Sabtu, 16 Jun 2018

AYAT 75-84


TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK
 Quran, Surah Maryam, Ayat 75 -84

 Qul man ka_na fidh dhala_lati falyamdud lahur rahma_nu mad da_ hat ta_ idza_ ra au ma_ yu_'adu_na im mal adza_ba wa im mas sa_'ah fasaya'lamu_na man huwa syar rum maka_naw wa adh'afu junda_Surah Maryam, Ayat 76 Wa yazidul la_hul ladzinah tadau huda_ wal ba_qiya_tush sha_liha_tu khairun 'inda rab bika tsawa_baw wa khairum marad da_Surah Maryam, Ayat 77 Afara aital lazi kafara bi a_ya_tina_ wa qa_la la u_tayan na ma_law wawalada_Surah Maryam, Ayat 78 Ath thala'al ghaiba amit takhadza indar rahma_ni ahda_ Surah Maryam, Ayat 79-Kal la_ sanaktubu ma_ yaqu_lu wa namud du lahu_ minal adza_bi mad da_ , Surah Maryam, Ayat 80-Wa naritsuhu_ ma_ yaqu_lu wa ya'tina farda_ Surah Maryam, Ayat 81 Wat takhadzu_ min du_nil la_hi a_lihatal liyaku_nu_ lahum iz za_ Surah Maryam, Ayat 82-Kal la_ sayakfuru_na bi'iba_datihim wa yaku_nu_na 'alaihim dhid da_Surah Maryam, Ayat 83 Alam tara an na_ arsalna_sy syaya_thina 'alal ka_firina ta'uz zuhum azza_, Surah Maryam, Ayat 84-Fala_ ta'jal alaihim in nama_ na'uddu lahum ad da_ “

Katakanlah: ‘Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Rabb yang Mahapemurah memperpanjang tempo baginya, sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolongpenolongnya.” (QS. Maryam: 75)“

Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal shalih yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu dan lebih baik kesudahannya.” (QS. Maryam: 76)“Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan: ‘Pasti aku akan diberi harta dan anak.’ (QS. 19:77) Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Rabb Yang Mahapemurah? (QS. 19:78) Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang adzab untuknya, (QS. 19:79) dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu, dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri. (QS. 19:80) (Maryam: 77-80)“

Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. (QS. 19:81) Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu menjadi musuh bagi mereka. (QS. 19:82) Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka membuat maksiat dengan sungguh-sungguh? (QS. 19:83) Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena sesungguhnya Kami banya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti. (QS. 19:84)”

(Maryam: 81-84) Allah berfirman: qul (“Katakanlah”) hai Muhammad kepada orang-orang yang berbuat syirik kepada Rabb mereka serta mengaku berada dalam kebenaran dan menyangka kalian dalam kebathilan. Man kaana fidl-dlalaalaati (“Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan,”) di antara kami dan di antarakalian; falyamdud laHur rahmaanu maddan (“Maka biarlah Rabb yang Mahapemurah memperpanjang tempo baginya.”) Allah, ar-Rahman akan membiarkannya dalam kondisi seperti itu, hingga ia berjumpa dengan Rabbnya dan berakhir ajalnya: immal ‘adzaaba (“Baik siksa,”) yang menimpanya, yaitu datang dengan tiba-tiba; fasaya’lamuuna (“Maka mereka akan mengetahui,”) di saat itu; man Huwa syarrum makaanaw wa adl’afu jundan (“Siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya”) sebagai perbandingan yang mereka dalilkan dari sebaik-baik tempat dan seindah-indah pemandangan.

 Mujahid berkata tentang firman-Nya: falyamdud laHur rahmaanu maddan (“Maka biarlah Rabb yang Mahapemurah memperpanjang tempo baginya.”) maka Allah akan membiarkannya dalam kesesatan. Demikian yang ditetapkan oleh Abu Ja’far bin Jarir merupakan mubahalah terhadap orang-orang musyrik yang mengaku bahwa mereka berada di atas pentunjuk. Firman-Nya: wal baaqiyatush shaalihaat (“Dan amal amal shalih yang kekal,”) Dalam surah al Kahfi ayat 46 Allah berfirman: wal baaqiyatush shaalihatu khairun ‘inda rabbika tsawaabaw wa khairun amalan (“Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”)

Ibnu `Abbas, Sa’id bin Jubair dan beberapa ulama Salaf mengatakan: “Yang dimaksud dengan al-baaqiyaat ash-shaalihaat adalah shalat lima waktu.” Sedangkan `Atha’ bin Abi Rabah dan Sa’id bin Jubair, dari Ibnu `Abbas, yang dimaksud dengan al-baaqiyaat ash-shaalihaat adalah kalimat: laa ilaaHa illallaaHu wa subhaana wal hamdulillaaHi wallaaHu akbar (“Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Ilah [yang berhak diibadahi] kecuali Allah, Allah Mahabesar.”). Demikin pula Amirul Mukminin `Utsman bin `Affan ditanya tentang al-baagiyaat ash-shalihaat beliau mengatakan: “Al-Baagiyaat ash-Shaalihaat adalah kalimat: laa ilaaHa illallaaHu wa subhaana wal hamdulillaaHi wallaaHu akbaru wa laa haula wa laa quwwata illaa billaaHil ‘aliyyil ‘adhiim (“Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Ilah [yang berhak diibadahi] kecuali Allah, Allah Mahabesar. Dan tidak ada daya dan upaya melainkan hanya pada Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung”).

Demikian yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Imam Malik juga meriwayatkan dari `Imarah bin `Abdullah bin Shayyad, dari Said bin al-Musayyab, ia mengatakan: “Al-Baagiyaat ash-Shaalihaat adalah: laa ilaaHa illallaaHu wa subhaana wal hamdulillaaHi wallaaHu akbaru wa laa haula wa laa quwwata illaa billaaHi (“Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Ilah [yang berhak diibadahi] kecuali Allah, Allah Mahabesar. Dan tidak ada daya dan upaya melainkan hanya pada Allah”). Ibnu Jarir meniwayatkan dan Abu Hurairah, ia bercerita, Rasulullah bersabda: “Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah. Tiada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah, dan Allah Mahabesar adalah al-Baagiyaat ash-Shaalihaat.” Ibnu Jarir juga menceritakan, diberitahukan kepadaku dari Abu Said bahwa Rasulullah bersabda: “Perbanyaklah kalian membaca al-Baaqiyaat ash-Shaalihaat.” Ditanyakan: “Lalu apakah al-Baaqiyaat ash-Shaalihaat itu, ya Rasulallah?” Beliau menjawab: “Yaitu, millah.” Ditanyakan lagi: “Lalu apa yang dimaksud dengan millah itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu takbir, tahlil, tasbih dan alhamdulillaah, serta laa haula wa laa quwwata illaa billaah.” (Demikianlah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad). `Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, mengenai firman-Nya: wal baaqiyatush shaalihaatu; ia mengatakan: “la adalah dzikir kepada Allah berupa ucapan: Laa Ilaaha illallaah wallaahu Akbar (tiada Ilah (yang haq) selain Allah, Allah Mahabesar), Subhaanallaah (Mahasuci Allah), Alhamdulillaah (segala puji bagi Allah) Tabaarakallaahu (Mahasuci Allah), Laa haula wa laa quwwata illaa billaah (tiada daya dan upaya melainkan hanya pada Allah), Astaghfirullaah (aku memohon ampunan kepada Allah), Shallallaahu ‘alaa Rasuulillaah (semoga Allah melimpahkan kesejahteraan kepada Rasulullah), puasa, shalat, haji, sedekah, membebaskan budak, jihad, silaturahmi, dan semua amal perbuatan baik. Semuanya itu adalah al-Baagiyaat ash-Shaalihaat yang akan mengekalkan pelakunya di surga selama masih ada langit dan bumi. `Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengemukakan, “Ia adalah amal perbuatan shalih secara keseluruhan.” Dan yang terakhir ini menjadi pilihan Ibnu Jarir. Khairun ‘inda rabbika tsawaaban (“Lebih baik tsawabnya di sisi Rabbmu,”) yaitu balasannya; wa khairum maraddan (“Dan lebih baik kesudahannya”) yaitu akibat dan kesudahan bagi pelakunya. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Khabbab bin al-Arat berkata: “Dahulu aku adalah seorang laki-laki yang tampak gagah, saat itu al-‘Ash bin Wa-il memiliki utang kepadaku, lalu aku mendatanginya untuk meminta pembayaran, ia berkata: ‘Demi Allah, aku tidak akan membayarnya sampai engkau kufur kepada Muhammad.’ Aku menjawab: ‘Demi Allah, aku tidak akan pernah kufur kepada Muhammad hingga kamu mati dan dibangkitkan.’ Dia pun berkata: `Jika aku mati, kemudian dibangkitkan, engkau akan datang kepadaku. Di saat itu aku memiliki harta dan anak, lalu aku berikan kepadamu.’ Maka Allah menurunkan: “Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan: Pasti aku akan diberi harta dan anak?’Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Rabb Yang Mahapemurah? Sekali-kali tidak, Kami akan menulis apa yang ia katakan, dan benar-benar Kami akan memperpanjang adzab untuknya, dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakana itu, dan ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri.” Ditakhrij oleh al-Bukhari, Muslim dan lain-lain. Allah berfirman: amit takhadza ‘indar rahmaani ‘aHdan (“Ataukah ia telah membuat perjanjian di sisi ar-Rahman”) yaitu suatu penguat. Firman-Nya: la-uutayanna maalaw wa waladan (“Pasti aku akan diberi harta dan anak”) sebagian ahli qira-at membacanya dengan fathah wawu (waladan). Sedangkan yang lain membacanya dengan dhammah wawu (wuldan) yang semakna. Satu pendapat mengatakan (wuldan) dengan dhammah adalah jamak, sedangkan (waladan) dengan fathah adalah mufrad (tunggal) yang merupakan lughah Qais. WallaHu a’lam. Firman-Nya: ath-thala’al ghaiba (“Adakah ia melihat yang ghaib,”) merupakan pengingkaran terhadap orang yang mengatakan: la-uutayanna maalaw wa waladan (“Pasti aku akan diberi harta dan anak”) yaitu pada hari Kiamat. Artinya, apakah ia mengetahui kondisinya di akhirat hingga ia berani memastikan dan bersumpah terhadap hal tersebut; amit takhadza ‘indar rahmaani ‘aHdan (“Ataukah ia telah membuat perjanjian di sisi ar-Rahman”) ataukah di sisi Allah ia memiliki perjanjian yang akan mendatanginya? Telah terdahulu dalam hadits al-Bukhari bahwa hal itu adalah perjanjian. Adh-Dhahhak berkata dari Ibnu `Abbas: “Adakah ia melihat yang ghaib ataukah ia telah membuat perjanjian di sisi ar-Rahman?” ia berkata: “Adalah Laa Ilaaha illallaah yang diharapkannya. Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi berkata: yaitu syahadat Laa Ilaaha illallaah. Kemudian beliau membaca: illaa manit takhadza ‘indar rahmaani ‘aHdan (“Kecuali orang yang telah membuat perjanjian di sisi ar-Rahman.”) (QS’. Maryam: 87) Firman-Nya: kallaa (“Sekali-kali tidak,”) adalah kata yang digunakan untuk mencegah sesuatu yang sebelumnya dan memperkuat sesuatu yang sesudahnya; sanaktubu maa yaquulu (“Kami akan menulis apa yang ia katakan,”) yaitu dari tuntutannya terhadap hal tersebut dan hukumnya untuk dirinya terhadap apa yang diinginkannya dan kekufurannya kepada Allah Yang Mahaagung. Wa namuddu laHuu minal ‘adzaabi maddan (“Dan Kami akan memperpanjang adzab untuknya”) yaitu di hari akhirat atas perkataannya itu dan kekufurannya kepada Allah di dunia. Wa naritsuHu maa yaquulu (“Dan Kami akan mewarisi apa yang ia katakan itu,”) yaitu dari harta dan anak yang Kami cabut darinya sebagai tambahan atas apa yang dimilikinya di dunia. Padahal di akhirat, Allah akan mencabut orang yang mempunyai harta dan anak (pada saat) di dunia. Untuk itu Allah berfirman: wa ya’tiinaa fardan (“Ia akan datang kepada Kami dengan seorang diri”) yaitu terpisah dari harta dan anak. Allah mengabarkan tentang orang-orang kafir yang musyrik kepada Rabb mereka bahwa mereka menjadikan ilah-ilah selain Allah agar ilah-ilah itu menjadi pelindung bagi mereka, di mana mereka mengharapkan kemuliaan dan pertolongan. Kemudian, Dia mengabarkan bahwa hakekatnya tidak seperti apa yang mereka perkirakan dan tidak sebagaimana yang mereka inginkan. Dia berfirman: kallaa sayakfuruuna bi’ibaadatiHim (“Sekali-kali tidak. Kelak mereka [sembahan-sembahan] itu akan mengingkari penyembahan terhadapnya”) yaitu pada hari Kiamat. Wa yakuunu ‘alaiHim dliddan (“Dan mereka itu akan menjadi musuh,”) yaitu berbeda dengan apa yang mereka sangka. Adh-Dhahhak berkata, “Dan mereka itu akan menjadi dliddan, yaitu musuh.” Ibnu Zaid berkata: “Adh-dlidd adalah pujian. `Ikrimah berkata: “Adh-dlidd adalah penyesalan.” Firman-Nya: alam tara annaa arsalnasy syayaathiina ‘alal kaafiriina ta-uzzuHum azzan (“Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka membuat maksiat dengan sungguh-sungguh?”) `Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu `Abbas, bahwa artinya adalah menipu mereka dengan tipuan. Al-`Aufi berkata dari Ibnu `Abbas, artinya syaitan mendorong orang-orang kafir untuk memusuhi Muhammad dan para Sahabatnya. As-Suddi berkata: “Syaitan menyesatkan mereka sesesat-sesatnya.” Firman-Nya: falaa ta’jal ‘alaiHim innamaa na’uddu laHum ‘addan (“Maka janganlah kamu tergesa-gesa memintakan siksa terhadap mereka, karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.”) Yaitu, janganlah engkau tergesa-gesa ya Muhammad, terhadap mereka dengan menjatuhkan adzab kepada mereka; innamaa na’uddu laHum ‘addan (“Karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya [hari siksaan untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.”) Yaitu, Kami hanya menunda mereka untuk batas waktu yang ditentukan dan ditetapkan, dan mereka tidak mustahil akan menuju adzab dan siksaan Allah. As-Suddi berkata, yaitu bertahun-tahun, berbulan-bulan, berhari-hari dan berjam-jam. `Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu `Abbas: innamaa na’uddu laHum ‘addan (“Karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya [hari siksaan] untuk mereka dengan perhitungan yang teliti.”) Kami menghitung nafas-nafas mereka di dunia.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN