SURAH ALI-IMRAN AYAT 8,
BISMILLAHIRAHMANIRAHIM
- Quran, Surah Al-i'Imran, Ayat 8
- Rabbana_ la_ tuzig qulu_bana_ ba'da iz hadaitana_ wa hab lana_ mil ladunka rahmah(tan), innaka antal wahha_b(u).
- 3:9; رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)".
Mereka yang berakal sehat itu selalu berdoa, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami menyeleweng dari kebenaran setelah Engkau tunjuki kami. Berikanlah kami rahmat dari sisi-Mu berupa kesesuaian dan kemantapan hati. Sesungguhnya hanya Engkaulah pemberi dan penolak."Dengan ini Allah menguji hamba-hamba-Nya sebagaimana Dia telah menguji mereka dalam masalah halal dan haram. Agar dengan demikian, benar-benar ayat-ayat tersebut tidak disimpangkan kepada (sesuatu) yang bathil dan tidak pula dirubah dari kebenaran.
Oleh karena itu Allah swt. berfirman, “Adapun orang-orang yang di dalam hatinya cenderung kepada kesesatan,” yaitu kesesatan dan keluar dari kebenaran menuju kepada kebathilan, “Maka mereka mengikuti sebagian dari ayat-ayat yang mutasyaabihaat.”Yaitu, mereka hanya mengambil ayat-ayat mutasyaabihaat saja yang memungkinkan bagi mereka untuk merubahnya kepada maksud-maksud mereka yang rusak, lalu mereka menempatkan ayat-ayat tersebut sesuai dengan maksud-maksud mereka, dikarenakan lafazhnya memiliki kemungkinan (atas) kandungan tersebut.Imam Ahmad meriwayatkan dari’Aisyah, dia berkata: Rasulullah pernah membaca ayat, “Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepadamu.
Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi al-Qur’an. Dan (isi) yang lain adalah ayat-ayat mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya cenderung kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, dan semuanya itu dari sisi Rabb kami.
Dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya melainkan orang-orang yang berakal.” Lalu beliau bersabda: “Jika kalian melihat orang-orang yang berbantah-bantahan tentang al-Qur’an, maka mereka itulah orang-orang yang dimaksud oleh Allah, maka waspadalah terhadap mereka.” Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Imam al Bukhari ketika menafsirkan ayat ini, Imam Muslim dalam kitab al-Qadar dari kitab Shahihnya dan Abu Dawud dalam as-Sunnah pada kitab Sunannya. Imam Ahmad meriwayatkan, Abu Kamil telah menceritakan kepada kami, Hammad menceritakan kepada kami, dari Abu Ghalib, di mana ia berkata, aku pernah mendengar Abu Umamah menyampaikan sebuah hadits dari Nabi, mengenai firman Allah Ta’ala, “Adapun orang-orang yang di dalam hatinya cenderung kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian dari ayat-ayat yang mutasyaabihaat,” beliau mengatakan: “Mereka itulah golongan Khawarij.”
Dan juga mengenai firman-Nya, “Pada hari yang pada waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali-‘Imran: 106) Beliau mengatakan: “Mereka (muka yang hitam muram) itulah golongan Khawarij.” Hadits ini juga diriwayatkan Ibnu Mardawaih melalui jalur lain, dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah, lalu beliau menyebutkan minimal derajat hadits ini mauquf dari perkataan Sahabat. Namun demikian, makna hadits ini shahih, karena bid’ah yang pertama kali terjadi dalam Islam adalah fitnah kaum Khawarij.
Yang menjadi penyebab pertama mereka dalam hal itu adalah masalah dunia, yaitu ketika Nabi membagikan ghanimah Hunain (harta rampasan perang pada perang Hunain), maka dalam akal pemikiran mereka yang rusak seolah-olah melihat bahwa beliau tidak adil dalam pembagian tersebut. Sikap mereka itu mengejutkan Nabi. Lalu juru bicara mereka, yaitu Dzul khuwaishirah (si pinggang kecil) -semoga Allah membelah pinggangnya-, berkata: “Berlaku adillah engkau, sebab engkau telah berlaku tidak adil.” Lalu Rasulullah bersabda: “Sungguh telah gagal dan merugilah aku, jika aku tidak berlaku adil.
Mengapa Allah saja mempercayaiku memimpin penduduk bumi ini, sedang kalian tidak mempercayaiku?”Dan hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Asma’ binti Yazid Ibnus Sakan, aku mendengar ia menceritakan, bahwa di antara do’a Rasulullah yang sering dipanjatkannya adalah: ‘Ya Allah, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.’ Asma’ berkata, lalu kutanyakan: ‘Ya Rasulullah, apakah hati itu dapat berbolak balik?’ Beliau menjawab: ‘Ya, Allah tidak menciptakan seorang anak Adam melainkan hatinya berada di antara dua jari-jemari Allah, Jika Allah menghendaki, Dia akan menjadikannya berdiri tegak.
Dan jika Dia menghendaki, maka Dia akan menjadikannya condong kepada kesesatan.’ Kita semua memohon kepada Allah agar Dia tidak menjadikan hati kita condong kepada kesesatan setelah Dia memberikan petunjuk kepada kita. Dan semoga Allah melimpahkan kepada kita rahmat dari sisi-Nya. Sesungguhnya Dia Mahapemberi.”‘ Demikianlah yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari hadits Asad bin Musa, dari ‘Abdul Hamid bin Bahram. Hadits semisal juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-Mutsni dari al-Hajjaj bin Minhal dari ‘Abdul Hamid bin Bahrain dengan menambahkan: “Kukatakan: `Ya Rasulullah, maukah engkau mengajarkan kepadaku sebuah do’a yang dapat kupanjatkan untuk diriku sendiri?’
Beliau bersabda: `Ya, baiklah, ucapkanlah: `Ya Allah, Rabb Muhammad, ampunilah dosaku, singkirkanlah amarah hatiku, dan jauhkanlah aku dari fitnah-fitnah yang menyesatkan.”‘ Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari ‘Aisyah ra. ia berkata, Rasulullah sering memanjatkan do’a: “Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” Aku berkata: “Ya Rasulullah, alangkah seringnya engkau berdo’a dengan do’a itu.” Beliau menjawab: “Tidak ada satu hati pun melainkan berada di antara dua jari dari jari-jemari ar-Rahmaan (Allah).
Jika Dia menghendaki untuk meluruskannya, maka Dia akan meluruskannya. Jika Dia menghendaki untuk membuatnya sesat, maka Dia akan membuatnya sesat. Tidakkah engkau mendengar firman-Nya: janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau adalah Mahapemberi (karunia).” Ditinjau dari redaksinya, hadits ini gharib, tetapi asalKesombongan (takabbur) atau dikenal dalam bahasa syariat dengan sebutan al-kibr yaitu melihat diri sendiri lebih besar dari yang lain.
Orang sombong itu memandang dirinya lebih sempurna dibandingkan siapapun. Dia memandang orang lain hina, rendah dan lain sebagainya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hakikat kesombongan dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam : الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. [HR. Muslim, no. 2749, dari ‘Abdullah bin Mas’ûd] Inilah yang membedakan takabbur dari sifat ‘ujub (membanggakan diri, silau dengan diri sendiri).
Sifat ‘ujub, hanya membanggakan diri tanpa meremehkan orang. Sedangkan takabbur, disamping membanggakan diri juga meremehkan orang. SEBAB-SEBAB KESOMBONGAN Sebab-sebab kesombongan, antara lain: sifat takabur untuk meminta merayu dan meraung dalam bersoa meminta pada allah sawt, Berdoalah Jangan Sombong DALAM sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda Doa adalah senjata orang mukmin tiang bagi agama dan cahaya dari langit Sesungguhnya hamba yang merendahkan dirinya dan bersikap tawaduk akan sentiasa berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT Sumber: https://almanhaj.or.id/2640-tidak-sepantasnya-manusia-menyombongkan-diri.html hadits ini terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim dan kitab-kitab lainnya yang diriwayatkan melalui beberapa jalan tanpa adanya tambahan ayat tersebut.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan