Jumaat, 2 Mac 2018

Ayat 77-82

 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK;
       Surat Ali Imran Ayat 77-82;
 BISS-MIL-LAAA-HIR-RAHMAN-NIR-RAHIM';

      Ayat 77 Innal lazina yasytaru_na bi'ahdilla_hi wa aima_nihim samanan qalilan ula_'ika la_ khala_qa lahum fil a_khirati wa la_ yukallimuhumulla_hu wa la_ yanzuru ilaihim yaumal qiya_mati wa la_ yuzakkihim, wa lahum 'aza_bun alim(un). 3:78 Ayat 78 Quran, Surah Al-i'Imran, Ayat 78 Wa inna minhum la fariqay yalwu_na alsinatahum bil kita_bi litahsabu_hu minal kita_bi wa ma_ huwa minal kita_b(i), wa yaqu_lu_na huwa min 'indilla_hi wa ma_ huwa min 'indilla_h(i), wa yaqu_lu_na 'alalla_hil kaziba wa hum ya'lamu_n(a). 3:79 Ayat 79 Quran, Surah Al-i'Imran, Ayat 79 Ma_ ka_na libasyarin ay yu'tiyahulla_hul kita_ba wal hukma wan nubuwwata summa yaqu_la linna_si ku_nu_ 'iba_dal li min du_nilla_hi wa la_kin ku_nu_ rabba_niyyina bima_ kuntum tu'allimu_nal kita_ba wa bima_ kuntum tadrusu_n(a). 3:80 Ayat 80 Quran, Surah Al-i'Imran, Ayat 80 Wa la_ ya'murakum an tattakhizul mala_'ikata wan nabiyyina arba_ba_(n), aya'murukum bil kufri ba'da iz antum muslimu_n(a). 3:81 Ayat 81 Quran, Surah Al-i'Imran, Ayat 81 Wa iz akhazalla_hu misa_qan nabiyyina lama_ a_taitukum min kita_biw wa hikmatin summa ja_'akum rasu_lum musaddiqul lima_ ma'akum latu'minunna bihi wa latansurunnah(u_), qa_la a'aqrartum wa akhaztum'ala_ za_likum isri, qa_lu_ aqrarna_, qa_la fasyhadu_ wa ana ma'akum minasy sya_hidin(a). 3:82 Ayat 82 Quran, Surah Al-i'Imran, Ayat 82 Faman tawalla_ ba'da za_lika fa ula_'ika humul fa_siqu_n(a).

 إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَٰئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَٰكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا ۗ أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ فَمَنْ تَوَلَّىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

      Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui. Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah". Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?". Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu". Barang siapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. Allah berfirman bahwa orang-orang yang menukar janji mereka kepada Allah untuk mengikuti Muhammad saw., menyebutkan sifatnya kepada manusia, dan menjelaskan ihwalnya, serta menukar sumpah-sumpah dusta mereka yang keji dengan harga yang murah dan sedikit, berupa kesenangan yang fana di dunia ini, maka: ulaa-ika laa khalaqa laHum fil aakhirati (“Mereka tidak mendapatkan bagian pahala di akhirat”) maksudnya mereka tidak akan mendapatkan bagian pahala di akhirat kelak. Wa laa yukallimuHumullaaHu wa laa yandhuru ilaiHim yaumal qiyaamati (“Dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka di hari kiamat.”) dengan rahmat dari-Nya untuk mereka. Artinya Allah tidak akan mengajak mereka berbicara dengan ucapan yang lembut dan tidak akan melihat mereka dengan pandangan kasih sayang. Wa laa yuzakkiiHim (“dan tidak pula [akan] menyucikan mereka”) yakni dari berbagai macam dosa dan kotoran, sebaliknya Dia memerintahkan mereka masuk neraka. wa laHum ‘adzaabun aliim (“Dan bagi mereka adzab yang pedih.”)

 Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah, Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa bersumpah untuk merebut harta seorang muslim, maka ia akan bertemu dengan Allah, sedang Dia dalam keadaan murka.” Al-Asy’ats berkata, “Demi Allah hal itu terjadi pada diriku. Antara diriku dan seorang Yahudi pernah terjadi sengketa tanah. Lalu orang Yahudi itu mengingkari tanah milikku itu. Kemudian aku pun mengadu kepada Rasulullah saw. maka beliau bertanya kepadaku, ‘Apakah kamu punya bukti?’ ‘Tidak,’ jawabku. Orang Yahudi itu berkata, ‘Aku berani bersumpah.’ Lalu kukatakan, ‘Ya Rasulallah, jika ia bersumpah, maka hilanglah hartaku.’ Kemudian Allah menurunkan ayat: innal ladziina yasytaruuna bi-‘aHdillaaHi wa aimaaniHim tsamanan qaliilan (“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji [nya dengan Allah] dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit…”) Imam Ahmad meriwayatkan dari Sahl bin Anas, dari ayahnya, bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai beberapa hamba yang Allah tidak mau berbicara kepada mereka pada hari Kiamat kelak, tidak mensucikan mereka, dan tidak pula melihat kepada mereka.” Ditanyakan, “Siapakah mereka itu, ya Rasulallah?” Beliau menjawab, “Orang yang melepaskan diri dari kedua orang tuanya dan membenci keduanya, orang yang melepaskan diri dari tanggung jawab kepada anaknya dan orang yang diberikan kenikmatan oleh suatu kaum, lalu mengingkari nikmat tersebut serta melepaskan diri dari mereka.” Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Ada tiga golongan yang pada hari Kiamat Allah tidak mengajak mereka berbicara, tidak melihat mereka, serta tidak pula mensucikan mereka, dan mereka akan memperoleh adzab yang pedih. Yaitu, orang yang melarang Ibnu Sabil mendapatkan sisa air yang dimilikinya, orang yang bersumpah atas suatu barang setelah `Ashar, yakni sumpah palsu, dan orang yang membai’at seorang imam, jika diberikan sesuatu kepadanya, ia akan mendukungnya, akan tetapi jika tidak memberinya, maka ia tidak memberikan dukungan kepadanya.” (Diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari hadits Waki’. At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.) Allah memberitahukan tentang orang-orang Yahudi, bahwa di antara mereka terdapat segolongan orang yang menyelewengkan firman-firman Allah dari makna yang sebenarnya dan menggantinya, serta menghilangkan maksudnya untuk menipu orang-orang yang tidak mengerti supaya mengira bahwa hal itu terdapat pula dalam Kitabullah, dan mereka pun menisbatkannya kepada Allah, padahal hal itu adalah perbuatan dusta terhadap Allah, sedang mereka sendiri mengetahui bahwa mereka telah berbuat dusta dan bohong dalam hal itu semua. Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Ketika para pendeta kalangan Yahudi dan Nasrani dari penduduk Najran berkumpul di tempat Rasulullah dan mengajak mereka kepada Islam, Abu Rafi’ al-Qurazhi berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau menginginkan kami menyembahmu sebagaimana orang-orang Nasrani itu menyembah `Isa bin Maryam?” Lalu seseorang dari penduduk Najran yang menganut agama Nasrani, disebut ar-Ra-is berkata, “Apakah itu yang engkau kehendaki dari kami, wahai Muhammad, dan apa untuk itu Pula engkau menyeru kami?” Maka Rasulullah bersabda, “Aku berlindung kepada Allah dari menyembah selain Allah atau menyuruh menyembah selain Allah. Bukan untuk itu Dia mengutusku dan bukan itu pula yang Dia perintahkan kepadaku.” Atau senada dengan hal ini. Karena ucapan kedua orang inilah, Allah menurunkan ayat yang artinya: “Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu ia berkata kepada manusia: ‘Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.’ Akan tetapi (ia berkata):

‘Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.’ Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan para Nabi sebagai Rabb. Apakah patut ia menyuruhmu berbuat kekufuran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?” Dalam kitab al-Musnad dan Sunan at-Tirmidzi, sebagaimana akan dijelaskan bahwa `Adi bin Hatim berkata: “Ya Rasulullah, mereka tidak menyembah para pendeta dan rahib. Beliau menjawab, “Tidak, bahkan mereka (para pendeta dan rahib itu) menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal bagi mereka, lalu mereka pun mengikutinya. Maka yang demikian itulah penyembahan mereka terhadap para pendeta dan rahib mereka.” Orang-orang bodoh dari kalangan para pendeta dan rahib serta pemuka kesesatan termasuk dalam kecaman dan celaan ini. Berbeda dengan para Rasul dan para pengikutnya dari kalangan ulama yang konsisten, mereka hanya menyuruh kepada apa yang diperintahkan Allah serta apa yang disampaikan oleh para Rasul yang mulia. Mereka juga melarang apa yang dilarang oleh Allah dan apa yang disampaikan oleh para Rasul. Karena, para Rasul merupakan duta antara Allah dan makhluk-Nya dalam menunaikan risalah yang mereka bawa, serta menyampaikan amanat. Mereka melaksanakan tugasnya itu dengan amat baik dan sangat sempurna, menasehati umat manusia dan menyampaikan kebenaran kepada mereka. Ibnu ‘Abbas, Abu Razin, dan ulama lainnya berkata, “Jadilah orang-orang bijak, para ulama dan orang-orang yang bersabar.” Sedangkan al-Hasan dan ulama lainnya berkata, “Jadilah fuqaha (orang yang faham tentang agama).” Hal yang sama juga diriwayatkan dari Ibnu’Abbas, Sa’id bin Jubair, Qatadah, `Atha’ al-Khurasani, `Athiyyah al-‘Aufi, dan ar-Rabi’ bin Anas. Diriwayatkan pula dari al-Hasan bahwa maknanya adalah ahli ibadah dan ahli takwa. Muhammad bin Ishaq berkata, “ishrii” maksudnya beban yang kalian pikul, berupa perjanjian (dengan)-Ku, yaitu ikrar perjanjian (dengan)-Ku, adalah berat lagi dikukuhkan.” Ali bin Abi Thalib dan putera pamannya, Ibnu ‘Abbas ra. pemah berkata, “Allah tidak mengutus seorang Nabi pun melainkan Dia mengambil janji darinya, (Yaitu) jika Allah mengutus Muhammad, sedang ia dalam keadaan hidup niscaya ia akan beriman kepadanya, menolongnya dan memerintahkan kepada Nabi itu untuk mengambil janji dari umatnya: Jika Muhammad diutus sedang mereka hidup, niscaya mereka akan beriman kepadanya dan menolongnya.” Thawus, al-Hasan al-Bashri, dan Qatadah berkata, “Allah telah mengambil janji dari para Nabi, agar masing-masing mereka saling membenarkan satu dengan yang lainnya.” Pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat yang dikemukakan oleh `Ali dan Ibnu ‘Abbas, bahkan menuntut makna tersebut dan mendukungnya. Oleh karena itu, ‘Abdurrazzaq meriwayatkan dari Ma’mar dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, pendapat yang sama seperti pendapat `Ali dan Ibnu ‘Abbas. Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Abdullah bin Tsabit, ia berkata, “Umar bin al-Khaththab pernah datang kepada Nabi seraya berkata: `Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memerintahkan kepada seorang saudaraku yang beragama Yahudi dari suku Quraizhah (untuk menuliskan ringkasan Taurat), maka ia menuliskan untukku ringkasan dari isi Taurat. Berkenankah engkau jika aku perlihatkan hal itu kepadamu?’ ‘Abdullah bin Tsabit berkata, maka berubahlah wajah Rasulullah. Kemudian aku katakan kepada ‘Umar: ‘Tidakkah engkau melihat perubahan pada wajah Rasulullah?’ ‘Umar pun berkata: ‘Aku rela Allah sebagai Rabbku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Rasulku.’ ‘Abdullah bin Tsabit melanjutkan, maka hilanglah kemarahan Nabi dan beliau bersabda: ‘Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa berada di tengah-tengah kalian, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, maka kalian telah tersesat. Sesungguhnya kalian adalah (umat yang menjadi) bagianku dan aku adalah (Nabi yang menjadi) bagian kalian.” Dengan demikian, Muhammad adalah Rasul yang menjadi penutup para Nabi selama-lamanya sampai hari Kiamat kelak. Beliau adalah pemimpin agung, seandainya beliau muncul kapan saja, maka beliau yang wajib ditaati dan didahulukan atas seluruh Nabi. Oleh karena itu, beliau menjadi imam mereka (para Nabi) pada malam Israa’, yaitu ketika mereka berkumpul di Baitul Maqdis. Beliau juga adalah pemberi syafa’at di Mahsyar, agar Allah datang memberi keputusan di antara hamba-hamba-Nya. Syafa’at inilah yang disebut maqaaman mahmuudan (kedudukan yang terpuji) yang tidak pantas bagi siapa pun kecuali beliau, yang mana Uulul `Azmi dari kalangan para Nabi dan Rasul pun semua menghindar darinya (dari memberikan syafa’at), sampai tibalah giliran untuk beliau, maka syafa’at ini khusus bagi beliau. Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepadanya. Ayat ke77 Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik: 1. Melanggar perjanjian dan sumpah menyebabkan keluar dari agama dan masuk ke dalam api neraka. 2. Menjaga amanah adalah perjanjian Tuhan. Dalam ayat-ayat sebelumnya, pembicaraan soal amanah rakyat, ayat ini melihat penjagaan amanah sebagai satu dari perjanjian Tuhan yang harus dipelihara. Ayat ke 78 Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik: 1. Janganlah kita dengarkan segala omongan. Betapa sering perkataan indah yang dikira oleh manusia sebagai al-Quran, ternyata kontra dengan al-Quran. Hendaknya kita waspada karena terdapat beberapa orang yang menghancurkan agama atas nama agama. 2. Janganlah kita lalai terhadap bahaya para cendekiawan yang tidak bertakwa. Mereka mencampakkan rakyat ke jurang kesalahan dan kesesatan, juga berbohong atas nama tuhan dan menisbatkan perkataannya kepada Tuhan. Ayat ke 79-80 Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik: 1. Segala bentuk penyalahgunaan status, popularitas dan tanggung jawab adalah perbuatan terlarang. Bahkan para nabi pun tidak berhak menyalahgunakan status dan kedudukannya yang tinggi. 2. Hanya ulama rabbani yang berhak menafsirkan al-Quran, sebagaimana halnya jalan untuk menjadi rabbani adalah akrab dengan al-Quran, belajar dan mengajarkannya. 3. Segala bentuk berlebih-lebihan, memiliki ideologi yang ekstrim mengenai para nabi dan auliya adalah terlarang. Mereka adalah hamba-hamba Tuhan yang sampai pada derajat tinggi berkat ibadah, namun mereka tidak menganggap dirinya sebagai Tuhan. 4. Kufur bukan hanya mengingkari Tuhan. Menerima peran manusia dalam peletakan undang-undang yang bertentangan dengan aturan Tuhan juga berarti ingkar terhadap rubbubiyah Tuhan dan kufur kepada-Nya. Ayat ke 81-82 Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik: 1. Perbedaan para nabi dalam menjalankan risalah, sebagaimana halnya perbedaan para guru satu sekolah dalam bidang pengajaran. Tujuan mereka semuanya satu dan setiap guru memperkenalkan guru selepasnya kepada para murid untuk melanjutkan pelajaran. 2. Iman dengan sendirinya tidaklah cukup. Dukungan dan pertolongan agama dan para pemimpin agama juga diperlukan. 3. Meskipun semua nabi menerima antara satu dengan lainnya, namun tidak ada alasan para pengikut agama ilahi menunjukkan fanatisme yang tidak berdasar

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN