TAFSIR QURAN DAN HADIS TABBARUK
JILIK 4 -SURAH KHAFFI-3-5 (3).
مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا(4). وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا(5). مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚكَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚإِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا
mākithīna fīhi ʾabadan*wa-yundhira lladhīna qālū ttakhadha llāhu waladan*mā lahum bihī min ʿilmin wa-lā li-ʾābāʾihim kaburat kalimatan takhruju min ʾafwāhihim ʾin yaqūlūna ʾillā kadhiban =3. mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya. 4. dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: “Allah mengambil seorang anak.” 5. mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (al-Kahfi: 3-5)
Pada awal penafsiran telah disebutkan bahwa Allah swt. memuji diri-Nya sendiri yang suci pada pembukaan dan penutupan berbagai urusan. Sesungguhnya Dia memang Mahaterpuji dalam setiap keadaan. Segala puji hanya bagi-Nya dari awal dan akhir segala sesuatu. Oleh karena itu, Dia memuji diri-Nya sendiri atas diturunkan-Nya kitab-Nya yang mulia kepada Rasul-Nya yang mulia, Muhammad saw. Yang demikian itu merupakan nikmat yang sangat besar yang diturunkan Allah Ta’ala kepada penduduk bumi, karena dengannya mereka dikeluarkan dari kegelapan menuju sinar terang benderang, dimana dia menjadikannya sebagai kitab yang lurus tiada kebengkokan di dalamnya serta tidak terdapat penyimpangan, tetapi justru memberi petunjuk ke jalan yang lurus lagi sangat jelas, terang dan nyata, yang memberikan peringatan kepada orang-orang kafir sekaligus memberikan kabar gembira kepada orang-orang yang beriman.
Oleh karena itu Allah berfirman: wa lam yaj’allaHuu ‘iwajan (“dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.”) maksudnya Allah swt. tidak membuat kebengkokan, penyimpangan, dan kemiringan, tetapi Dia justru membuatnya tegak lurus. Oleh karena itu Dia berfirman: qayyimal liyundhira ba’san syadiidam mil ladunHu (“Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi Allah.”) yakni bagi orang-orang yang menyalahi al-Qur’an, mendustakan serta tidak beriman kepadanya. Dia menjadikannya sebagai pemberi peringatan akan siksa yang pedih, hukuman langsung di dunia dan hukuman di akhirat kelak. Mil ladunHu (“Dari sisi-Nya”) yakni dari sisi Allah yang tidak seorang pun yang dapat memberikan siksaan seperti siksaan-Nya. Dan tidak ada pula seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya. Firman-Nya: wa yubasy-syiral mu’miniin (“Dan membawa berita gembira kepada orang-orangyang beriman.”) yakni dengan al-Qur’an, yaitu mereka yang benar keimanannya dengan mewujudkan amal shalih. Anna laHum ajran hasanan (“Bahwa mereka akan mendapatkan balasan yang baik.”) maksudnya mereka akan diberikan balasan di sisi Allah dengan pahala yang baik. Maa kitsiina fiiHi (“Mereka kekal di dalamnya.”) bersama pahala mereka di sisi Allah, yaitu surga, yang mereka akan kekal di dalamnya; abadan (“untuk selama-lamanya”) yakni terus menerus, tidak akan lenyap dan tidak pula berakhir. Firman Allah: wa yundziralladziina qaalut takhadzallaaHu waladan (“Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: ‘Allah mengambil seorang anak.’”)
Ibnu Ishaq mengatakan: “Mereka adalah orang-orang musyrik Arab yang mengatakan: ‘Kami menyembah malaikat karena mereka adalah anak perempuan Allah.” Maa laHum biHii min ‘ilmin (“Mereka sekali-sekali tidak mempunyai pengetahuan.”) tentang ucapan itu yang sengaja mereka buat-buat dan ada-adakan. Walaa li aabaa-iHim (“begitu pula nenek moyang mereka.”) yakni, para pendahulu mereka. Kaburat kalimatan takhruju min afwaaHiHim (“Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka.”) maksudnya mereka tidak mempunyai sandaran, kecuali ucapan mereka dan tidak pula mereka mempunyai dalil yang melandasinya, melainkan hanya kedustaan dan tindakan mereka yang mengada-ada. Oleh karen itu Allah berfirman: iy yaquuluuna illaa kadziban (“Mereka tidak mengatakan [sesuatu] kecuali dusta.”) Muhammad bin Ishaq menyebutkan sebab turunnya surah mulia ini. Dimana dia mengemukakan dari Ibnu ‘Abbas, ia bercerita: “Kaum Quraisy pernah mengutus an-Nadhar bin al-Harits dan ‘Uqbah bin Abi Mu’ith kepada para pendeta Yahudi di Madinah, maka mereka berkata kepada kedua utusan itu: ‘Tanyakan kepada para pendeta itu tentang diri Muhammad, terangkan kepada mereka sifatnya, dan beritahukan mereka tentang ucapannya, karena sesungguhnya mereka adalah ahlul kitab pertama, mereka mempunyai apa yang tidak kita miliki, yakni ilmu pengetahuan tentang para Nabi.’ Lalu kedua utusan itupun pergi hingga akhirnya sampai di Madinah. Selanjutnya mereka bertanya kepada para pendeta Yahudi tersebut mengenai Rasulullah saw. Lalu keduanya menyampaikan masalahnya kepada mereka dan juga sebagian ucapan beliau itu. Kedua utusan itu berkata: ‘Sesungguhnya kalian adalah ahlut Taurat, kami datang kepada kalian dengan harapan kalian mau memberitahu kami tentang shahabat kami ini.’” Lebih lanjut, Ibnu ‘Abbas menceritakan: “Maka mereka berkata kepada para utusan itu: ‘Tanyakan kepadanya [Muhammad] tentang tiga perkara yang kami memerintahkan kalian bertanya kepadanya tentang ketiganya. Jika ia memberitahukan ketiganya kepada kalian, maka ia memang seorang Nabi yang diutus. Dan jika tidak dapat menjawab ketiganya, maka ia hanyalah seorang yang banyak bicara, sehingga dengan demikian, kalian dapat melihat pendapat kalian tentang dirinya itu. Tanyakan kepada dirinya tentang beberapa pemuda yang pergi pada masa-masa pertama, apa yang terjadi pada mereka, sesungguhnya mereka mempunyai peristiwa yang sangat aneh. Tanyakan kepadanya tentang seorang yang berkeliling hingga sampai di belahan timur dan barat bumi ini, apa beritanya dan jawabannya tentang ruh? Jika ia memberitahukan hal itu kepada kalian, maka ia memang seorang Nabi, dan ikutilah dia. Dan jika dia tidak memberikan jawaban kepada kalian, maka sesungguhnya ia seorang yang banyak bicara. Maka berbuatlah kalian terhadap sesuatu yang tampak baik oleh kalian dari urusannya.’ Maka an-Nadhar dan ‘Uqbah berangkat sehingga menghadap kaum Quraisy seraya berkata: ‘Wahai kaum Quraisy, kami telah mendatangi kalian untu menjelaskan apa yang ada di antara kalian dengan Muhammad. Para pendeta Yahudi itu menyuruh kami menanyakan kepada Muhammad tentang beberapa hal.’ Lalu mereka memberitahukan hal itu, kemudian mereka mendatangi Rasulullah saw. Mereka bertanya: ‘Hai Muhammad, beritahukan kepada kami.’ Mereka menanyakan kepada beliau tentang apa yang diperintahkan oleh para pendeta Yahudi itu, maka Rasulullah saw. berkata kepada mereka: ‘Aku akan beritahukan apa yang kalian tanyakan itu besok hari. Dan beliau tidak mengecualikan untuk hari lainnya.’ Belum lama berselang, mereka pun bertolak meninggalkan beliau. Sedang Rasulullah saw. sendiri selama lima belas hari tinggal diam, tidak diturunkan satupun wahyu oleh Allah mengenai hal tersebut, dan tidak juga Jibril mendatangi beliau sehingga penduduk Makkah menyebarluaskan berita jahat. Mereka mengatakan: “Muhammad telah berjanji kepada kami esok hari, dan sekarang sudah lima belas hari berlalu, tetapi tidak juga memberitahu kami tentang apa yang kami tanyakan kepadanya.’ {مَاكِثِينَ فِيهِ} mereka kekal di dalamnya. (Al-Kahfi: 3) Mereka mendapat pahala yang kekal di sisi Allah, yaitu surga mereka kekal di dalamnya. {أَبَدًا} untuk selama-lamanya. (Al-Kahfi: 3) Yakni mereka kekal dan abadi di dalamnya untuk selama-lamanya, tidak pernah hilang dan tidak pernah habis nikmat yang diperolehnya. Firman Allah Swt.: {وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا} Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak.” (Al-Kahfi: 4) Ibnu Ishaq mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang-orang musyrik Arab, karena mereka mengatakan, "Kami menyembah malaikat-malaikat, mereka adalah anak-anak perempuan Allah." {مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ} Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan. (Al-Kahfi: 5) Yaitu dengan ucapan yang mereka buat-buat dan mereka dustakan dari diri mereka sendiri itu. {وَلا لآبَائِهِمْ} begitu pula nenek moyang mereka. (Al-Kahfi: 5) Yakni para pendahulu mereka, {كَبُرَتْ كَلِمَةً} Alangkah jeleknya kata-kata. (Al-Kahfi: 5) Lafaz kalimatan di-nasab-kan sebagai tamyiz, bentuk lengkapnya ialah 'Alangkah buruknya kalimat mereka yang ini'. Menurut pendapat yang lain, ungkapan ini adalah sigat (bentuk) ta'ajjub, bentuk lengkapnya ialah 'Alangkah buruknya kata-kata mereka itu', seperti kalimat, "Akrim bizaidin rajutan," yakni alangkah mulianya Zaid sebagai seorang laki-laki. Demikianlah menurut sebagian ulama Basrah, dan sebagian ahli Qiraat Mekah membacanya demikian, yaitu kaburat kalimatan. Perihalnya sama dengan kalimat kabura syanuka dan azuma qauluka, yakni 'alangkah buruknya keadaanmu' dan 'alangkah buruknya ucapanmu'. Makna yang dimaksud menurut qiraat jumhur ulama lebih jelas, bahwa sesungguhnya ungkapan ini dimaksudkan kecaman terhadap ucapan mereka, dan bahwa apa yang mereka katakan itu merupakan kebohongan yang besar. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: {كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ} Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka. (Al-Kahfi: 5) Yakni tidak berdasarkan kepada suatu bukti pun melainkan hanya semata-mata dari ucapan mereka sendiri yang dibuat-buat oleh mereka sebagai suatu kedustaan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: {إِنْ يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا} mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusla. (Al-Kahfi: 5) Muhammad ibnu Ishaq telah menyebutkan tentang latar belakang turunnya ayat ini. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepadanya seorang syekh (guru) dari kalangan ulama Mesir yang telah tinggal bersama kaumnya sejak empat puluh tahun yang lalu, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang kafir Quraisy mengutus An-Nadr ibnul Haris dan Uqbah ibnu Abu Mu'h kepada orang-orang alim Yahudi di Madinah. Kaumnya berpesan kepada mereka, "Tanyakanlah kepada orang-orang Yahudi itu tentang Muhammad, dan ceritakanlah kepada mereka tentang sifatnya serta beritahukanlah kepada mereka tentang apa yang diucapkannya, karena sesungguhnya mereka adalah Ahli Kitab yang terdahulu. Mereka mempunyai pengetahuan yang tidak kita miliki tentang para nabi." Keduanya berangkat meninggalkan kota Mekah menuju Madinah. Setelah sampai di Madinah, keduanya bertanya kepada ulama Yahudi tentang Rasulullah Saw. dan menceritakan kepada mereka sifat-sifatnya serta sebagian dari ucapannya. Untuk itu keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kalian adalah Ahli Kitab Taurat, kami datang kepada kalian untuk memperoleh informasi tentang teman kami ini (maksudnya Nabi Saw.)" Ulama Yahudi itu menjawab, "Tanyakanlah oleh kalian kepada dia tentang tiga perkara yang akan kami terangkan ini. Jika dia dapat menjawabnya, berarti dia benar-benar seorang nabi yang diutus. Tetapi jika dia tidak dapat menjawabnya, berarti dia adalah seseorang yang mengaku-aku dirinya menjadi nabi; saat itulah kalian dapat memilih pendapat sendiri terhadapnya. Tanyakanlah kepadanya tentang beberapa orang pemuda yang pergi meninggalkan kaumnya di masa silam, apakah yang dialami oleh mereka? Karena sesungguhnya kisah mereka sangat menakjubkan. Dan tanyakanlah kepadanya tentang seorang lelaki yang melanglang buana sampai ke belahan timur dan barat, bagaimanakah kisahnya. Dan tanyakanlah kepadanya tentang roh, apakah roh itu? Jika dia menceritakannya kepada kalian, berarti dia adalah seorang nabi dan kalian harus mengikutinya. Tetapi jika dia tidak menceritakannya kepada kalian, maka sesungguhnya dia adalah seorang lelaki yang mengaku-aku saja. Bila demikian, terserah kalian, apa yang harus kalian lakukan terhadapnya." Maka An-Nadr dan Uqbah kembali ke Mekah. Setelah tiba di Mekah, ia langsung menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka, "Hai orang-orang Quraisy kami datang kepada kalian dengan membawa suatu kepastian yang memutuskan antara kalian dan Muhammad. Ulama Yahudi telah menganjurkan kepada kami untuk menanyakan kepadanya beberapa perkara," lalu keduanya menceritakan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada mereka. Mereka datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepada kami!' Lalu mereka menanyainya dengan pertanyaan-pertanyaan yang dianjurkan oleh para pendeta Yahudi tadi. Dan Rasulullah Saw. menjawab mereka, "Aku akan menceritakan jawaban dari pertanyaan kalian itu besok," tanpa menentukan batas waktunya. Mereka bubar meninggalkan Nabi Saw., dan Nabi Saw. tinggal selama lima belas hari tanpa ada wahyu dari Allah yang menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut Malaikat Jibril pun tidak turun kepadanya selama itu, hingga penduduk Mekah ramai membicarakannya. Mereka mengatakan, "Muhammad telah menjanjikan kepada kita besok, tetapi sampai lima belas hari dia tidak menjawab sepatah kata pun tentang apa yang kami tanyakan kepadanya." Karenanya Rasulullah Saw. bersedih hati, wahyu terhenti darinya dan beliau merasa berat terhadap apa yang diperbincangkan oleh penduduk Mekah tentang dirinya. Tidak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril kepadanya dengan membawa surat yang di dalamnya terkandung kisah Ashabul Kahfi (para penghuni gua), dan surat itu mengandung teguran pula terhadap diri Nabi Saw. yang bersedih hati atas sikap mereka. Surat itu juga mengandung jawaban dari pertanyaan mereka tentang kisah para pemuda yang menghuni gua serta lelaki yang melanglang buana (Zul Qarnain), juga firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah, "Roh itu, (Al-Isra: 85), hingga akhir ayat."
Tiada ulasan:
Catat Ulasan