (57)وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ لَوْ يُؤَاخِذُهُمْ بِمَا كَسَبُوا لَعَجَّلَ لَهُمُ الْعَذَابَ بَلْ لَهُمْ مَوْعِدٌ لَنْ يَجِدُوا مِنْ دُونِهِ مَوْئِلًا (58) وَتِلْكَ الْقُرَى أَهْلَكْنَاهُمْ لَمَّا ظَلَمُوا وَجَعَلْنَا لِمَهْلِكِهِمْ مَوْعِدًا (59) 57.
Waman athlamu mimman thukkirabi-ayati rabbihi faaAArada AAanha wanasiya maqaddamat yadahu inna jaAAalna AAala quloobihimakinnatan an yafqahoohu wafee athanihim waqran wa-in tadAAuhum ilaalhuda falan yahtadoo ithan abadan58. Warabbuka alghafooru thoo alrrahmatilaw yu-akhithuhum bima kasaboo laAAajjala lahumu alAAathababal lahum mawAAidun lan yajidoo min doonihi maw-ilan.59. Watilka alqura ahlaknahum lamma thalamoo wajaAAalna limahlikihim mawAAidan; Dan siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Rabbnya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang dikerjakan oleh kedua tangannya?
Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya. (QS. 18:57) Dan Rabbmulah Yang Mahapengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengadzab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan meyegerakan adzab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu (untuk mendapat adzab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung daripadanya. (QS. 18:58)
Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zhalim, dan telah Kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka. (QS. 18:59)” (al-Kahfi: 57-59) Dari ayat 57-59 terdapat lapan pelajaran yang dapat dipetik: 1. Lalai dan abai terhadap dosa-dosa dan perbuatan buruk di masa lalu bisa menyebabkan kekelaman jiwa dan pengingkaran terhadap hakikat agama. 2. Kehilangan kemampuan untuk menerima dan memahami kebenaran merupakan salah satu balasan Allah kepada orang-orang yang lalau dan mengabaikan ayat-ayat Ilahi. 3.
Allah Swt selalu mengedepankan rahmat dan maghfirah-Nya dalam menyikapi hamba-hamba-Nya kecuali terhadap sekelompok golongan yang memang sengaja menolak untuk memperoleh hidayah. 4. Jangan pernah kita menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Allah untuk bertaubat. Sebab jika kesempatan itu telah berakhir maka kita pun harus siap menghadapi azab dan murka Ilahi. 5. Hancurnya peradaban dan suatu masyarakat muncul lantaran perbuatan buruk yang mereka lakukan dan kezaliman yang merajalela di antara mereka. 6. Orang-orang yang dizalimi tidak semestinya berputus asa kepada rahmat Allah. Karena Rahmat Allah juga mencakup orang zalim yang bertobat. 7. Mencari ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada kalangan tertentu saja. Bahkan para nabi pun perlu untuk senantiasa menuntut ilmu dan mencari seorang alim meski harus menempuh perjalanan yang panjang. 8. Para pencari ilmu harus pergi menemui orang-orang yang berilmu dan bukan menunggu pasif. Seorang penuntut ilmu harus selalu berjuang untuk mencari ilmu pengetahuan. Allah berfirman, siapakah hamba-hamba Allah yang paling zhalim dari orang-orang yang telah diberi peringatan melalui ayat-ayat Allah Ta’ala, lalu ia berpaling darinya, yakni melupakannya serta tidak mendengarkannya dan tidak memberikan perhatian terhadapnya. Wa nasiya maa qaddamat yadaaHu (“Serta melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya.”) Yakni, berupa perbuatan keji dan buruk. Innaa ja’alnaa ‘alaa quluubiHim (“Sesungguhnya Kami telah meletakkan di dalam hati mereka,”) yakni ke dalam hati orang-orang itu, Akinnatan (“Tutupan.”) Yakni penutup dan penyumbat.” Ay yafqaHuuHu (“[Sehingga mereka tidak] memahaminya.”) Yakni, supaya mereka tidak memahami al-Qur’an dan penjelasan ini. Wa fii aadzaaniHim waqran (“Dan [Kami letakkan pula] sumbatan di telinga mereka.”) Maksudnya, mereka menjadi tuli [secara maknawi] dari petunjuk. Wa in tad’uHum ilal Hudaa falay yaHtaduu idzan abadan (“Dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.”) Dan firman-Nya: wa rabbukal ghafuuru dzur rahmati (“Dan hanya Rabbmu yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat.”) Yakni, Rabbmu, hai Muhammad, Mahapengampun lagi mempunyai rahmat yang sangat luas. Lau yu-aakhidzuHum bimaa kasabuu la-‘ajjala laHumul ‘adzaaba (“Jika Dia mengadzab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan adzab bagi mereka.”) Yang demikian itu adalah seperti firman-Nya: “Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi ini suatu makhluk yang melata pun.” (QS. Faathir: 45). Ayat-ayat yang membahas masalah ini cukup banyak. Kemudian Allah memberitahukan bahwa Dia mengasihi, menutupi, dan memberikan ampunan, dan mungkin Dia akan berikan petunjuk kepada sebagian mereka dari ketergelinciran menuju ke jalan yang lurus. Barangsiapa yang masih terus-menerus dalam kesesatan, maka baginya akan memperoleh (adzab) pada hari di mana anak-anak tumbuh uban dan wanita-wanita hamil akan melahirkan. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: bal laHum mau-‘idul lay yajiduu min duuniHii mau-ilan (“Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu [untuk mnendapat adzab] yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung darinya.”) Maksudnya, mereka tidak akan mendapatkan tempat berlindung dan menghindarkan diri mereka. Dan firman-Nya: wa tilkal quraa aHlaknaaHum lammaa dhalamuu (“Dan penduduk negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat zhalim.”) Yakni, umat-umat terdahulu dan generasi-generasi yang telah berlalu telah Kami binasakan, disebabkan oleh kekufuran dan keingkaran mereka. Wa ja-‘alnaa limaHlikiHim mau-‘idan (“Dan Kami telah tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka.”) Maksudnya, Kami jadikan ia sampai pada waktu yang ditentukan, tidak ditambah atau dikurangi. Artinya, demikian halnya dengan kalian, hai orang-orang musyrik, berhatilah-hatilah agar kalian tidak ditimpa oleh apa yang menimpa mereka itu. Kalian telah mendustakan Rasul yang paling mulia dan Nabi yang paling agung, dan kalian bukanlah orang yang lebih mulia dari mereka untuk Kami. Karena itu, takutlah kalian akan adzab-Ku. Kelanjutan dari kisah ini diceritakan dalam ayat-ayat berikutnya. Nabi Khidir ditugaskan membimbing Nabi Musa yang hidup dizamannya, sebagaimana kita sekarang wajib menyampaikan dakwah kepada orang lain disekeliling kita. Baginda tidak dikurniakan Mukjizat seperti Nabi Musa sebaliknya diajarkan ilmu secara Laduni. Hal ini turut dimiliki Para Wali Allah dan Alim Ulama yang dianugerahkan Allah Ilmu Makrifat serta Kasyaf. Golongan ini selalunya berhati-hati daripada mendabik dada dengan Ilmu yang mereka miliki. Sifat Warak dan merendah diri pada Baginda inilah yang diamalkan oleh Wali Allah sehingga orang ramai menyebut-nyebut namanya sampai kehari ini. Biarpun ada golongan Sufi mendakwa ada bertemu malah bersahabat dengan Nabi Khidir, Tetapi sebenarnya yang ujut adalah semangat kewarakan Baginda, Seperti Syiekh Kadir Jailani, namanya sentiasa disebut-sebut walaupun telah wafat ribuan tahun yang lampau.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan