Isnin, 16 Julai 2018

AYAT 238-239

TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK''
SURAH BAQARAH 238-239
BIS',IL'LAHI'RAHMAN'NIR'RAHIM'''
238.Haafizuu ‘alas Salawaati was Sala atil wustaa: wa quumuu lillaahi qaani – tiin. 239.Fa ‘in khiftum fa rijaalan ‘aw rukbaanaa. Fa ‘izaaa ‘amin – tum fazkurullaha kamaa ‘alla makum maa lam takuunuu ta' – lamuun.

“Peliharalah segala shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. (QS. Al-Baqarah: 238) Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 239)

 Allah swt. memberi kekhususan dengan memberikan penekanan pada shalat wustha. Para ulama, baik Salaf maupun Khalaf berbeda pendapat, tentang apa yang dimaksud dengan shalat wustha di sini. Ada yang mengatakan bahwa shalat wustha itu adalah shalat Shubuh. Pendapat ini disebut oleh Imam Malik dalam bukunya al-Muwattha’, dari Ali, dari Ibnu Abbas. Hasyim, Ibnu `Ullayah, Ghundar, Ibnu Abi Adi, AbdulWahab, Syarik, dan ulama lainnya, dari Auf al-A’rabi, dari Abu Raja’ al-Atharidi, ia berkata, aku pernah mengerjakan shalat shubuh di belakang Ibnu Abbas, di dalamnya ia membaca qunut dengan mengangkat kedua tangannya, kemudian mengucapkan: “Inilah shalat wustha yang kita diperintahkan untuk mengerjakannya dengan khusyu’ (qunut).”

Demikian yang diriwayatkan Ibnu Jabir. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah shalat shubuh di masjid Bashrah, lalu ia membaca qunut sebelum ruku’. Dan ia mengatakan; “Inilah shalat wustha yang, disebutkan Allah dalam kitab-Nya: haafidhuu ‘alash shalaati wash shalaati wusthaa wa quumuu lillaaHi qaanitiin (“Peliharalah semua shalat, dan peliharalah shalat wustha. berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusyu.”) Masih menurut Ibnu Jarir, dari Jabir bin Abdullah, ia mengatakan, “Shalat wustha adalah shalat Shubuh.” Juga diriwayatkan Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Umar, Abu Umamah, Anas, Abu Aliyah, Ubaid bin Umair, Atha’ al-Khurasani, Mujahid, Jabir bin Zaid, Ikrimah, dan Rabi’ bin Anas. Dan itu pula yang ditetapkan Imam Syafi’i rahimahullahu berdasarkan pada firman Allah Ta’ala: wa quumuu lillaaHi qaanitiin (“Berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusyu.”) Menurutnya, qunut itu dibaca pada shalat Subuh. Ada juga yang mengatakan bahwa shalat wustha adalah shalat Dhuhur.

 Imam Ahmad meriwayatkan, dari Zaid bin Tsabit, ia menceritakan, Rasulullah saw. pernah mengerjakan shalat dhuhur pada tengah hari setelah matahari tergelincir. Beliau belum pernah mengerjakan suatu shalat yang lebih menekankan kepada para sahabatnya dari shalat tersebut, lalu turunlah ayat: haafidhuu ‘alash shalaati wash shalaati wusthaa wa quumuu lillaaHi qaanitiin. Dan Zaid bin Tsabit ra. mengatakan: “(Karena) sesungguhnya sebelum shalat Zhuhur itu ada dua shalat (yaitu shalat isya dan shubuh) dan sesudahnya pun ada dua shalat (yaitu ashar dan maghrib).” Hadits tersebut juga diriwayatkan Abu Dawud dalam bukunya Sunana Abi Dawud, dari Syu’bah. Yang demikian itu juga menjadi pendapat Urwah bin Zubair, Abdullah bin Syidad bin al-Haad, dan sebuah riwayat dari Abu Hanifah rahimahullahu. Menurut pendapat lain bahwa shalat wustha itu adalah shalat Ashar. At-Tirmidzi dan Baghawi rahimahullahu mengatakan, itu adalah pendapat terbanyak dari ulama kalangan sahabat. Al-Qadhi al-Mawardi mengatakan, hal tersebut merupakan pendapat mayoritas tabi’in, sedangkan al-Hafizh Abu Umar bin Abdul Barr mengatakan: “Ini merupakan pendapat mayoritas ahlul atsar dan madzhab Ahmad bin Hanbal.” Lebih lanjut al-Qadhial-Mawardi dan asy-Syafi’i mengatakan, Ibnu Mundzir mengemukakan: “Dan itulah yang shahih dari Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad, dan menjadi pilihan Ibnu Habib al-Maliki rahimahullahu.” Beberapa dalil yang menunjukkan hal tersebut: Imam Ahmad meriwayatkan dari Ali, ia berkata, Rasulullah pernah bersabda pada peristiwa Ahzab: “Mereka (orang-orang kafir) telah menyibukkan kami dari shalat wustha, yaitu shalat Ashar. Semoga Allah memenuhi hati dan rumah mereka dengan api.” Kemudian beliau mengerjakannya di antara Maghrib dan Isya’.

 Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Syaikhan (Bukhari dan Muslim), Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i dan beberapa penulis kitab al-Musnad, as-Sunan dan ash-Shahih. Hal itu diperkuat dengan perintah untuk memelihara shalat tersebut. Dan dalil lainnya ialah sabda Rasulullah dalam hadits shahih riwayat az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya, bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Barangsiapa yang meninggalkan shalat Ashar, maka seakan-akan ia telah dirampas keluarga dan hartanya.” Masih dalam hadits shahih dari Buraidah bin al-Hashib, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Segerakanlah shalat Ashar pada hari yang penuh mendung, karena barangsiapa meninggalkan shalat Ashar, maka terhapuslah semua amalnya.” Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Nadrah al-Ghifari, ia menceritakan, Rasulullah pernah mengerjakan shalat Ashar bersama kami di salah satu lembah yang bernama al-Hamish, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya shalat ini pernah ditawarkan kepada orang-orang sebelum kalian, namun mereka menyia-nyiakannya. Ketahuilah, barangsiapa mengerjakannya, maka akan dilipatgandakan pahalanya dua kali lipat. Dan ketahuilah, tidak ada shalat setelahnya hingga kalian melihat saksi (Matahari tenggelam, alam mulai gelap.)” Demikian hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dan an-Nasa’i.

Sedangkan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Abu Yunus, seorang budak Aisyah, ia menceritakan, Aisyah pernah menyuruhku menulis sebuah mushaf, ia menuturkan: “Jika sudah sampai pada ayat: haafidhuu ‘alash shalaati wash shalaati wusthaa (“Peliharalah semua shalat, dan peliharalah shalat wustha”) maka beritahu aku.” Ketika sampai pada ayat tersebut, aku pun memberitahunya, lalu beliau mendiktekan kepadaku: haafidhuu ‘alash shalaati wash shalaati wusthaa wa shalaatil ‘ashri wa quumuu lillaaHi qaanitiin (“Peliharalah semua shalat, dan peliharalah shalat wustha, yaitu shalat Ashar dan berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusyu’.”) Aisyah menuturkan, aku mendengarnya dari Rasulullah saw. Hal senada juga diriwayatkan Imam Muslim, dari Yahya bin Yahya, dari Malik. Diriwayatkan juga oleh Imam Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Amr bin Rafi’, ia menceritakan: “Aku pernah menulis sebuah mushaf untuk Hafshah, isteri Nabi, lalu Hafshah berkata: ‘Jika sudah sampai pada ayat ini: haafidhuu ‘alash shalaati wash shalaati wusthaa (“Peliharalah semua shalat, dan peliharalah shalat wustha”) maka beritahukanlah aku.” Ketika sampai ayat tersebut, aku pun memberitahukannya, lalu Hafshah mendiktekan kepadaku: haafidhuu ‘alash shalaati wash shalaati wusthaa wa shalaatil ‘ashri wa quumuu lillaaHi qaanitiin (“Peliharalah semua shalat, dan peliharalah shalat wustha, yaitu shalat Ashar dan berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusyu’.”)

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN

JILIK KE 2 TAFSIR QURAN DAN HADIS TABARUK AKAN BERPINDAH PADA EKAUN G.MAIL YANG BAHARU,.,.INSYAALLAH PADA TAHUN 2019,.,.,AMIIIN