TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
JILIK -4-Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi
ayat 60-82; Dalam ayat ini, Allah menceritakan tentang keteguhan dan kekerasan hati Musa untuk mencari hamba Allah yang sholih. Keinginan Nabi Musa itu disebabkan oleh teguran Allah padanya, karena merasa dirinya paling pandai dan mulia banyak amalan; Akhirnya Allah menegurnya dengan memberitahukan bahwa ada yang lebih pandai dan mulia dari Musa. Yaitu seorang hamba yang biasa ditemui di pertemuan dua laut. Hal itu akhirnya yang memunculkan keinginan keras Nabi Musa untuk mencari hamba yang sholih tersebut, sekaligus juga akan menimba ilmu darinya.
Maka setelah mendapat petunjuk dari Allah tentang keberadaan hamba Allah yang sholih itu, berangkatlah Musa bersama muridnya, Yusa’ bin Nun. Sebagai mana jelas allah menceritakan dalam firmanya ;'dengan nama allah yang maha pemurah lagi maha penyayang;;'' Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini".
Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"
Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?"Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun".Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu".Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melobangi perahu itu akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?" Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.Dia (Khidhr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku".Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku".Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "
Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar".Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?"Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku".Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". 60. Wa-ith qala moosa lifatahu la abrahuhatta ablugha majmaAAa albahrayni aw amdiya huquban.61. Falamma balagha majmaAAa baynihima nasiya hootahumafaittakhatha sabeelahu fee albahrisaraban.62. Falamma jawaza qala lifatahu atinaghadaana laqad laqeena min safarina hatha nasaban.63. Qala araayta ith awayna ila alssakhrati fa-innee naseetu alhoota wamaansaneehu illa alshshaytanuan athkurahu waittakhathasabeelahu fee albahri AAajaban 64. Qala thalika ma kunna nabghi fairtadda AAala atharihimaqasasan 65. Fawajada AAabdan min AAibadina ataynahurahmatan min AAindina waAAallamnahu min ladunnaAAilman.66. Qala lahu moosa hal attabiAAuka AAala antuAAallimani mimma AAullimta rushdan.67. Qala innaka lan tastateeAAa maAAiya sabran.68. Wakayfa tasbiru AAala ma lam tuhitbihi khubran.69. Qala satajidunee in shaa Allahu sabiran walaaAAsee laka amran70. Qala fa-ini ittabaAAtanee fala tas-alnee AAan shay-in hattaohditha laka minhu thikran71. Faintalaqa hattaitha rakiba fee alssafeenatikharaqaha qala akharaqtaha litughriqa ahlaha laqadji/ta shay-an imran72. Qala alam aqul innaka lan tastateeAAa maAAiya sabran73. Qala la tu-akhithnee bima naseetu walaturhiqnee min amree AAusran74. Faintalaqa hattaitha laqiya ghulaman faqatalahu qala aqataltanafsan zakiyyatan bighayri nafsin laqad ji/ta shay-an nukran75. Qala alam aqul laka innaka lan tastateeAAa maAAiya sabran76. Qala in saaltuka AAan shay-in baAAdaha fala tusahibneeqad balaghta min ladunnee AAuthran77. Faintalaqa hattaitha ataya ahla qaryatin istatAAama ahlahafaabaw an yudayyifoohuma fawajada feeha jidaranyureedu an yanqadda faaqamahu qala law shi/ta laittakhathta AAalayhi ajran78. Qala hatha firaqu baynee wabaynika saonabbi-okabita/weeli ma lam tastatiAA AAalayhi sabran79. Amma alssafeenatu fakanatlimasakeena yaAAmaloona fee albahri faaradtu an aAAeebahawakana waraahum malikun ya/khuthu kulla safeenatin ghasban 80. Waamma alghulamu fakana abawahu mu/minaynifakhasheena an yurhiqahuma tughyanan wakufran81. Faaradna an yubdilahuma rabbuhuma khayran minhu zakatanwaaqraba ruhman82. Waamma aljidaru fakana lighulamayniyateemayni fee almadeenati wakana tahtahu kanzun lahumawakana aboohuma salihan faarada rabbuka anyablugha ashuddahuma wayastakhrija kanzahuma rahmatanmin rabbika wama faAAaltuhu AAan amree thalika ta/weelu malam tastiAA AAalayhi sabran وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰ أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا * فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا * فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَٰذَا نَصَبًا * قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلَّا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ ۚ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا * قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ ۚ فَارْتَدَّا عَلَىٰ آثَارِهِمَا قَصَصًا * فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا * قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا * قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا * قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا * قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّىٰ أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا * فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا ۖ قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا * قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * قَالَ لَا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلَا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا * فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا * ۞ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا * قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلَا تُصَاحِبْنِي ۖ قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا * فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ ۖ قَالَ لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا * قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۚ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا * أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا * وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا * فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا * وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا * Qatadah dan beberapa ulama lainnya mengatakan: “Kedua laut itu adalah laut Persia yang dekat dengan Masyriq dan Laut Romawi yang berdekatan dengan Maghrib.” Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mengatakan: “Pertemuan dua laut itu terletak di Thanjah, yakni di ujung negeri Maroko. Wallahu a’lam. Firman-Nya: au amdliya hukuban ( “Atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun.”) Maksudnya, meskipun aku harus berjalan bertahun-tahun. Ibnu Jarir menceritakan, sebagian ahli bahasa Arab menyebutkan, menurut bahasa Qais, kata huqub berarti satu tahun. Dan diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr, bahwasanya ia pernah berkata: “Huqub itu berarti delapan puluh tahun.” Al-‘Aufi menceritakan dari Ibnu ‘Abbas: “Ikan itu tidak menyentuh sesuatu yang ada di laut melainkan akan menjadi kering dan kemudian menjadi batu.” Muhammad bin Ishaq menceritakan dari Ibnu ‘Abbas, dari Ubay bin Ka’ab, ia bercerita, Rasulullah saw. pernah bersabda ketika disebutkan peristiwa tersebut: “Air tidak pernah terlobangi sejak manusia ada selain tempat berjalannya ikan yang berada di dalamnya. Air itu terbelah seperti lobang sehingga Musa kembali kepadanya, ia melihat jalan ikan tersebut. Lalu Musa berkata: “Itulah tempat yang kita cari.” Qatadah berkata: “Bayangan air itu dari laut sehingga menyebar ke laut.” Kemudian Musa berjalan di sana sehingga ia tidak berjalan di jalan itu melainkan air berubah menjadi keras membeku. Imam al-Bukhari meriwayatkan, al-Humaidi memberitahu kami, dari Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari Sa’id bin Jubair, ia bercerita, aku pernah mengatakan kepada Ibnu `Abbas, bahwa Nauf al-Bikali mengatakan bahwa Musa sahabat Khidhir tersebut bukanlah Musa dari sahabat Bani Israil. Maka Ibnu `Abbas pun berkata: “Musuh Allah itu telah berdusta.” Ubay bin Ka’ab pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Musa pernah berdiri memberikan ceramah kepada Bani Israil, lalu ia ditanya: ‘Siapakah orang yang paling banyak ilmunya?’ Ia menjawab: `Aku.’ Maka Allah mencelanya, karena ia belum diberi ilmu oleh-Nya. Lalu Allah mewahyukan kepadanya: ‘Sesungguhnya Aku mempunyai seorang hamba yang berada di tempat pertemuan dua laut, yang i lebih berilmu daripada dirimu.’ Musa berkata: ‘Ya Rabbku, bagaimana aku bisa menemuinya?’ Dia berfirman: ‘Pergilah dengan membawa seekor ikan, dan letakkanlah ia di tempat penimbunan. Di mana ikan itu hilang, maka di situlah Khidhir itu berada.’ Maka Musa mengambil seekor ikan dan meletakkannya di tempat penimbunan. Lalu pergi bersama seorang pemuda bernama Yusya’ bin Nun. Ketika keduanya mendatangi batu karang, keduanya meletakkan kepala mereka dan tidur. Ikan itu bergelepar di tempat penimbunan itu, hingga keluar darinya dan jatuh ke laut. Kemudian ikan itu mengambil jalannya ke laut. Allah menahan jalannya air dari ikan itu, maka jadilah air itu seperti lingkaran. Kemudian sahabatnya itu (Yusya’) terbangun dan lupa untuk memberitahukan kepada Musa tentang ikan itu. Kemudian mereka terus berjalan menempuh perjalanan siang dan malam. Pada keesokan harinya, Musa berkata kepada pemuda itu, ‘Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.’” Rasulullah menyebutkan bahwa Musa tidak merasa kelelahan sehingga ia berhasil mencapai tempat yang ditunjukkan oleh Allah Ta’ala. Maka, sahabatnya itu berkata kepadanya: “Tahukah engkau, ketika kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku telah lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak ada yang menjadikanku lupa untuk menceritakannya kecuali syaitan, dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Beliau berkata: “Ikan itu memperoleh lobang keluar, tetapi bagi Musa dan sahabatnya, yang demikian itu merupakan kejadian yang luar biasa.” Maka Musa berkata kepadanya: ‘Itulah tempat yang kita cari.’ Lalu keduanya kembali mengikuti jejak mereka semula.” Lebih lanjut, Rasulullah menceritakan: “Kemudian mereka berdua kembali lagi mengikuti jejak mereka semula hingga akhirnya sampai ke batu karang. Tiba-tiba ia mendapati seseorang yang mengenakan pakaian rapi, lalu Musa mengucapkan salam kepadanya. Kemudian Khidhir berkata: ‘Sesungguhnya aku di negerimu ini mendapatkan kedamaian.’ ‘Aku ini Musa,’ paparnya. Khidhir bertanya: ‘Musa pemimpin Bani Israil?’ Musa menjawab: ‘Ya. Aku datang kepadamu supaya engkau mengajarkan kepadaku apa yang engkau ketahui.’ Khidhir menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.’ (QS. Al-Kahfi: 67). Hai Musa, aku mempunyai ilmu yang diberikan dari ilmu Allah. Dia mengajariku hal-hal yang tidak engkau ketahui. Dan engkau pun mempunyai ilmu Allah yang Dia ajarkan kepadamu yang aku tidak memilikinya. Maka Musa berkata: ‘Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.’ (QS. Al-Kahfi: 69); Kemudian Rasulullah bersabda: “Kami ingin bahwa Musa bisa bersabar sehingga Allah menceritakan kepada kita tentang berita keduanya.” Sa’id bin jubair menceritakan, Ibnu ‘Abbas membaca: wa kaana waraa-aHum malikuy ya’khudzu kulla safiinatin ghashban (“Dan di hadapan mereka terdapat seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera yang baik dengan cara yang tidak benar.”) (QS. Al-Kahfi: 79). la juga membaca seperti ini: wa ammal ghulaamu fa kaana abawaaHu mu’minaini (“Dan adapun anak itu, maka kedua orang tuanya adalah mukmin.”) (QS. Al-Kahfi: 80) Kemudian al-Bukhari juga meriwayatkan hal yang sama, dari Qutaibah, dari Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya. Di dalamnya disebutkan: “Kemudian Musa berangkat dan bersamanya seorang pemuda yang bernama Yusya’ bin Nun, ikut juga dibawa seekor ikan hingga akhirya keduanya sampai di sebuah batu karang, lalu mereka turun di sana. Dan selanjutnya Musa merebahkan diri dan kemudian tidur.” Dalam hadits yang lain, Sufyan menceritakan dari ‘Amr, ia berkata: “Dan pada dasar batu itu terdapat mata air yang diberi nama mata air kehidupan, yang airnya tidak menimpa sesuatu melainkan sesuatu itu akan hidup. Lalu mata air itu memerciki ikan tersebut, lalu ikan itu bergerak dan melompat dari keranjang ke laut. Setelah bangun, Musa berkata kepada muridnya: aatinaa ghadaa-anaa (“Bawalah kemari makanan kita.”) Sufyan bin ‘Uyainah menceritakan, lalu ada seekor burung yang hinggap di bibir perahu dan kemudian menenggelamkan paruhnya ke laut. Maka Khidhir berkata kepada Musa: “Apalah artinya ilmuku dan ilmumu dan ilmu seluruh makhluk ini dibandingkan dengan ilmu Allah melainkan hanya seperti air yang diambil oleh paruh burung tersebut.” Dan kemudian ia menyebutkan hadits secara lengkap. Dalam hadits yang diriwayatkan dari ‘Abbas, dari Ubay bin Ka’ab, dari Nabi, di mana beliau bersabda: “Anak yang dibunuh oleh Khidhir itu telah ditetapkan pada hari penetapan sebagai seorang kafir.” Demikian yang diriwayatkan Ibnu Jarir, dari hadits Ibnu Ishaq, dari Sa’id, dari Ibnu ‘Abbas. Oleh karena itu, Khidhir berkata: fa kaana abawaaHu mu’minaini fa khasyiinaa ay yurHiqa Humaa tughyaanaw wa kufran (“Maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahwa ia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran.”) Maksudnya, kecintaan kedua orang tuanya akan menjadikan mereka mengikuti kekafiran anak tersebut. Maka hendaklah seseorang ridha terhadap ketetapan Allah, karena sesungguhnya ketetapan Allah bagi seorang mukmin tentang sesuatu yang tidak disukainya itu merupakan suatu hal yang lebih baik baginya dari pada ketetapan-Nya mengenai apa yang ia sukai. Benar apa yang disebutkan dalam hadits, di mana Rasulullah bersabda: “Allah tidak menetapkan suatu ketetapan bagi seorang mukmin melainkan merupakan kebaikan baginya.” Allah Ta’ala berfirman: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia sangat baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216) Kemudian firman-Nya lebih lanjut: fa aradnaa ay yubdila Humaa khairam minHu zakaataw wa aqraba ruhman (“Dan kami menghendaki supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya kepada ibu bapaknya.”) Yakni, anak yang lebih suci dari anak tersebut, yang kedua orang tuanya itu lebih sayang terhadapnya daripada anak itu. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu Jarir. Qatadah berkata: “Yang mana anak itu akan lebih berbakti kepada kedua orang tuanya.” Ada yang mengatakan, ketika anak itu dibunuh Khidhir, ibunya sedang mengandung seorang anak laki-laki muslim. Demikian dikatakan oleh Ibnu Juraij.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan