Selasa, 31 Julai 2018

AYAT 7-8

TAFSIR QURAN DAN HADIS  TABARUK''
SURAH HUD AYAT 7-8
BIS-MIL-LAH-HIRAHMAN-NIR-RAHIM'''
Wa Huwal lazee khalaqas samaawaati wal alrda fee sittati aiyaaminw wa kaana 'Arshuhoo alal maaa'i liyablu wakum aiyukum ahsanu 'amalaa; wa la'in qulta innakum mab'oosoona mim ba'dil mawti la yaqoolanal lazeena kafaroo in haazaaa illaa sihrum mubeen Wala'in akhkharnaa 'anhumul 'azaaba ilaaa ummatim ma'doodatil la yaqoolunna maa yahbisuh; alaa yawma yaateehim laisa masroofan 'anhum wa haaqa bihim maa kaanoo bihee yastahzi'oon ,.
     “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa dan adalab `Arsy-Nya di atas air, agar Dia (Allah) menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya dan jika kamu berkata (kepada penduduk Makkah): ‘Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati,’ niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: ‘Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.’ (QS. 11:7)
    '' Dan sesungguhnya jika Kami undurkan adzab dari mereka sampai kepada suatu waktu yang ditentukan, niscaya mereka akan berkata: ‘Apakah yang menghalanginya?’ Ingatlah, di waktu adzab itu datang kepada mereka tidaklah dapat dipalingkan dari mereka dan mereka diliputi oleh adzab yang dahulunya mereka selalu memperolok-olokkannya. (QS. 11:8)”

    (Huud: 7-8) Allah mengabarkan tentang kekuasaan-Nya atas segala sesuatu. Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi, dalam enam hati, sedangkan Arsy-Nya yang berada di atas air sudah ada sebelum penciptaan segala sesuatu. Sebagaimana yang diriwayatkan Imam Ahmad dari`Imran bin Hushain, ia menceritakan, Rasulullah saw. bersabda: “Sambutlah kabar gembira, hai Bani Tamim.” Maka mereka pun menjawab: “Engkau telah menyampaikan kabar gembira kepada kami, karenanya berilah kami.” Beliau bertutur: “Sambutlah kabar gembira, hai penduduk Yaman.” “Kami telah menyambutnya, selanjutnya beritahukan kepada kami tentang urusan pertama kali, bagaimana kejadiannya?” Sahut mereka. Beliau menjawab: “Allah ada sebelum segala sesuatu ada, sedang ‘Arsy-Nya berada atas air dan Allah telah menuliskan segala sesuatu di dalam kitab Lauh mahfudh.” Lebih lanjut `Imran bin Hushain menceritakan: Lalu aku didatangi seseorang seraya berkata: “Hai `Imran, untamu lepas dari ikatannya.” Maka aku pun keluar mencari jejaknya, namun aku tidak mengetahui apa yang terjadi setelahku. Hadits tersebut di atas dikeluarkan dalam kitab Shahih al-Bukhari Shahih al-Muslim dengan lafazh yang sangat beragam.

       Imam Ahmad meriwayatkan dari Waki’ bin `Adas, dari pamannya, Abu Kazin, yang namanya Luqaith bin `Amir bin al-Munfiq al-‘Uqaili, bercerita: “Aku pernah bertanya: ‘Ya Rasulullah, di mana Rabb kita sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya?’ Beliau menjawab: ‘Allah berada di atas awan yang di bawah dan atasnya terdapat udara, setelah itu Allah menciptakan ‘Arsy.’” Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam kitab at-Tafsir dan Ibnu Majah dalam kitab as-Sunan, dari hadits Yazid bin Harun. Dan at-Tirmidzi mengatakan: “Hadits ini derajatnya hasan.”

       Mengenai firman-Nya: wa kaana ‘arsyuHuu ‘alal maa-i (“Dan adalah ‘Arsy-Nya atas air.”) Mujahid mengatakan: “Maksudnya, sebelum Allah menciptakan segala sesuatu.” Lebih lanjut Allah Ta’ala berfirman: liyabluwakum ayyukum ahsanul ‘amalan (“Agar Allah menguji siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya.”) Maksudnya, Allah menciptakan langit dan bumi agar dimanfaatkan olah hamba-hamba-Nya yang mereka diciptakan hanyalah untuk beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan Allah tidak menciptakan semuanya itu secara sia-sia.

      Yang demikian itu adalah seperti firman Allah Ta’ala lainnya yang artinya: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya secara sia-sia.” (Shaad: 27)Bahwa mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, kami datang kepadamu untuk menanyakan tentang kisah kejadian ini pada awalnya." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Allah telah ada, dan tiada sesuatu pun sebelum-Nya —menurut riwayat laindisebutkan tiada sesuatu pun selain-Nya, dan menurut riwayat yang lainnya lagi disebutkan tiada sesuatu pun bersama­Nya— dan 'Arasy-Nya berada di atas air, lalu Allah menulis segala sesuatu di Lauh Mahfuz kemudian menciptakan langit dan bumi.Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Abdullah ibnu Amr ibnul As yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: "إِنَّ اللَّهَ قَدَّرَ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ" Sesungguhnya Allah telah menetapkan takdir-takdir semua makhluk sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jarak masa lima puluh ribu tahun, dan saat itu 'Arasy-Nya berada di atas air. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ya'la ibnu Ata, dari Waki' ibnu Adas, dari pamannya (yaitu Abu Razin yang nama aslinya Laqit ibnu Amir ibnul Munfiq Al-Uqaili), bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita sebelum Dia menciptakan makhluk-Nya?" Rasulullah Saw. bersabda: Dia berada di awan yang di bawahnya tidak ada udara dan di atasnya tidak ada udara (pula), kemudian sesudah itu Dia menciptakan 'Arasy. Hadis ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi di dalam kitab Tafsir-nya, juga oleh Ibnu Majah di dalam kitab Sunan-nya melalui hadis Yazid ibnu Harun dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan adalah 'Arasy-Nya (sebelum itu) di atas air. (Hud: 7) Yakni sebelum Dia menciptakan sesuatu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Wahb ibnu Munabbih, Gamrah, Qatadah, Ibnu Jarir, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Demikian juga firman-Nya yang artinya berikut ini: “Maka apakah kalian mengira bahwa sesunggguhnya Kami menciptakan kalian secara main-main saja dan bahwasanya kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?”
     (QS. Al-Mu’minuun: 115) Firman Allah: liyabluwakum (“Agar Allah menguji kalian”) yakni untuk memberikan ujian dan cobaan kepada kalian. Ayyukum ahsanu ‘amalan (“Siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya.”) Di sini. Allah Ta ala tidak menyebutkan: “Yang lebih banyak amalnya”, tetapi Allah menyebut, “Yang lebih baik amalannya.” Dan tidaklah amal itu baik sehingga amal itu didasari dengan ketulusan karena Allah dan sesuai dengan syari’at Rasulullah saw. Jika ada salah satu dari dua syarat di atas yang tidak terpenuhi, maka suatu amal akan sia-sia tidak memberikan manfaat. Sedangkan firman-Nya: wa la-in qulta innakum mab’uutsuuna mim ba’dil mauti (“Dan jika kalian berkata [kepada penduduk Makkah]: ‘Sesungguhnya kalian akan dibangkitkan sesudah mati.’”) Allah berfirman, “Jika engkau memberitahu orang-orang musyrik, hai Muhammad, bahwa Allah akan membangkitkan mereka setelah kematian mereka sama seperti mereka pertama kali diciptakan, sedang mereka mengetahui bahwa Allah yang telah menciptakan langit dan bumi.” Yang demikian itu sama seyerti firman-Nya yang lain yang artinya: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan mereka,’ niscaya mereka menjawab: ‘Allah.’” (Az-Zukhruf: 87)

       Dengan demikian, mereka telah mengingkari kebangkitan dan pengembalian diri mereka pada hari Kiamat kelak yang jika diperkirakan dengan kekuasaan-Nya, maka hal itu lebih mudah daripada penciptaan awal (permulaan) sebagaimana yang difirmankan-Nya yang artinya: “Allahlah yang menciptakan manusia dari permulaan, kemudian mengembalikan [menghidupkan]nya kembali dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.” (QS. Ar-Ruum: 27) Dan ucapan mereka: in Haadzaa lasihrum mubiin (“Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.”) Maksudnya, dengan nada kufur dan mengingkari, mereka mengatakan: “Kami tidak mempercayaimu akan adanya kebangkitan kembali. Dia tidak menyebutkannya melainkan hanya sebagian dari sihir-Nya. Dia mengikuti apa yang kamu katakan.” Firman Allah selanjutnya: wa la in akhrajnaa ‘anHumul ‘adzaaba ilaa ummatim ma’duudatin (“Dan sesungguhnya, jika Kami undurkan adzab dari mereka sampai kepada suatu waktu yang ditentukan.”) Allah Ta’ala berfirman: “Jika Kami mengakhirkan adzab dan balasan dari orang-orang musyrik itu sampai waktu tertentu dan sampai waktu yang terbatas dan Kami ancamkan kepada mereka ancaman sampai ancaman sampai pada masa yang ditentukan, niscaya dengan nada mendustakan dan minta disegerakan, orang-orang musyrik itu berkata: maa yahsibuHu (“Apa yang menghalanginya”) Maksudnya, apa yang mengakhirkan adzab itu dari diri kami. Yang demikian itu karena mereka sudah terbiasa dengan dusta dan keraguan. Sesungguhnya, tiada jalan bagi mereka untuk menghindarkan diri darinya dan tidak ada tempat berlindung baginya. Di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, kata al-ummat dipergunakan untuk beberapa pengertian. Dalam ayat di atas, yang dimaksud dengan kata itu adalah jangka waktu. Maksud yang demikian itu adalah seperti maksud yang terdapat dalam ayat: ilaa ummatim ma’duudatin (“Sampai kepada suatu waktu yang ditentukan.”) maka maksudnya adalah jangka waktu. Demikian pula firman-Nya dalam surat Yusuf berikut ini yang artinya: “Dan orang-orang yang selamat di antara mereka berdua dan teringat [kepada Yusuf] sesudah beberapa waktu lamanya.” (QS. Yusuf: 45) Kata “al ummat” juga digunakan untuk pengertian imam yang dijadikan panutan. Hal itu seperti yang terkandung dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-sekali ia bukanlah termasuk orang yang menyekutukan [Rabb].” (an-Nahl: 120) Juga digunakan untuk pengertian al-millah dan ad-diin [agama].

      Hal ini seperti firman Allah yang menceritakan tentang orang-orang musyrik dimana mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami adalah para pengikut jejak mereka.” (QS. Az-Zukhruf: 23) Selain itu, kata al-ummat ini juga dipergunakan untuk pengertian jama’ah (kumpulan), sebagaimana yang terkandung dalam firman Allah: “Dan ketika ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya).” (QS. Al-Qashash: 23) Allah juga berfirman: “TiaP-tiap umatpunyai Rasul, maka apabila telah datang Rasul mereka, diberikanlah keputusan mereka dengan adil dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.” (QS. Yunus: 47) Yang dimaksud dengan ummat di sini adalah kelompok orang yang diutus seorang Rasul kepada mereka, baik mereka yang mukmin maupun kafir. Sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab Shahih Muslim, di mana Rasulullah saw. bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan ada seorang pun dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani yang mendengarku, kemudian ia tidak beriman kepadaku melainkan ia akan masuk neraka.” Ada juga ummat yang berarti para pengikut. Mereka inilah orang-orang yang membenarkan para Rasul. Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta ala: “Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi umat manusia.” (QS. Ali Imran: 110) Kata al-ummat juga dipergunakan untuk pengertian kelompok dan golongan. Hal itu seperti yang terkandung dalam firman Allah Ta ala: “Dan di antara kaum Musa terdapat sekelompok orang yang memberi petunjuk dengan kebenaran dan menggunakannya untuk menetapkan keadilan.” (QS. Al-A’raaf: 159)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN